1 Bab 1. Berondong peluru

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam ketika rintik hujan mereda satu jam yang lalu. Earl Camilia, sudah hampir menghamparkan kardus di depan toko karena lelah dan kedinginan. Demi tuhan! Dinginnya hawa setelah hujan terasa sampai menusuk tulang. Ia berdiri disana selama satu jam. Bayangkan saja betapa menderitanya hal itu. 

Beruntung toko tempat ia berlindung dari hujan ini buka dua puluh empat jam. Jika tidak, mungkin Earl sungguh akan membuat api unggun dengan membakar pom bensin di sebelah toko. Mulutnya berdecak kesal sembari meniup telapak tangannya yang dingin. Musim dingin yang akan tiba disambut oleh hujan. Bagus sekali, Earl memakai jaket tipis saat ini. 

Entah apa yang dilakukan Mike selama satu jam ini. Mereka sudah janji untuk bertemu di tempat ini tepat pukul sebelas malam. Earl tidak berharap pria itu menerjang hujan dan larut tersapu air banjir. Tidak lucu bukan? Memikirkannya saja Earl bertambah sakit kepala. Hidungnya mulai mengeluarkan ingus karena kedinginan. 

Suasana di depan toko ini tidak begitu bagus. Pemandangan yang sama seperti di film horor yang sedang laris di bioskop bulan ini. Taman bermain yang gelap gulita, lampu taman yang terang kemudian redup dan tiba-tiba mati. Ia bukan sedang syuting film horor okay? Bawa pergi jauh-jauh pikiran itu karena Earl tidak berharap pekerjaannya berubah menjadi berburu hantu malam ini. 

Earl makin tidak sabaran dan kembali menatap jam tangannya dengan delikan kasar. Ia sudah melakukan itu puluhan kali dan tidak terasa satu jam lebih waktu terbuang. Sebentar lagi Arthur akan melakukan transaksinya. Jika Mike tidak juga datang, pukul satu dini hari ini, Earl akan pergi melacak seorang diri. 

Ada rasa ingin menendang tong sampah di sampingnya tapi Earl terpaksa mengurungkan niatnya karena takut disangka orang setres. Mengingat petugas kasir pria di dalam toko tampak khawatir karena Earl memaki tidak jelas entah kepada siapa. 

Tak lama kemudian, dari kejauhan ada cahaya mobil yang mendekat dan berhenti tepat di depan toko. Earl menahan nafasnya karena empat mobil itu berjajar dengan orang-orang berjas rapi keluar dari dalam mobil itu. Satu per satu dari mereka memasuki toko dan melewati Earl begitu saja. 

Rambut berwarna merah api Earl sedikit terayun saat mereka lewat. Beruntung ia tengah dalam misi penyamaran saat ini. Earl diam saja dengan raut wajah tidak peduli ia menatap kukunya untuk menghilangkan kecanggungan. Jumlah mereka ada banyak dan masing-masing membawa senjata. Jika berulah sedikit saja Earl akan dirugikan karena ia hanya punya pistol kaliber empat lima tanpa peluru tambahan. 

Dalam hati ia mengutuk Mike karena partnernya itu tidak juga nemampakkan batang hidungnya. Karena dinginnya suhu malam itu, Earl merapatkan jaketnya sembari menghitung jumlah mereka jika sewaktu-waktu rencana berubah. 

Tetapi saat Earl sedikit mengalihkan perhatiannya dari orang-orang itu, salah seorang dari mereka mulai mendekat. 

"Pergilah dari sini jika kau tidak ingin terlibat masalah, Nona Muda." Ucap pria itu dengan ekspresi merendahkan sekali. 

Earl bisa saja menamparkan sepatu bootnya berkali-kali ke mulut pria itu karena berani menatap rendah dirinya. Dengan ekspresi ganas, Earl membalas dengan delikan mata dan mulut yang siap menyumpah serapahi pria itu. Earl sejatinya tahu mereka adalah anak buah Arthur dan beruntung penyamarannya baik-baik saja. 

"Jess! Maaf membuatmu lama menunggu. Kau tahu? Ayahku memboikot pintu rumah dan terpaksa aku keluar melalui jendela kamarku." 

Dan tiba-tiba Mike datang terengah-engah. Bak super hero kesiangan, Earl ingin sekali memukul Mike sampai pingsan. 

