26 Fake Wedding: 22- Goodbye (Part 1)

Oke ini adalah bab terpanjang yang pernah aku tulis. aku sendiri bingung dan takut kalau di bab ini engak dapet feelnya maklum buatnya sampe jam 3 subuh itupun belum selesai dan di lanjutin lagi jm 6 hehehe.

oh iya berhubung bab ini panjangnya bukan main lebih dari 4550 kata jadi aku bakal bagi menjadi 2 part. Tapi tenang aja kok aku bakalan langsung publikasikan kedua part tersebut.

Ok yuk di baca aja dan jangan lupa tinggalkan comment kalian pada kolom komentar dan yang pasti jangan lupa kasih vote dan ulasanya. Happy reading Guys!!

*****

Waktu berlalu dengan cepat dan musim semi telah berganti menjadi musim gugur. Meskipun begitu aku dan Jimin tak akan pernah berubah.

Rasanya hatiku benar-benar senang. Mungkin apa yang selalu orang katakan bahwa kebahagian selalu datang pada akhir sama seperti sebuah penyesalan. Karena sampai hari ini dan detik ini juga tak ada masalah atau badai yang kembali menerpa rumah tangah kami.

Damai dan begitu tenang. Bahkan aku banyak menghabiskan waktu bersama Jimin pada setiap bulannya. Tapi di bulan kemarin Jimin benar-benar memberikan seluruh waktunya kepadaku. Dapat kuhitung berapa kali Jimin berangkat kekantor.

Sekitar 1 kali seminggu itu artinya Jimin menghabiskan 4 hari di kantornya dan 36 hari bersamaku. Kurasa itu terjadi karena kondisi kehamilanku yang telah memasuki bulan ke-5.

Jujur akupun tak tau jika pada bulan ke-5 kehamilan seorang wanita akan ada banyak hal yang dituntut dari seorang istri ke suaminya. Dan itu juga terjadi padaku, bahkan aku merasakan bagaimana rasanya ngidam dan mual hebat bahkan aku sampai tak bisa makan.

Semasa rentan itu Jimin selalu dapat kuandalkan. Pernah suatu malam di jam 2 subuh jika aku tak salah ingat, aku meminta Jimin untuk mencarikanku Toppoki langganan kami. Tapi saat sampai di sana penjual Toppoki itu tidak berjualan dihari aku mencarinya dan saat Jimin menanyakan pada beberapa penduduk yang lewat di sana ternyata penjual Toppoki itu sedang sakit.

Dan saat itu aku ingat bahwa aku menangis sambil merengek pada Jimin untuk mencarikanku Toppoki yang rasanya sama persis seperti yang dijual oleh penjual Toppoki langganan kami.

Padahal saat itu sudah jam 3 subuh, karena jarak tempat ini dan rumah kami itu sangat jauh. Tapi Jimin tak pernah mengeluh ataupun membentakku bahkan bersikap seperti engan mencarinya saja tak pernah.

Jimin hanya tersenyum tanpa marah sedikitpun. Padahal aku tau bahwa Jimin lelah karena dia mengurus banyak hal di kantornya akibat kedatangan investor baru.

Kalau tak salah ingat waktu itu aku dan Jimin berkeliling Seoul sampai jam 4.30 subuh dan itupun kami masih belum mendapatkan Toppoki yang mememilikki tekstur, rasa dan bentuk yang sama. Jujur saat itu aku kecewa tapi mau bagaimana lagi, sudah hampir seluruh tempat yang menjual Toppoki kami kunjungi tapi sayang semua itu tak sesuai selerahku.

Dan akhirnya aku dan Jimin pulang dengan tangan kosong tepat pada jam 5.45. Aku merasa bersalah sekali pada Jimin, karena setelah pulang ke rumah ia masih harus mengurusku yang munta-munta. Setelahnya jam 6 pagi Jimin sudah harus bersiap karena ia akan mengadakan rapat penting.

Untung saja rapat itu berjalan dengan baik, jika saja terjadi hal yang buruk pasti aku akan menyalahkan diriku sendiri karena telah menyusahkan Jimin. Tapi Jimin selalu mengatakan padaku bahwa aku tak boleh merasa tidak enak padanya, lagipula Jimin itu suamiku dan tugas suami saat seorang istri sedang hamil adalah merawat dan menjaganya dengan baik.

Bahkan Jimin mengatakan bahwa dia senang asal dia bisa membuat aku dan bayiku bahagia walaupun itu akan menyusahkan baginya.

Semua hal  itu masih berangsur sampai bulan ini, bulan dimana kandunganku akan memasuki waktu-6 bulan pertamanya. Tapi tidak buruk seperti bulan sebelumnya. Dan di bulan ini Jimin juga berjanji akan selalu menjagaku dan akan lebih banyak menghabiskan waktu bersamaku dan bayi kami.

"Aku akan menemani kemanapun kau inginkan?"

Kata Jimin seraya mengelus lembut perut besarku.

Kini aku dan Jimin sedang berada di taman belakang rumah kami. Banyak sekali daun  mapel yang berguguran di taman ini tapi itu malah menambah kecantikan taman ini.

