webnovel

26. PERPISAHAN Ke-Dua

Sore tiba, dan pesta itu semakin meriah saja.

Aku hanya merenung di salah satu kursi kosong yang tidak di tempati oleh tamu lain, aku mendapati kekosongan yang tiba-tiba merenggut senyumanku.

Aku tidak tau, apakah ini efek dari patah hati yang baru saja aku alami.

" Kok sendirian aja? " tanya Johan yang tiba-tiba muncul.

huft... sumpah aku ingin sendirian.

"Karna gak ada temanlah, "

"aku temanin ya? " tawarnya.

sungguh, aku ingin memaki setiap orang yang mencoba untuk datang dan mengganggu kesendirianku.

ouh... ayolah... bagaimana aku bisa mengusirnya, sementara ia telah mengambil kursi lain untuk duduk di dekatku.

" Kok murung sih? ada masalah? " ucapnya mencoba mencari topik.

" kalau jujur, aku pengen sendirian, " ucapku yang tak perduli dengan perasaannya.

" kenapa? "

god.. gak semua hal harus kau tau bukan.

" Kau bisa berbagi denganku kalau kau mau! " tambahanya.

Aku hanya menghela nafas lalu memandangnya.

" Jo... kau gak berubah ya... suka aja gitu gangguin orang, "

"gak gangguin orang sih, cuma kamu aja, " ucapnya sambil cengengesan.

" Kenapa nangis? "

" Aku gak nangis." ucapku mencoba mengelak.

Eh... aku menghindar saat Johan ingin menyentuh pipiku.

" Mau apa? " tanyaku dengan tatapan sinis.

" Aku cuma mau bantu kamu aja, ".

Aku hanya diam, meski sebenarnya aku ingin sekali pergi dari tempat itu.

" Aku tau kau lagi banyak masalah. tapi jangan buat kamu sampai murung gini, " ucapnya yang semakin lama semakin mendekat.

Aku hanya tersenyum, ingin mencoba untuk menghindar, tetapi aku merasa tidak enakan.

"Kau bisa cerita kalau kamu..

plak....

Sebuah tamparan panas mendarat di pipi lelaki yang sedari tadi membuat ku kesal.

" Emi.... apaan sih!! " bentak Tari yang tiba-tiba datang. Orang-orang di sekitar kami tampak menaruh perhatian mereka ke arah kami.

" Kasar banget sih jadi cewek!! " bentak Johan.

"Kau yang kurang ajar!!! dari tadi aku udah risih sama kau. kau paham aku mau sendirian. ngapain duduk di situ juga. gak usah manfaatkan situasi deh. aku gak suka laki-laki kaya kalian!! " Ana benar-benar kehilangan kendali.

tatapan matanya tampak kosong dan penuh dengan kemarahan.

" Udah.. udah... bang, abang pergi aja. maaf buat perbuatan dia, " ucap Tati coba memegang kedua tangan Ana.

" Jo... udah. pergi aja, " ucap Fery yang tiba-tiba datang.

"Aku gak terina di tampar sama dia Feey, "

"Jo... dia cewek. kau mau lawan cewek!! "

"Terus kalau aku cewek kenapa!!! kalaina pikir bisa berbuat seenaknya sama aku!! " balasnya membentak.

Aku terdiam mendengar teriakan Ana. aku memandang tajam tepat ke arah matanya. Tatapannya tampak kosong. Seakan bukan ia yang bicara.

"Ana Stop!!! aku tau mereka udah salah. udah... " pinta Tari yang sedari tadi coba menenangkan gadis itu.

" Bang, aku minta tolong bawa kawan Abang jauh dari sini ya. nanti Ana aku yang tenangin, " ucapnya.

" dia baik-baik aja kan tanda tanya dia nggak kenapa-kenapa kan? "ucapku Yang tiba-tiba merasa khawatir dengan gadis itu.

"nanti aku cerita sama abang tentang Ana, cuma jauhin aja dulu kawan Abang dari dia. Ana agak sensitif sama cowok. ada sesuatu yang bikin dia nggak terlalu suka deket sama cowok, nanti aku cerita deh pokoknya. aku tenangin dulu," ucap tari yang kemudian membawa Ana pergi bersamanya.

Paling tidak Gadis itu sudah ada yang menangani sekarang tugasku adalah menangani Johan dan tindakan gilanya. perempuan Mana yang mau diperlakukan seperti itu, pernah satu sekolah bukan berarti kita bisa memperlakukan orang itu senang hati bukan?