"Jangan konyol Jake! Aku sudah menunggumu satu jam lebih disini dan hampir mati kedinginan! Kakiku bisa lumpuh karena berdiri menunggumu disini." Earl langsung mengomel sembari berkacak pinggang. Mike meringis kecil lantaran Earl menendang pelan tulang keringnya. 

"Oh ayolah Jessica. Kau tidak akan lumpuh hanya karena berdiri selama satu jam." Earl memutar matanya kesal menanggapi Mike yang terlambat dan mengecilkan perkataannya dengan kata 'hanya'. Mike melirik tajam pada sekumpulan pria yang berdiri di belakang Earl "Dan ada apa dengan kalian? Berniat merebut pacarku?" Desisnya dibuat-buat serius. 

"Kau memang cocok dengan kekasihmu ini. Sama-sama idiotnya." 

Dan pria yang berbicara dengan Earl tadi gagal menahan tawanya hingga sekumpulan pria itu ikut tertawa bersama. Tidak tahu saja jika mereka terkena lemparan sepatu boot Earl, mereka bisa pingsan sampai kejang. Earl mendengus jijik. Tidak selera dengan sekumpulan paman yang tidak jelas asal usulnya itu. 

Earl langsung menarik lengan Mike saat matanya melihat Mike akan membalas perkataan pria tadi. Jika ia tidak mengakhiri percakapan tidak penting ini, mereka akan sampai pagi disana meladeni paman idiot itu. Lagi pula sebaiknya mereka segera bersiap untuk ke lokasi pertemuan Arthur karena waktunya tipis sekali. 

"Jangan lupa hubungi Mama ya!" Teriak paman tadi lagi-lagi mengejek Earl dan Mike. 

"Awas saja kau nanti." Mike sampai bergumam dan memaki karena terbawa suasana. Ia memberikan salam jari tengahnya sebagai perpisahan sebelum Earl menyeretnya agar menjauh dari toko itu. 

Mereka berdua lalu berjalan melewati beberapa toko yang sudah tutup. Jarang sekali ada kendaraan lewat di jam ini terlebih dengan cuaca dingin. Menyambut musim dingin dengan flu. Mike merangkul pundak Earl dengan santainya sedangkan Earl sejak tadi sibuk memainkan ponselnya untuk menghubungi rekannya di tim pusat. 

"Aku mencium sesuatu yang janggal disini." Earl bergumam sembari berpikir keras. 

Diantara mereka, hanya Mike yang masih tampak biasa saja dan menikmati perannya sebagai pria playboy yang sedang mengencani pacarnya yang ke sekian. Tapi memang mereka masih harus tetap berakting jika ingin totalitas dalam pekerjaan. 

"Tunggu saja sebentar lagi. Mungkin saja Duke dan Tom terlalu asyik bermain tetris sampai lupa jika kita hidup dan mati disini." Demi tuhan Earl ingin sekali melempar Mike ke tengah laut. Bercandaannya tidak lucu sekali. 

"Karena mereka tidak ada kabar justru membuatku merasakan sesuatu yang tidak beres sedang terjadi." Mike memutar matanya malas dengan ekspresi yang seolah berkata 'Lalu aku harus bagaimana?' "Apa kau sudah memeriksa ke tempat yang sudah aku tandai?" Kali ini Earl bertanya serius setelah menyikut perut Mike sedikit kuat. 

"Ouch! Sudah! Aku sudah mengeceknya dua kali! Itulah kenapa aku terlambat." Mike memegangi perutnya sambil sedikit merintih. Kekuatan sikutan Earl yang dianggap pelan olehnya itu amat teramat sakit yang dirasakan Mike "Aku cukup aneh juga melihat anak buah Arthur sebanyak itu malah bersantai disaat waktu transaksi sebentar lagi akan tiba." 

Seketika Earl membeku di tempat. Yang benar saja! Penyamaran mereka tidak terbongkar kan? Earl lantas menoleh ke belakang dan melihat tidak ada tanda-tanda sekumpulan paman idiot itu mengikuti mereka. 

"Mungkin mereka tim lain yang sedang berpatroli mengawasi sekitar... Tapi entah kenapa aku merasa instingku...." Earl tidak melanjutkan perkataannya lantaran bisa saja itu hanya pemikirannya saja. 

