26 Bab 26. Bintang Malam [2]

"Ini bukan masalah percintaan, bodoh. Beban hidupku lebih berat dari itu." Ujar Earl sambil terkekeh dan kemudian menoleh pada Arthur dengan seringainya yang lebar "Selamat, Arthur. Mulai besok, kau tidak akan bertemu denganku jika kau ingin melegalkan transaksi ganjamu di pelabuhan Distrik D. Karena aku baru saja mengundurkan diri dari timku." Sambungnya yang tentu saja membuat Arthur mengubah posisi duduknya menyamping.

Dengan ekspresi bertanya-tanya, Arthur menjilat bibir keringnya. Yang benar saja! Jika Earl mengundurkan diri, permainan ini jadi tidak menarik lagi. Selama ini ia bermain-main tentunya agar bisa bertemu dengannya.

"Aku cukup terkejut kau mengundurkan diri mengingat kau begitu cinta mati dengan nagaramu. Siapa yang akan menggantikan?" Arthur mulai mengeluarkan aura tidak mengenakkan disana. Earl masih saja terkekeh tidak jelas.

"Seorang wanita cantik. Ah! Tidak, tidak. Dia tidak cantik sama sekali. Tapi kau akan dibuat kesal olehnya karena dia terlalu bodoh." Earl sungguh berkata aneh lantaran sedikit mabuk setelah sebotol Whiskey yang telah ia tenggak.

Arthur kini diam saja dan mengamati. Tangannya meraih gelasnya di atas meja dan meminumnya sampai habis. Di dalam club dengan musik terhentak-hentak ini, mungkin Earl sedang berusaha mengeluarkan isi hatinya. Pikiran Arthur dibuat kacau seketika.

Earl masih mengenakan seragam militernya saat ini. Ia memakai rok span berwarna cream dan kaos putih yang membuatnya masih terlihat bersahaja. Arthur suka itu. Tapi sayangnya ekspresi dan kekehan Earl membuatnya jengkel malam ini.

"Apa kau menyesal telah mengundurkan diri?" Earl yang ditanya hanya diam saja dan berbalik menghadap meja lalu menenggak jusnya sampai habis "Well, sebenarnya aku berharap kau akan sangat menyesal dan merengek padaku untuk mengusahakan agar kau bisa kembali ke timmu." Sayangnya perkataan Arthur justru mendapat senyuman manis dari Earl.

"Aku tidak akan mengemis padamu, Tuan Sok Keren!" Ujar Earl sambil menunjuk dada Arthur dan mendorongnya sedikit. Hampir saja Earl limbung jika Arthur tidak menangkap tubuhnya. Sudah pasti dahinya akan berciuman mesra dengan meja nantinya.

"Kau mabuk Earl." Kata Arthur masih menahan lengan Earl walaupun wanita itu sudah duduk dengan tegak di atas kursi.

Earl menggelengkan pelan sambil memijat keningnya. Jujur saja ia sedang putus asa lantaran ia sekarang tidak lagi ada di tim. Padahal pekerjaan itu adalah cita-citanya sejak ia bergabung dalam militer.

"Aku hanya sedang meratapi nasibku, Arthur. Aku sekarang seorang pengangguran yang menyedihkan." Ucap Earl sambil meletakkan kedua sikunya di atas meja dan terus memijat kepalanya.

Sanggul rambut Earl yang rapi sekarang terlihat acak-acakan membuat Earl terpaksa menggerai rambutnya di belakang punggung. Arthur pun kembali menuangkan Whiskey pada gelasnya.

"Aku punya puluhan pekerjaan jika kau ingin tentunya." Arthur langsung pada intinya. Akan sangat bagus jika Earl berhenti menjadi militer dan bekerja saja dengannya. Tapi gebrakan tangan Earl di atas meja membuat Arthur bungkam dengan mata yang menatap bosan ke arah lain.

Sekarang ini Earl tidak tahu harus melakukan apa. Mungkin saja setelah ini General Abey akan mengirimnya ke perbatasan untuk berjaga dan mengangkat senjata untuk berperang. Siapa yang tahu bukan?

Arthur lantas turun dari kursinya dengan selembar uang yang ia letakkan di atas meja. Ia mengambil kemeja seragam Earl yang ada di atas kursi lalu menarik tangan Earl untuk mengikutinya.

"Ikut denganku." Earl mengikuti saja lantaran ia memang sedang menganggur sekarang.

Arthur membawanya ke sebuah jalan sepi dipuncak gunung distrik B. Membeli beberapa makanan di restaurant dan memakannya di atas kap mobil hitam berkilau milik Arthur.

Seperti mobil mewah yang mereka berdua duduki ini adalah barang sepele yang akan dibuang tanpa ragu jika rusak. Seperti layaknya sumpit yang patah ketika dipisahkan menjadi dua.

Earl hanya menggelengkan kepalanya dan memilih untuk mengikuti saja apa yang ingin Arthur lakukan. Toh, Earl merasa tidak buruk dengan kegiatannya kali inibersama Arthur.

Earl memakan sup ayam dan megambil beberapa potong daging yang telah dibuka tutupnya oleh Arthur.

Mereka berdua makan sambil menikmati pemandangan malam dengan taburan cahaya di bawah kaki gunung.

