2 Bab 2. Tupai Kecil Yang Mati Kata

Belum sempat Earl bernafas lega, tanpa sengaja matanya menatap seseorang tengah berdiri menatap keluar jendela di ruang tengah. Pria itu bertubuh jangkung dengan berpakaian serba hitam hingga hampir Earl mengira dia Slenderman. Sungguh konyol.

Earl benar-benar terdesak saat ini sebelum matanya berhasil menangkap ketenangan pria itu. Dia dengan santainya menyesap sedikit minuman di gelasnya. Sungguh penghinaan bagi Earl.

Pemuda itu jelas tahu keberadaan Earl di belakang pintu. Dia seperti membiarkan Earl begitu saja seperti lalat terbang di sekelilingnya. Dari penciumannya, ia mencium tidak ada bau mesiu di rumah ini kecuali aroma anggur dari gelas pria itu. 

Earl kembali berpikir. Ia sudah menangkap kejanggalan di dalam rumah itu. Ruang tengah terlihat biasa dan hanya berisi sedikit perabotan yang sangat kontras dengan laki-laki itu. Terlihat misterius dan pria itu sangat tidak cocok berada di tengah-tengah ruangan.

Satu hal yang Earl pertanyakan, bukankah dari jarak ini pula, dia mampu mendengar suara desingan peluru? Apalagi dengan jendela yang terbuka lebar. Dan apakah normal manusia bersikap biasa saja, ketika malam mencekam ini terdengar dengan suara tembakan saling bersahutan?

Bahkan pria itu menyesap anggur dan menatap keluar jendela dengan santai. Sungguh lucu. Earl lantas berhenti bersembunyi dan menyelinap ke belakang sofa. Dengan sekali melompat ringan, Earl mendudukkan diri di atas sofa kemudian menatap kepala belakang pria itu dengan tajam.

Jika ia sungguh Slenderman, apakah Slenderman meminum anggur? Oh tuhan, tidak lagi dengan pikiran aneh Earl. Ia merogoh saku jaketnya dan menyalakan pemantik lalu menghisap rokok yang dibakarnya. Berusaha terlihat santai.

"Apakah kau ingin anggur juga?" Tiba-tiba pria itu bertanya.

Pria itu berbalik dan menatap Earl tepat di matanya. Sangat kontras sekali. Earl berpikir dia pria berusia empat puluh tahunan karena betapa jangkungnya pria itu. Dari pengamatan Earl, pria itu mempunyai bibir tipis berwarna pink pucat.

Alisnya memanjang tajam hingga ke ujung alis. Bahkan rahangnya begitu terbentuk sempurna hingga menampilkan sosok tegas dan berani pada wajah itu. Belum lagi ketika Earl juga menatap balik pria itu tepat di matanya.

Begitu hitam dan gelap. Dengan jarak tiga meter dari pria itu pun Earl mampu melihat dengan jelas bulu mata lentiknya menghiasi mata onix nan tajam itu. Sungguh pria tampan.

Earl menghembuskan asapnya dengan tidak sopan. Mungkinkah Earl memasuki rumah seorang artis? Oh tindak kriminal apalagi yang ia lakukan. Earl bergerak untuk mematikan rokoknya dan menerima gelas anggur yang telah ditawarkan pria itu.

Dalam hati bertanya sejak kapan ia memegang dua gelas anggur. Sialan, pria ini semakin menakutkan. Earl tidak meminum anggurnya dan hanya menatap dengan intens pria itu.

"Aku senang kedatangan tamu." Ujarnya berusaha bersikap ramah. 

Suara berat khas seorang pria itu sedikit menghiasi malam gelap itu seperti nyanyian lulaby bagi Earl. Mungkin jika wanita lain yang berada di posisi Earl pasti ia akan menjerit dan mulai memuja pria itu karena ketampanannya.

Tetapi bagi Earl, bulu kuduknya langsung berjoget heboh ketika mendengar suaranya. Apakah ia masuk ke rumah seorang psikopat atau semacamnya? Sungguh, ia membayangkan hal-hal sadis kasus pembunuhan karena mendengar suara itu.

Earl langsung sedikit merubah posisi duduknya dengan canggung sebelum ia berusaha mencairkan suasana dengan memainkan gelas anggurnya. Earl tidak sebodoh itu untuk meminum anggur yang tidak jelas asal usulnya.

Bisa saja laki-laki ini menaruh racun di gelasnya dan kemudian memutilasinya dan menjual organ tubuhnya dengan harga fantastis. Earl sedikit linglung sekarang.

"Aku sudah sangat lama tidak menerima tamu. Terakhir kali, mungkin sekitar lima tahun yang lalu." Laki-laki itu kembali berkata sambil berpikir sebentar dan mengingat-ingat.

Pria itu lalu kembali meminum anggurnya sampai habis. Earl tetap bertahan pada posisinya. Masih memasang mata waspada.

