1 16. Renang Gaya Batu II

1 Jam berlalu, aku gak ingat berapa menit lebihnya, dan kami sudah tiba di lokasi lomba yang di tentukan.

Agak sedikit aneh, kolam renang itu di penuhi oleh orang-orang dengan dan tanpa baju renang. bukankah ini adalah lomba renang?

Aku keluar dari ruang ganti dengan memakai jaket serta celana pendek yang menurutku cocok untuk di bawa berenang.

"serius? "

"apa! " ucapku yang bingung saat Albert menampakkan wajah bingungnya memandangku.

"kau mau pakai baju itu? " tanyanya.

"ouh... enggak. Sebenarnya aku pakai baju renang. cuma malu banget. cuma beberapa orang yang pakai, " ucapku.

"kau gak ada bawa kaos gitu? "

dan aku menggeleng.

"ellehh.... ceroboh amat jadi betina, "

"dari pada kau, jantan kok bawel, "

bluk...

wajahku kejatuhan kaos tipis berwarna hitam.

"ya udah pake itu aja. itu ngeresap air. cuma kan tipis, gak akan berat nanti, " ucap Albert.

"yakin kau gak akan berat ini? nanti mati aku loh, "

"gak apa-apalah, cuma 2000 kok sumbangan, "

"kawan setan!! " celetukku lalu berganti baju.

Siang datang, perutku telah menghabiskan album karaoke-nya dengan cacing-cacing yang ikut berdemo.

kruukkkk....

itu untuk kesekian kalinya.

" makanlah... bising kali perut kau, " ucap Albert.

" tapi gimana nanti kalau aku udah giliran. beratlah badanku di air, "

" nambahnya gak sampe 1000 kg Ana. kau punya maag, nanti kita malah pulang bawa mayat bukan piala, " ucapnya.

"ck... gak deh... nanti aja. aku takut kalah,," ucapku yang merasa khawatir.

Aku sempat mendengar Albert menghembuskan nafasnya yang terakhir, eh... bukan.

Ia hanya mendesah kesal melihatku.

Semangat ku semakin terbakar, taat kalau aku mengetahui bahwa Leni berhasil mengalahkan putaran pertamanya di lomba renang itu. dan ia menjadi salah satu kandidat final.

"harus bisa Ana, demi penghargaan, " ucapku dalam hati.

Dan harapanku pupus saat aku mengetahui bahwa ada jam istirahat.

"Sial !!! "

" merenggut aja kau, makan. kau lapar itu, " balas Albert.

"Kenapa bet? "

" ini si Ana. dari tadi dia lapar. tapi gak mau makan, " ucapnya.

" kenapa dek? "

" Takut bng. nanti pas aku udah makan, Tiba-tiba putaranku kan brabe..."

" Jangan makan banyak. dikit aja dulu, " ucap bang Danang dan aku masih tidak mau makan.

friiittttt...

suara peluit terdengar. Putaran selanjutnya di mulai.

" Udah tadi makannya? " ucap bang Danang yang melihatku sudah basah.

" Belum, "

" Lah... terus kenapa kau basah? " tanya Albert.

" He.. hee... aku tadi ikut nimbrung pas lagi break... itung-itung latihan, "

" Alahh... bodo kali Ana.... itu bukan latihan. kau bakalan kecapean bodoh! " Seru Albert yang tampak sangat kesal.

Dan kekesalannya memuncak saat namaku disebut untuk putaran selanjutnya.

" buka kaos itu. pakai tangtopmu aja, " ucapmya.

" Gila kau bet! " ucap bang Danang.

"nang... percaya deh... dia bakalan susah gerak. badannya udah capek dan basah. belum makan... "

"bising kali kau bet. dah akh... aku gak. mau pakai tantop, " ucapku kesal melihat Albert. walau aku tau maksudnya itu baik.

Akhirnya aku mengambil barisan untuk perenang selanjutnya.

Aku memilih balok start nomor 2 karena menurutku nomor itu adalah pembawa keberuntungan ku.

deg.. deg..

Jantungku tidak bisa tenang, taat kala detik-detik peluit di aba-abakan.

3...2....1...

Pritttt....

Bwar.....

Aku bisa mendengar suara riak air yang pecah karena di lompati oleh peserta renang lainnya.