Mike sendiri berusaha menghitung jumlah pasukan Arthur yang ia lihat di lokasi transaksi. Karena sungguh aneh jika mengerahkan pasukan sebanyak itu hanya untuk berpatroli. Lagi pula mereka tidak berpencar. Memang wajar jika Earl khawatir saat ini. 

"Bagaimana pengamatanmu?" Earl menghempaskan rangkulan tangan Mike di pundaknya dan kemudian mengantongi kembali ponselnya. 

"Aku bisa mencium bau bubuk mesiu di sepanjang toko ini walaupun samar. Dan juga sebaiknya kita kembali dulu ke markas karena instingku sungguh berkata lain saat ini. Aku merasa kita seperti tengah diawasi dari kejauhan." Mike menghela nafasnya sembari menggeleng pelan. 

Tidak biasanya Earl bersikap pengecut seperti ini. Mungkin saja ada beberapa kelompok yang menargetkan Arthur untuk transaksinya kali ini. Tapi jika mereka tidak menyerang, sebaiknya mereka menunggu kelompok lain yang menyerang lalu mereka bisa mengambil keuntungan dari mereka. 

Lambatnya informasi dari pusat juga membuat mereka berdua serba salah. Mike memang merasakan banyak hal aneh, tapi ia takut peluang akan terbuang begitu saja jika mereka menyerah sekarang. 

"Ini dugaan terkuatku. Kita bertindak sekarang atau menunggu informasi dari pusat, keduanya tidak ada yang menguntungkan kita saat ini. Aku tahu Arthur sedang bersembunyi di suatu tempat di kota ini dan ikut mengawasi keadaan. Jika kita memanfaatkan keadaan ketika Arthur merasa dirinya aman, kita gunakan kesempatan itu untuk pergi dari sini." Kata Earl sembari memastikan waktu. 

Ia menoleh kesana kemari karena waktu transaksinya tinggal tiga menit lagi. Disaat genting itu pula rasanya kejanggalan yang terlihat semakin nyata. Kemana perginya anak buah Arthur? Earl langsung menarik lengan Mike untuk mencari tempat persembunyian. 

Mike menatap surai merah Earl. Jika memang kondisi saat ini tidak tepat untuk menangkap Arthur, mereka bisa tinggal sebentar sampai transaksi selesai sembari mereka menyerap informasi bukan? Untuk apa mereka pergi menjauh dari tempat ini? 

"Earl, ini bukan saatnya untuk jadi pengecut. Jika dugaanmu benar Arthur ada disekitar sini, peluang apalagi yang kita tunggu?" Tanya Mike sedikit gemas karena setelah ia lelah berpatroli seorang diri dan Earl meminta untuk kembali ke markas. 

Earl tidak menanggapi perkataan Mike dan tetap berjalan lurus sambil terus menarik Mike agar mengikutinya. Ia bukan pengecut. Hanya saja kekhawatirannya saat ini semakin menjadi-jadi saat ia menyadari betapa sepinya tempat ini. Terlalu sunyi padahal waktu baru menunjukkan pukul satu dini hari. 

Belum lagi bau bubuk mesiu yang semakin lekat di penciumannya membuat Earl dilanda kepanikan. Mike yang terus mengoceh itu hanya membuat kepekaan telinganya semakin sensitif. Sampai tiba-tiba Earl mendengar suara slide gun dari arah toko roti di seberang jalan. Earl dengan kuat mendorong Mike ke depan. 

"MIKE!" 

Dorr! Dor! Dorr! 

Dan puluhan peluru meletus memecahkan kaca toko roti itu dan menghujam ke arah mereka. Mike terlambat bereaksi dan untungnya Earl menyadari lebih dulu. Dengan cepat mereka segera berlari menghindari tembakan dan menyelinap ke dalam gang sempit di pinggir toko. 

Nafas Earl memburu sekali dan berlari mendahului Mike untuk memimpin jalan. Itulah kenapa bau mesiu tercium semakin kuat. Earl ingin sekali mengutuk kebodohannya. 

"Sialan! Sejak awal mereka sudah tahu!" Kali ini Mike memaki keras. Itulah kenapa instruktur selalu berkata untuk tidak bersantai-santai selama menjalankan tugas. Beruntung Earl memiliki pendengaran yang bagus. 