"Melihat kau bisa tahu tempat seperti ini, kau ini tipe yang melankolis juga." Kata Earl meminum jus jeruknya tanpa menatap Arthur. Mereka telah selesai makan dan meembiarkan lambung mereka bekerja dengan sedikit bersantai.

"Aku hanya mencoba menyesuaikan kondisi hatimu saja." Arthur menjawabnya sambil tersenyum kecil menatap Earl. Earl tentunya langsung menatap Arthur bengis lantaran pria ini tampaknya tidak mengerti situasi dan kondisi moodnya yang mudah berubah seperti cuaca.

"Beruntung kau mentraktirku makan malam hari ini. Jika tidak, aku akan mengoyak perutmu dengan tendanganku." Earl mengumpat dengan tangan yang berusaha menarik lengan Arthur dengan kasar. Arthur tentu saja menghindar.

"Aku hanya bercanda Earl! God... kau selalu menganggap serius perkataanku, tetapi tidak dengan penawaranku." Arthur kini mendengus sambil membuka minuman kalengnya dengan santai. Earl memutar matanya bosan lantaran Arthur masih saja ingin mengajaknya bekerja sama menjadi kriminal. Tidak habis pikir rasanya.

"Penawaranmu sama sekali tidak menguntungkanku." Arthur menaikkan alisnya dengan ekspresi terkejut yang dibuat-buat.

"Apakah harta dan tubuhku tidak bisa memuaskanmu?" Tanyanya dengan nada tidak percaya. Arthur dengan sengaja menekan kata tubuh hingga membuat Earl menatapnya jijik. Ia bukan wanita yang haus belaian okay? Itu menjijikkan.

"Tidak satupun. Dan tidak akan pernah. Sekalipun kau bertelanjang dada dan mengenakan celana dalam berlarian di koridor kantorku, kau tetap tidak menarik sama sekali." Earl mengoceh dengan fantasinya yang langsung membuat Arthur tertawa.

"Aku tidak tahu kau mampu berimajinasi tentangku sampai sefulgar itu, Earl."

"Berengsek!" Earl menggelengkan kepalanya pasrah dan membiarkan Arthur menertawainya.

Suara binatang kecil bersahutan malam itu. Membiarkan dua sosok yang menikmati malam ini dengan keheningan. Langit pun menampakkan keindahannya. Dalam kehangatan malam itu, Arthur yang menatap Earl begitu lembut.

Wajah yang terbiaskan cahaya lampu dan mata hijau itu yang berkilauan menatap langit sambil sesekali melirik Arthur yang ada di sebelahnya.

"Kau merasa baikan sekarang?" Arthur bertanya dengan nada lembut dan hanya dijawab gelengan kepala dari Earl.

"Memangnya aku kenapa?" Earl mengerutkan alisnya dan bertanya begitu polosnya. Arthur pun menggelengkan kepalanya lalu menarik surai cokelat Earl dan kemudian mencium puncak dahinya.

"Tidak, kau cantik." Jawab Arthur tidak jelas. Earl pun menatap pria itu semakin sengit.

"Aku hanya terlihat cantik ketika aku mengupil." Earl ingin agar Arthur segera menghentikan permainan 'Kemesraan' ini sebelum Earl mulai terlena.

Berusaha membuatnya jijik dan berhenti menggodanya. Tetapi memang Arthur yang menganggap Earl istimewa, kotoran Earl pun akan dianggap berlian olehnya. Arthur tersenyum dan kembali menghadap ke depan.

"Aku tahu."

"Aku cantik ketika memakan upilku sendiri."

"Aku juga tahu itu."

"Aku menghabiskan waktu dengan mengupil ketika duduk mengendarai mobil."

"Aku tahu itu."

Dan Earl semakin dibuat kesal "Aku membencimu Arthur. Tidakkah kau merasa jijik?" Tanyanya mengamuk sambil menendang kaki Arthur dengan gemas. Arthur tertawa sambil meringis juga memegangi tulang keringnya yang ngilu.

"Aku tahu karena kau tidak mungkin melakukan itu, Earl. Kau akan selalu cantik seperti apapun kau bertingkah dan aku akan tetap suka." Arthur berkata dengan lantangnya sampai membuat Earl menatapnya sinis lalu membuang muka kemudian menatap langit.

Dalam keheningan itu, Arthur tersenyum kecil mengingat perubahan diri yang terjadi padanya.

"Aku dulu hanya seorang introvert akut ketika masa sekolah dulu." Arthur kini berekspresi aneh lantaran tidak pernah sekali pun ia mendeskripsikan dirinya sendiri pada orang lain. Earl orang pertama yang mendengarnya.

Earl hanya diam walaupun sebenarnya ia mendengarkan dengan baik perkataan Arthur.

"Tidak punya teman dan aku tidak suka berinteraksi dengan orang lain." Lanjut Arthur lagi. Earl yang tidak tahan ingin berkomentar lantas menoleh dan menatap Arthur dari atas ke bawah.

"Yaa, terlihat jelas kau masih introvert hingga sekarang." Earl menjawab dengan asal-asalan. Arthur tersenyum sembari menyisihkan helai rambut yang mehalangi kilau mata Earl.

"Tapi sekarang tidak... kurasa."

avataravatar
Next chapter