1 Lisa

Sebuah jam tangan unik, tergeletak di sebuah gang kecil, yang mengarah ke sebuah sekolah menengah atas. Seorang gadis berseragam putih abu-abu, berjongkok, mengambil jam tangan unik tersebut. Lalu, ia mencoba memasangkannya, dipergelangan tangannya yang munggil. Dan byarrr, sekelilingnya langsung berubah total.

***

Beberapa hari sebelumnya.

"Nek, gimana? Lisa, cocok gak, pakai seragam ini?" tanyanya, sambil berpose mengenakan seragam putih abu-abu, di depan nenek tercintanya.

Sang nenek yang tidak langsung menjawab pertanyaan Lisa, membuat Lisa merajuk dan meminta sang nenek untuk segera menjawabnya. "Gimana, Nek?" ucap Lisa, sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Cocok sayang, kamu terlihat cantik. Bukankah seragam ini, sudah sangat lama kamu impikan?" tanya sang nenek.

"Hem em, memimpikannya saja, sudah membuat Lisa bahagia. Apalagi sekarang, Lisa benar-benar bisa mengenakannya."

"Yasudah, sekarang sarapan dulu,gih! Nanti, nasi gorengnya dingin," pinta sang nenek.

"Iya, Nek." Jawab Lisa, sambil terduduk di kursi makan.

Lisa, hanya tinggal berdua dengan sang nenek. Nenek Lisa, bernama Maria. Seorang wanita berkisar usia lima puluh tahunan, yang mengadopsi Lisa, di sebuah panti asuhan. Nenek Maria, sudah lama hidup sendiri, sejak anak dan cucunya menghilang misterius, tanpa jejak. Sudah hampir berpuluh-puluh tahun, nenek Maria mencari anak dan cucunya. Dan sampai sekarang pun, tak ada hasil baik dari pencarian nenek Maria. Sampai akhinya, nenek Maria mengadopsi Lisa, yang saat itu, masih berusia tiga tahun.

"Nek, Lisa udah selesai sarapannya. Lisa langsung berangkat, ya?" ucap Lisa, setelah ia menyeka mulutnya, dengan selembar kain, yang ada dipangkuannya.

"Iya, Sayang. Hati-hati! Jangan lupa, lihat kanan kiri, kalau mau nyebrang jalanan." Pinta nenek Maria.

"Siap, Nek!" jawab Lisa, sambil melakukan sikap hormat. Lalu beranjak dari kursi, dan mencium tangan kanan nenek Maria.

Lisa harus menggunakan bus, untuk sampai di sekolah barunya. Dan untuk mencapai halte bus, ia harus berjalan, kurang lebih sepuluh menit. Lisa berjalan dengan sangat senang dan bahagia. Karena akhirnya, Lisa akan terlelpas, dari teman-temannya, yang selalu mengganggu dirinya, selama masa SMP.

Nenek Maria memang masuk ke dalam keluarga yang kaya. Banyak asisten rumah tangga, yang berada di rumah nenek Maria. Lisa pun, sampai tidak hafal, dengan nama-nama asisten rumah tangga neneknya. Lisa sudah dimasukkan dalam sekolah yang bergengsi, dan favorit, bagi para keluarga kaya, sejak dirinya memasuki usia taman kanak-kanak.

Awal-awal, Lisa merasa senang, bisa bersekolah di tempat tersebut. Tapi, semenjak salah satu temannya, mengetahui tentang Lisa yang berasal dari panti asuhan. Sejak saat itulah, kehidupan sekolahnya, sangat hancur dan menyeramkan.

Mereka semakin merendahkan Lisa, dan meminta Lisa, melakukan segala hal, yang membuat mereka senang dan tertawa puas. Lisa tidak bisa mengatakan apa yang ia alami, ke nenek Maria. Ia tak ingin, membuat neneknya khawatir, akan dirinya. Karena selama ini, nenek Maria sudah terlalu baik, mau menerima Lisa dengan tulus.

Di masa SMA ini, Lisa sengaja mencari sekolahan, yang tidak diperuntukkan, untuk kalangan kaya. Dan berakhirlah Lisa, di sebuah sekolah menengah atas, yang bernama, Tunas Harapan. Dan di seberang SMA Tunas Harapan, ada sebuah sekolah bergengsi, bernama SMA Pelita Bangsa.

Sang nenek masih saja membujuk Lisa, agar mau masuk, ke SMA Pelita bangsa. Tapi dengan kekeh, Lisa terus menolak, dan tetap memilih SMA Tunas Harapan.