Aku masih kukuh dengan tangan yang terus berusaha untuk menuju finish dari perlombaan itu.

Namun,

Deg....

Perasaan aku gak ngundang kunang-kunang, tetapi mereka datang ke hadapanku, awalnya 1,2 hingga akhirnya beribu.

suara teriakan penyemangat tadi tak lagi ku dengar. telingaku sakit, rasanya kelapaku ingin pecah.

aku suka gelembung, tetapi gelembung yang kali ini lewat di hadapanku sangat mengerikan.

tak lagi aku temukan terik yang sedari tadi membakar ubun-ubun ku, yang kulihat hanya titik cahaya yang semakin pudar.

Nafasku sesak, rasanya seluruh sendiku ingin lepas. aku tak punya tenaga untuk bisa meraih permukaan.

tolong....

tolong...

Mataku terpejam, sekilas aku melihat bayangan hitam yang berenang menuju ke arahku. hanya saja aku tidak tau, apakah orang itu benar-benar nyata atau hanya ilusi saja.

"bangun.... woi.... na...., "

akh... sial, kasar banget sih malaikat sialan ini.

Aku sempat berpikir bahwa aku tidak akan selamat, tetapi surga mana yang memiliki malaikat yang sebegitu kasarnya, hingga saat hendak membangunkanku pipiku harus di pukul sedemikian kerasnya?

Aku membuka kelopak mataku dan menemukan oranga-tengah mengelilingiku dengan wajah mereka yang begitu khawatir.

" Udah bangun woi... dah bangun dia, "

aku mendengar teriakan itu. mataku begitu silau karna matahari yang begitu teriknya.

" Aman nak? " tanya pak Khairul dengan intonasinya yang khas.

"Maaf Pak, " ucapku tidak enak.

"hmmm... kau buat jantungan tau na... kan udah aku bilang makan, kau gak mau," ucap Albert si muncung ember.

" Ana belum makan? " tanya pka Khairul.

Aku hanya menggeleng.

"Oalah... dek... pantes kamu gak sanggup. ya udahlah... gak papa. Leni sama Arianto masih ada. padahal lompat kamu udah perfect banget. taunya malah renang gaya batu, " ucap pak khairul ngeledek.

Aku hanya terdiam malu.

Setelah agak. mendingan, panitia memberikan aku hubur hangat dan beberapa obat. rasanya aku menyesal ikut lomba itu. aku ingin pulang, tapi aku masih punya tanggung jawab di tempat itu.

"Makanya, kamu mikir dulu sebelum bertindak. abang tau Ana bisa renang. tapi abang lebih tau, kamu itu gak terstruktur mikir dalam melakukan sesuatu. itu bahaya loh dek, " ucap Bang Danang yang menemaniku di ruang istirahat.

" Padahal pak Khairul udah berharap ya bang, "

"ya... mau gimana? lagian nyawa itu lebih berharga dek. ya udah... abang ke lapangan lagi ya, gak enak. ada Ria juga soalnya."

"it's ok bang. Makasih udah jagain ya, " ucapku yang tidak enakan karena telah merepotkan bang Danang.

Aku melihat wajah pucatku yang tampak terpanpang di cermin.

Aku tidak tau harus menampilkan wajah apa pada teman-teman nanti.

Aku pasti akan sangat malu tentunya.

Belum lagi bertemu dengan Albert yang mulutnya bakalan kaya ember bocor.

hmm..... nasib ku.

Aku memeriksa ponsel ku, berharap ada notifikasi dari Dani. dan hasilnya adalah nol. Lelaki itu memang semakin dingin padaku. Atau hanya aku yang merasa seperti itu.

Jujur aku merasa sedih di acuhkan olehnya. tetapi aku harus berfikir positif, meski sebenarnya otakku menolak hal itu.

" Aku tenggelam tadi. tapi udah gak papa, aku udah di obatin, "

aku mengiriminya pesan teks.

tring....

aku sedikit bahagia mendengar notifikasi itu, tetapi kebahagian itu lenyap saat aku membaca isi dari massager itu.

" ouh.. ya udah kalau gitu, "

Ok... lelaki ini minta di kasih pelajaran.

aku mulai geram padanya.

avataravatar
Next chapter