"Lagian Kau ngapain coba mau cium dia di tengah keramaian, kok nggak punya malu ya! kalau dia nggak ngambil tindakan sama aja kau itu menghancurkan harga dirinya bodoh! "ucapku pada Johan dengan wajah yang masih kesal.

" namanya aku hilaf Feey, lagi pula aku nggak sadar kalau aku mau lakukan itu, aku juga nggak mau cium anak orang tiba-tiba! "

"Ya udah kalau gitu anggap aja dia nampar kau karena mau beladiri, ya nggak mungkinlah dia mau harga jadi dia jatuh gara-gara kau, "

"Enggak ah, enggak sepantasnya juga ya orang parah kayak gitu. harga diri dia memang selamat tapi aku gimana?!"

Lama aku bertukar pikiran dengan Johan perkara dengan dirinya dengan Ana, hingga akhirnya tari datang lalu duduk tepat di hadapan kami.

"lama bang ?" ucap Tari yang kemudian duduk di depan kami.

"Mana temanmu tadi? dia nggak sadar kalau dia hutang maaf sama aku!!" tuntut Johan.

" Maaf? kau yakin dia Yang berhutang maaf sama kau! asal kau tahu ya Andaikan dia sadar sekarang pun dia datang kesini bukan buat minta maaf sama kau! yang ada kau ditampar sama dia, ditampar sampai muka kau banyak, "ucap Tari yang begitu marah melihat Johan.

"ah.. udahlah Feey, kau aja yang hadapin cewek-cewek gila ini. nggak ada gunanya cantik kalau kasar kayak kalian! "ucap Johan yang kemudian pergi meninggalkan kami berdua.

Aku sempat merasa tidak enakkan kepada tari oleh sikap Johan.

"maaf ya dek, Johan itu memang keras kepala. orangnya juga agak sedikit narsis makanya ia selalu berpikir kalau cewek-cewek itu naksir sama dia,"

"Kayaknya aku juga udah lihat orangnya bang, Lagian dia ngapain coba mau cium Ana kaya gitu syukur cuma di tampar, kalau ada pisau dekat Ana, bakalan mendiang itu anak, " ucap Tari yang membuat aku ngeri.

" Ngeri amat," ucapku.

" Bukan bang, Ana itu anaknya susah marah. tapi sekali dia marah, dia bakalan susah buat ngendaliin. mungkin karena ia selalu memendam amarahnya, ya jadinya kaya gitu,"

" Maksudnya gimana sih? Ana bipolar?"

" Gak bipolar juga, anaknya masa bodo gitu, terus emosinya kaya terlalu di kubur gitu bang, susahlah kalau cerita tentang dia bang, payah aku ngomongnya," ucap gadis itu.

Aku semakin penasaran terhadap Ana. Aku belum mendapati point datri perkataan Tari tentang dirinya, hingga akhirnya aku harus menebak-nebak tentang dia.

" Kapan Ana pulang?"

" Besok bang, kan acara selesai hari ini, besok pagi dia bakalan balik."

" Ouh..." ucapku mencoba menyembunyikan sesuatu yang timbul di hatiku.

" Yah.. udah tiga hari loh Ayah gak masuk sekolah, bunda juga gak tau berangkat sama siapa,"

" Ayahkan lagi kerja sayang. jangan gitulah," ucapku yang merasa kalau kekasihku itu sedang kesal.

" Acca tau, tapi selama ayah kerja, Acca gak di kabarin,"

" Nda... Ayah kerjain ini semua, biar Ayah punya pegangan. Ayah gak mau repotin bunda,"

" Tapi kan, Ayah bisa minta sama Acca kalau ayah butuh,"

" Dah ya... kamu tau gak sih kalau aku paling gak suka kalau kamu ngomong kaya gitu. apa kamu sadar, dengan caramu ngomong kaya gitu, aku merasa kalau kamu itu lagi jengkalin aku,"

" Maaf Yah, bunda gak bermaksud kaya gitu."

" Dah akh... Fery mau kerja lagi,"

Aku memutus secara sepihak telpon itu.

Aku merasa kesal dengan tingkahnya. seharusnya dia bisa mengerti aku. tetapi tidak, ia selalu membuat aku berutang budi padanya.

Next chapter