Lalu sekarang pun, Lisa sengaja tidak mau menerima keinginan neneknya, untuk menggunakan sopir pribadi, seperti yang selama ini Lisa jalani, saat ia SMP dan SD. Lisa memutuskan untuk menggunakan transportasi umum, berupa bus untuk mengantarkannya ke sekolah.

Tepat pukul setengah tujuh, bus yang Lisa nanti, akhirnya datang. Bus tersebut, bernomer 11, tertulis dengan jelas, di kaca depan bus. Angka yang terlihat cukup besar, yang mampu dilihat dari jarak lima meter lebih. Lisa langsung menaiki bus tersebut, dan berdiri di dekat pintu bus.

Seluruh tempat duduk, sudah penuh dengan penumpang. Bahkan, saat Lisa masuk pun, sudah banyak penumpang yang berdiri. Ini adalah, pertama kalinya, Lisa menaiki bus yang penuh sesak, seorang diri. Biasanya, dia selalu ditemani oleh beberapa orang, yang diminta oleh nenek Maria, untuk menjaga Lisa.

Lisat sendiri pun tak tahu, mengapa neneknya, sangat takut dirinya kenapa-napa. Padahal, sejauh ini, Lisa tidak pernah mengalami hal buruk, kecuali penindasan dan bullyan, yang ia terima di masa SMP-nya.

Lisa berdiri cukup lama, hingga saat ia akan memberikan uang yang diminta oleh salah satu kernet bus, kedua matanya, menangkap sesosok lelaki yang tengah berdiri tak jauh dari dirinya. Lisa terasa terhipnotis, untuk terus menatap lelaki tersebut, hingga akhirnya, tatapan keduanya bertemu, dan membuat Lisa salah tingkah, dan langsung mengalihkan pandangannya.

"Aduh, mati gue. Kenapa bisa papasan gini, sih?" batin Lisa, sambil terus menyembunyikan wajahnya, agar tidak terlihat oleh lelaki tersebut.

"Masjid Istiqomah, ya Bang!' ucap Lisa, sambil memberikan selembar mata uang, dan menerima pengembalian uang, dari kernet bus.

Selama di dalam bus, Lisa hanya tertunduk, tak berani menatap sekitarnya. Ia hanya melihat jalan yang dilewati bus, yang melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi. Setelah hampir tiga puluh menit Lisa berada di dalam bus, akhirnya, bus sampai di tujuan yang Lisa inginkan, halte masjid Istiqomah.

Lisa turun dari bus, dan bersiap-siap menyeberang jalan, untuk mencapai lingkungan sekolahnya. Lisa yang tidak memperhatikan sekitarnya, langsung saja melangkah menuju jalanan, untuk menyeberang. Dan dalam beberapa detik kemudian, tubuh Lisa seperti ditarik oleh kekuatan yang cukup besar, hingga membuat dirinya, kembali ke tempatnya semula, saat ia turun dari bus.

Lalu, yang membuat Lisa terkejut, ada sebuah tubuh tegap, yang menerima tubuh Lisa. Harum tubuh tersebut, membuat Lisa merasa nyaman. Lisa seolah menemukan tempat yang selama ini Lisa impikan. Seseorang yang bisa menerima pelukannya, atau memeluk dirinya, dengan nyaman.

Detak jantung yang Lisa dengar dan rasakan, sangat kencang. Hingga rasanya, indra pendengaran Lisa, masuk ke dalam tubuh tersebut. Satu tangan Lisa yang masih digenggam, terasa menenangkan bagi Lisa. "Tuhan, bisakah, ini dibuat sedikit lebih lama?" ucap harap Lisa, dari dalam hati.

Lalu tiba-tiba, terdengar sebuah kalimat, yang menyadarkan Lisa, akan sikap dan halusinasinya. "Tak bisakah, lihat kanan kiri dulu, kalau mau nyebrang!" ucap seseorang, yang sukses membuat Lisa tersadar. Kedua mata Lisa terpejam sesaat, sambil bergumam, "Aishh."

"Oh, maaf ma..af," ucap Lisa terbata. Lisa tidak menyangka, jika orang yang telah menarik dirinya, adalah lelaki yang ia lihat di dalam bus tadi. Lelaki yang telah memergoki Lisa, yang secara diam-diam, selalu memperhatikannya.

"Ahh, apalagi ini?" gumam Lisa.

"Menurut kamu, apa?" ucap lelaki tersebut, yang ternyata mendengar gumaman Lisa.

"Oh iya, maaf ya, Mas. Tadi, saya ceroboh main asal nyebrang aja." Jawab Lisa sambil tertunduk.

"Kamu itu, gak berubah, ya?" ucap lelaki tersebut, yang membuat Lisa menengadahkan pandangannya, menuju wajah lelaki tersebut.

avataravatar
Next chapter