"Bodohnya aku tidak menyadari dengan cepat saat bau bubuk mesiu itu tercium kuat. Dari tadi instingku berteriak ada sesuatu yang tidak beres disini!" Earl melompati beberapa bag sampah di gang kecil itu. 

Ia berkali-kali hampir terpeleset karena jalan di gang sempit itu licin setelah hujan mengguyur. Tapi yang ajaibnya, mereka tetap bisa berlari dan memanuver kelincahan kaki mereka saat berbelok. Earl tidak tahu saja bahwa Mike berlari sekuat yang ia bisa karena berusaha mengimbangi langkah kaki Earl yang tidak manusiawi itu. 

Earl sempat bernafas lega saat anak buah Arthur tidak sanggup mengejar mereka. Ia harus membawa Mike menjauh dari tempat ini dan mencari persembunyian sementara sebelum Arthur mengepung mereka. 

Tapi harapan itu pupus saat tak sengaja Earl mendongak dan melihat beberapa orang berdiri di depan jendela. Demi tuhan! Jantung Earl hampir copot saat melihat mereka melompat dari lantai dua lalu menembaki mereka. Earl berdecak kasar. Mana ada orang segila dan seniat itu untuk mengepung dua orang mata-mata. 

Memangnya mereka James Bond? Earl berdoa saja semoga kaki mereka patah karena melompat dari lantai dua. Kasihanilah dua kelinci tak berdaya ini. Batin Earl langsung merogoh pistolnya dari saku belakangnya. 

"Mike! Berpencar!" Mike langsung mengangguk dan menangkap pistol yang dilempar Earl padanya. 

Mereka pun berpencar dan langsung mengacaukan rencana anak buah Arthur. Earl tidak berharap Mike atau dirinya tertangkap karena sudah pasti nyawa mereka akan melayang. Ia sekarang memegangi dadanya karena mulai kehabisan nafas. Earl tertawa dalam hati karena akhirnya ia bisa berlari membabi buta seperti ini di tengah malam musim dingin. 

"Arthur berengsek! Lihat saja kau nanti!" Earl menyempatkan diri untuk memoles lidahnya memaki dan menyumpah serapahi Arthur sampai puas. 

Tidak ada informasi dari pusat, kota mendadak sepi dan mereka berdua sukses masuk ke dalam perangkap. Entah bagaimana caranya Earl menghubungi pusat untuk meminta bantuan mengingat ia mengambil nafas saja susah. 

Earl terus berlari dan berhasil bersembunyi di semak-semak saat ia berhasil keluar dari gang sempit itu. Tanpa pikir panjang lagi, Earl mencongkel jendela rumah itu dan masuk tanpa permisi ke dalam rumah. Masa bodoh dengan tata krama. Ia sedang dalam kondisi tercepit sekali saat ini. 

Ia berjalan mengendap saat kakinya tak sengaja membawanya ke dalam dapur kecil. Disana Earl langsung meraih pisau dapur sebagai senjata pertahanannya. Ia tidak lupa memeriksa sekitar dapur barangkali ada senjata lain seperti pistol misalnya. Tapi ternyata tidak ada. Hanya ada garpu dan sendok bahkan pisau steak. 

"Aku sudah tidak bisa lagi menghubungi pusat karena ponsel sial ini." Gumam Earl yang menatap ponselnya yang sudah pasti telah disadap tanpa ia sadari. Arthur sialan! 

Earl lalu meletakkan ponsel itu di dekat kompor dan kemudian menyalakan api kompor. Berharap ponsel itu tidak meledak dalam waktu dekat sebab suara ledakannya sudah pasti akan memancing anak buah Arthur. 

Sambil meringis tidak rela, Earl meratapi ponselnya. Padahal itu ponsel baru tiga hari ia gunakan. Toko penjual ponsel senang sekali setiap kali Earl datang. Sialnya dalam sebulan ini ia sudah tiga kali mampir kesana dengan permasalahan yang sama. 

Earl kemudian berjalan mengendap menuju ruang tengah. Rumah ini terlalu sedikit furniture sampai Earl sedikit sulit untuk bersembunyi. Tapi ketika Earl berbalik mengitari lemari, matanya membelalak kaget sekali. 

Seorang pria berdiri membelakanginya di depan jendela.

avataravatar
Next chapter