webnovel

Nine

Dimas termenung di balkon apartemennya sambil menatap langit malam yang gelap. Tak ada bintang malam ini. Langit terlihat sepi dan hatinya terasa hampa. Otaknya masih mencerna apa yang terjadi hari ini.

Sosok Ayu yang menatapnya tajam terus muncul dalam pikirannya. Wanita yang dia sukai itu sudah mematahkan hatinya. Dia tahu bahwa ini sepenuhnya kesalahannya yang terlalu terburu-buru ingin segera mendapatkan wanita itu.

Dimas melirik jam tangannya. Sudah jam 01.30 dan dia tidak mengantuk sedikit pun. Sesekali dia mengurut keningnya.

Kepalanya terasa pening tapi matanya tak merasakan kantuk. Dia menghirup dalam-dalam udara malam yang dingin menusuk sampai ke tulang, membuatnya bergidik dan memutuskan untuk masuk ke dalam menuju kamarnya.

Pria itu duduk di pinggir tempat tidurnya yang empuk. Dia ingin merebahkan tubuhnya tapi setiap kali dia menutup mata, wajah wanita bermata indah itu selalu muncul, membuatnya gelisah. Dimas yang selama ini selalu menjadi objek dalam percintaan sekarang harus menjadi subjek. Ini pertama kalinya dia begitu menginginkan seseorang untuk menjadi miliknya.

Dimas beringsut menuju kamar mandi, kemudian berwudhu. Dia ingin melaksanakan shalat sunah 2 rakaatnya malam itu. Berharap dia bisa mendapatkan ketenangan dari Rabb-nya.

Setelah berwudhu, hatinya sudah sedikit teduh. Dia lalu menggelar sajadah menghadap kiblat dan mulai melafalkan niat shalatnya dengan khusyuk.

Dalam hidupnya, baru kali ini dia merasa sesak saat melaksanakan shalat sunah. Dia ingin menangis, mengadu kepada Sang Pencipta. Dia ingin menceritakan betapa hancur hatinya saat wanita itu menolaknya.

Setelah salam, Dimas menengadahkan tangannya.

"Ya Allah... Dimas nggak tahu kalau rasanya akan sesakit ini."ucapnya lirih kemudian melanjutkan."Jika dia memang jodohku, dekatkan hatinya dengan hatiku. Jika bukan jodohku, damaikan hatiku dengan ketentuanmu..."

@@@

Ayu membasuh wajahnya, tangannya sampai sikut, kemudian kepala, telinga dan terakhir kakinya. Selesai berwudhu dia segera menunaikan shalat sunah 2 rakaatnya. Malam itu dia tiba-tiba terbangun dan tak bisa tidur lagi. Jadi dia memutuskan untuk shalat. Hati & pikirannya terasa kacau.

Setelah salam, dia duduk bersimpuh menengadahkan tangannya.

"Ya Allah...apa benar dia jawaban dari doa hamba selama ini? Tapi hamba ragu Ya Rabb... dia terlalu sempurna. Hamba merasa tidak pantas..."

"Hamba ikut ketentuanMu saja Ya Rabb. Kalau memang dia ditakdirkan untukku, maka berikanlah jalan bagi kami untuk bersama..."

@@@

Keesokan harinya Ayu berangkat ke kantor seperti biasa dengan motornya. Tapi, saat dia melewati gedung tinggi berwarna putih dengan gerbang hitam tinggi menjulang itu jantungnya tiba-tiba berdebar tak beraturan.

Tanpa sadar dia memelankan laju motornya dan sempat melirik beberapa detik sampai dia teringat dengan apa yang terjadi kemarin sore di lantai paling atas gedung itu.

Sesampainya di kantor, setelah memarkirkan kendaraannya, dia bergegas masuk menuju lantai 2. Sebenarnya dia tidak terlambat. Kepagian malah. Karena sudah tidak bisa tidur lagi akhirnya dia memutuskan untuk bertadarus hingga subuh.

Kepalanya terasa sedikit berputar. Padahal dia sudah sarapan tadi. Dia berjalan perlahan menaiki setiap anak tangga menuju lantai 2. Suasana kantor masih sepi. Hanya ada OB yang sedang membersihkan ruangan kerja mereka.

"Selamat pagi Ayu.."

Sebuah suara yang terdengar asing menyapanya begitu kakinya tiba di anak tangga terakhir di lantai 2. Dia menengadah dan mendapati seseorang sedang tersenyum ke arahnya. Senyum itu secerah matahari pagi.