"Aku bukan penghibur makhluk anti sosial sepertimu. Aku hanya kebetulan lewat dan mencuri waktumu yang berharga ini dan menawariku anggur. Sungguh pria baik hati." Ucap Earl sengaja menarik sebelah sudut bibirnya. Menampilkan ekspresi mengesalkan pada laki-laki itu.

Earl memang dasarnya adalah wanita yang tidak bisa diam ketika seseorang memulai perdebatan. Mulutnya seperti petir otomatis yang menyambar begitu ada suatu logam yang menyulutnya untuk menyambar. Katakanlah Earl sangat arogant jika soal perkataan.

Pria itu mengambil botol anggurnya dan menuangkan kembali pada gelas panjangnya. Mengapa orang meminum anggur dengan gelas panjang? Bukankah ini gelas untuk meminum bir atau sejenisnya Gelasnya sangat tidak cocok untuk meminum anggur.

Disaat genting pun Earl masih berkomentar atas ketidaklengkapan properti seperti ini. Earl menjadi pusing seketika karena terlalu banyak berpikir. Pria itu tersenyum kecil.

Sudut bibirnya tertarik hingga menampilkan lekukan kerutan di area lipatan pipinya. Sangat tampan. Earl saja mengakui itu. Tapi entah kenapa firasatnya senyuman di wajah itu terlihat berbahaya. Berbahaya untuk perasaannya mungkin.

"Bukankah sudah waktunya untukmu kabur? Aku sudah berbaik hati memberimu minum karena ku pikir kau kehausan setelah berlari menghindari songsongan peluru." Ujar pria itu santai sekali. 

Pria itu menyandarkan punggungnya pada kusen jendela dan menatap Earl begitu santai dan tenang. Tetapi Earl disana tampak tidak terkejut dengan perkataan pria itu. Oh, anak buah Arthur? Earl kini tersenyum kecil.

"Baik hati sekali untuk ukuran anak buah Arthur. Maukah kau menjamuku dengan makan malam sekalian? Kurasa aku juga butuh stamina untuk berlari dari kejaran teman-temanmu." Seketika manik hijau Earl berkilat kesal. 

Earl tetap duduk. Ia sudah bersiap menyerang jika pria itu tiba-tiba menyergapnya dan lebih parahnya bahkan menembaknya walaupun Earl sangat yakin pria itu tidak membawa pistol di tubuhnya. Pisau yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya sudah sangat mudah untuk diambil secara refleks oleh tangan kirinya.

Tetapi sungguh diluar dugaan. Pria yang Earl kira awalnya Slenderman tertawa kecil dan meletakkan anggurnya di kusen jendela.

"Setidaknya kau terlalu beruntung untuk bertemu denganku secara langsung. Mungkin kita sudah ditakdirkan bersama karena kehebatanmu menemukanku." Kata pria itu entah memuji atau menghina, Earl tidak sempat berpikir karena terlalu terkejut.

Gelas anggur di tangan kanannya langsung terjatuh seketika. Mulut Earl sudah seperti ikan koi bernafas di daratan. Tidak percaya dengan apa yang Earl dengar. Ini adalah hari tersial bagi Earl. Akhir hidupnya dan akhir dari karirnya.

Earl tidak sempat bereaksi ketika pria itu datang mendekat pada Earl dan duduk dengan sensual di samping kiri Earl. Merasa Earl masih perlu memproses kerja otaknya menerima kenyataan.

Percikan anggur yang membasahi sepatu hitamnya membuat Earl tak juga tersadar dari pikirannya. Oh tuhan, bertahun-tahun Earl mencari Arthur. Dan ternyata pria yang duduk di sampingnya ini adalah Arthur?

Earl begitu tercengang sampai rasanya begitu terlambat menggunakan refleksnya untuk mengeluarkan pisau di balik punggungnya.

"Ternyata kau sangat antusias bertemu denganku. Jadi? Apakah kau melewatkan sesuatu di hari sialmu ini? Kau mungkin belum menulis surat wasiat untuk keluargamu." Tanya pria yang sudah terkonfirmasi bernama Arthur. Earl hampir berteriak frustasi.

Pria jangkung seperti Slenderman itu adalah Arthur. Entah Earl harus bersyukur telah menemukan Arthur dengan segala keberuntungannya atau harus menyesali keberuntungannya karena akhir dari hidupnya sudah jelas di depan mata.

Tangan kirinya kini telah ditangkap Arthur dan mengambil pisau itu. Setelah melempar pisau itu ke sembarang arah, Arthur menahan kedua tangannya dan mendorong tubuh Earl ke atas sofa. Dengan posisi seintim itu, Arthur menahan kedua tangan Earl dan mengamati wajah Earl dari dekat.

"Oh? Tupai kecil ini sudah mati kata? Bukankah kau tadi begitu percaya diri menjawab dengan bibir dan lidah arogant-mu ini?" Arthur masih bisa bertanya dengan santai sedangkan lawan bicaranya sudah tidak berkutik.

Earl tidak bisa lagi berkata-kata.

 

avataravatar
Next chapter