"Selamat pagi pak Arya.."balasnya.

Yang menyapanya tadi adalah pak Arya, kepala cabang barunya. Dia merasa canggung karena ini hari pertama mereka akan bekerja sama.

"Kayaknya kamu lesu. Belum sarapan?" Tanya Arya khawatir, menatap wajah wanita di hadapannya.

"Oh sudah pak. Tadi sudah sarapan di rumah.. cuma mungkin kurang tidur jadii..."

"Jangan sering begadang. Ga sehat lho.."tukas Arya tersenyum. Ayu hanya membalas dengan anggukan pelan.

"Tadinya mau saya ajakin sarapan di depan. Tapi kamu udah sarapan.. lagian, kenapa datangnya sepagi ini? Pendinganmu banyak?" Tanya Arya sambil mengecek jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 07.15.

Ya bapak sendiri ngapain jam segini udah di kantor? Gumam Ayu dalam hati.

"Ga kok pak. Cuma tadi bangunnya kecepetan."jawab Ayu sekenanya. Arya mengangguk.

"Eh iya Yu.. bisa bantu saya cari kos-kosan deket kantor ga? Saya sekarang masih tinggal di hotel dan jaraknya cukup jauh."

"Bisa pak. Nanti saya kabari bapak ya.."balas Ayu mantap. Dia sudah mengenal wilayah kantornya itu dengan baik. Jadi akan mudah mendapatkan tempat kos yang bagus untuk pak Arya.

"Ok. Makasih ya Yu.. saya tunggu kabarnya lho.."ujar pak Arya, tersenyum sambil menepuk pelan pundak Ayu kemudian berlalu menuruni anak tangga, meninggalkan Ayu yang mematung akibat perbuatan Boss nya.

Mungkin karena selama ini selalu didzalimi, sekarang dibaikin malah aneh ya.

Ayu segera beranjak menuju meja kerjanya. Dia mulai menata mejanya yang sudah rapi, membolak-balik beberapa berkas yang harus dia kerjakan hari ini, kemudian menyalakan komputer di mejanya.

Selang beberapa menit, teman-temannya mulai berdatangan satu persatu. Mereka saling menyapa satu sama lain. Suasana mulai terasa ramai.

"Good morning..." sebuah suara familiar menyapanya. Nadya muncul dengan senyum sumringah sambil mengayun-ayunkan sebuah kotak ditangannya.

"Morning.. ceria banget kamu hari ini.."balas Ayu, menoleh sebentar kemudian melanjutkan apa yang sedang dia kerjakan tadi.

"Nih!"Nadya menyodorkan kotak yang dibawanya tepat di depan wajah sahabatnya, membuat wanita itu terkejut.

"Apaan sih Nad?! Ini apaa??"

"Hp ku kan ada 2.. kamu pake 1. Aku ga betah kalo ga bisa gangguin kamu malam-malam."ujarnya sambil meletakkan kotak itu di atas meja Ayu.

"Serius? Ga papa?"

"Iya lah.. pake aja. Jangan nolak ya. Aku bukan Dimas, okay?!"

"Ish.. apaan sih?! Ya udah makasih lhoo..."Ayu membuka kotak di hadapannya.

Isinya Sebuah hp yang mirip dengan hp lamanya. Dia tersenyum. Sebenarnya dia berencana untuk membawa hpnya ke service center tapi belum sempat. Lagipula dia belum punya biaya untuk memperbaiki hp itu.

"Oh iya Yu. Aku punya info penting tentang Dimas."

DEG!

Jantungnya mulai berdebar tak beraturan saat mendengar nama pria itu. Dia mencoba menenangkan diri, menatap Nadya yang sudah siap melanjutkan ceritanya.

"Dimas itu salah satu orang penting di situ. Pokoknya dia pegang jabatan yang cukup tinggi. Padahal dia masih muda lho. Umurnya 33 tahun, asalnya dari Jogja. Sebelumnya kerja di kementrian keuangan di ibu kota. Pindah ke sini sekitar 3 bulan yang lalu.. dan 1 hal yang paling penting.... dia belum menikah a.k.a single!"cerita Nadya panjang lebar dan penuh semangat dan penekanan di kalimat terakhirnya.

"Kamu...tahu dari mana?"balas Ayu singkat. Dia mencoba untuk terlihat natural dalam menanggapi cerita pagi ini tapi gagal.

"Kan aku udah bilang kalo pamanku kerja di gedung yang sama dengan si Dimas."pungkasnya. Dia melihat raut wajah sahabatnya yang tadinya pucat kini mulai berwarna. Dia tersenyum.

"Jadi...gimana? Ga salah dong kalo Dimas itu mau kenal sama kamu...dia kan bukan suami orang.."lanjut Nadya dengan tatapan menggoda. Ayu bergidik melihat tingkah sahabatnya itu.

"Tapi aku udah nolak dia kemarin.."balas Ayu sambil mengetukkan pulpennya ke ujung meja.

"Jadi nyesel nih ceritanyaaa..."goda Nadya. Ayu membalas dengen gelengan pelan.

"Bukan itu. Aku ngerasa kalo aku ga pantas buat dia Nad. Dia berhak dapat yang lebih baik.."

"Kalo...dia maunya sama kamu...gimana?"

Wajah Dimas kembali muncul dalam pikirannya. Pria tampan nan mapan itu tersenyum padanya. Ayu menggelengkan kepala, kembali ke alam sadarnya.

"Ga tau ah Nad. Ga mau mikirin itu. Entar muncul harapan-harapan kosong dan ujung-ujungnya aku lagi yang sakit. Lagian aku dan Dimas mungkin ga akan ketemu lagi."balas Ayu mencoba mengalihkan perhatiannya. Nadya tersenyum tipis, kemudian menepuk pundak sahabatnya itu.

"Kalo kalian emang jodoh, ga akan ada jalan untuk menghindar Yu...dan aku ga mau kalo kamu jadi trauma karena apa yang udah terjadi sama orang tua kamu dan cowok-cowok bego yang udah sia-siain kamu."

Ayu terdiam. Dadanya terasa sesak. Betul kata Nadya. Tapi dia masih ragu untuk kembali membuka hatinya. Beberapa kali hati itu terbuka untuk orang yang salah. Bahkan pria yang seharusnya menjaganya dan mama justru menyakitinya. Dan luka itu masih menganga, meskipun dia sudah berusaha untuk mengobati luka hatinya tapi tiap kali dia mengingat Papanya, luka itu terasa sangat perih. Seperti disayat berkali-kali tanpa ampun membuatnya sesak.

TING!

Suara notifikasi hp barunya menyadarkan wanita itu dari lamunannya. Dia menatap layar hp yang menyala itu. Matanya terbelalak saat membaca nama pengirim pesan yang tertera di layar. Dimas. Dengan ragu jarinya menekan kotak pesan dengan nama pria itu.

Assalamualaikum Ay..

Saya minta maaf soal kemarin. Mungkin itu terlalu cepat tapi saya serius. Saya ga pernah jadikan kamu bahan lelucon..

Ayu seperti tak percaya dengan apa yang dibacanya. Jantung mulai menggila. Tapi kan Dimas tahu kalau hp nya rusak. Kenapa dia bisa tiba-tiba mengirimkan pesan? Dia melirik Nadya yang sedang sibuk dengan peralatan make upnya, kemudian kembali fokus dengan hpnya dan mulai mengetik.

Waalaikum salam..

Sama-sama mas. Saya juga minta maaf kalau reaksi saya menyakiti kamu.

Saya kaget tiba-tiba diajak ta'aruf..

Kalau mas serius, mungkin kita bisa mulai dari teman..?

Dimas POV

Aku menatap pesan yang baru saja masuk. Karena rasanya seperti mimpi, jadi kubaca ulang pesan itu. Kehangatan mengalir di sekujur tubuhku. Ya Allah, inikah jawabanMu atas doaku semalam?

Aku senang sekali. Rasanya ingin segera pergi dari ruangan rapat ini dan menemui Ayu. Kubaca sekali lagi pesan itu. Aku merasa lega sekarang. Ya, mungkin ini langkah awal yang baik untuk aku dan Ayu memulai semuanya. Aku tak bisa menahan senyumku. Rasanya seperti jutaan kembang api meledak di dalam diriku.

"Pak Dimas? Pak.."

"Eh? I-Iya pak Christu...jadi gimana..gimana?"

Ah...aku kehilangan fokus. Tapi aku senang. Setelah rapat selesai aku harus segera membalas pesan itu. Aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan. Tak apa meski harus memulai semuanya dari awal...sebagai teman.