Kulihat di sebrang bangku taman ini terdapat sebuah ayunan yang beberapa hari lalu baru di pasang oleh Jimin sendiri. Sebuah ayunan berwarna pink muda terpasang diantara dua pohon mapel yang terletak di sisi kanan dan kiri taman ini.

"Anak kita pasti akan suka bermain disana"

Ucap Jimin seraya menunjuk ayunan itu dan aku hanya mengangguk bahagia.

"Apa ada sesuatu lagi yang kau inginkan?"

Tanya Jimin seraya menatapku lembut

Aku sedikit berfikir singkat, sebenarnya tak ada yang kuingin saat ini. Tapi semakin aku melihat Jimin maka bayi di dalam perutku begitu menginginkannya.

"Aku ingin kau"

Jawabku sambil sedikit berbisik di telinga kanan Jimin.

Jimin langsing tersenyum lembut dan terkesan menggoda di hadapanku.

"Kalau itu, kau tak perlu memintanya, karena tanpa kau mintapun aku sudah menjadi milikmu dan selamanya akan menjadi milikmu"

Jawab Jimin seraya mencium bibirku lembut.

Hatiku sangat bahagia mendegar semua ucapan Jimin barusan. Dan kurasa bayi yang ku kandung juga sangat senang dan sangat antusias. Mungkin bayiku ini juga menginginkan agar ayahnya juga menciumnya.

Tapi semua hal itu tak perlu kuminta dari Jimin karena setelah ia mencium bibirku ia berangsur mencium perutku sambil berbisik lembut di sana.

"Aku bahagia karena bersamamu Jimin"

Ucapku dalam hati sambil masih menatap sosok Jimin yang tengah sibuk mengelus lembut perut besarku.

*

Kini aku dan Jimin sudah berada di dapur, entah kenapa aku sangat ingin membuat kue mangkuk coklat. Dan yang pasti Jimin selalu setia membantuku.

Mulai dari mengambilkan bahan-bahan, lalu menyiapkan semua peralatan yang kubutuhkan. Bahkan Jimin membantu memecahkan telur, menuang tepung, gula dan bahan-bahan lain lainnya.

Aku tertawa cukup keras saat kulihat wajah Jimin sekarang tercoreng dengan tepung yang baru saja ia buka. Tapi beberapa detik kemudian setelah kejadian itu Jimin malah dengan manja memintaku untuk menggelapi tepung yang ada di wajahnya.

Aku pun membersikan sisa tepung di wajah Jimin dengan tisu lembut yang saat ini ada di tanganku. Tapi dasaran Jimin yang terlalu nakal. Ia malam memoletkan tepuk itu ke wajahku sehingga hampir sebagian wajahku tertutupi oleh tepung.

Sejujurnya aku kesal pada Jimin yang dengan sengajanya melakukan  ini semua. Tanpa berkata-kata lagi akupun membalas perbuatan Jimin dengan menempelkan lebih banyak tepung di wajahnya. Bahkan sekarang aku merasa sedang membuat adonan kue di wajah Jimin.

Karena pipi Jimin yang begitu kenyal dan mulus, hampir mirip sebuah adonan kue. Jimin tidak mengelak ataupun membalas kembali perbuatan ku. Ia hanya menikmati setiap sentuhan ku dengan senyumnya.

Bahkan saat aku tak sengaja mengenai matanya dengan tepung, Jimin tak marah malah ia bersikap manja padaku dan memintaku untuk langsung meniupnya. Tapi orang bodoh mana yang hanya akan meniup mata orang yang terkena tepung.

Karena langkah terbaik adalah dengan membasuh mata menggunakan air mengalir. Kulihat Jimin mengedipkan matanya berkali-kali. Aku cukup takut jika itu akan membuat mata Jimin menjadi merah atau iritasi. Tapi untungnya mata Jimin baik-baik saja.

"Apa masih sakit?, Aku sungguh tidak sengaja"

Ucapku penuh penyesalan.

"Sebenarnya rasa sakitnya sudah hilang, hanya saja sepertinya aku butuh sebuah kecupan di mataku agar benar-benar sembuh total"

Jawab Jimin sambil mendekatkan wajahnya kearahku.

Wajahku sontak memerah karena merasa malu melihat wajah Jimin sedekat ini. Bahkan saat Jimin menutup matanya ia terlihat sangat seksi dengan bibir tebal dan mata indahnya.

Tanpa berfikir panjang lagi aku langsung mencium mata Jimin seraya mengatakan sembuh seperti anak kecil yang baru saja mengucapkan sebuah mantra penghilang rasa sakit.

Jimin tersenyum dan memamerkan gigi putih dan rapihnya di hadapanku. Bahkan mata Jimin terlihat semakin indah saat ia tersenyum karena matanya berbentuk sama seperti senyumnya. Dan lesung pipi Jimin yang berada di dekat sudut bibir kanannya semakin membuat Jimin terlihat menawan.

"Kau sangat cantik Sena, dan aku mencintaimu setiap harinya"

Ucap Jimin, sejujurnya aku sudah terbiasa mendengar itu.

Mengigat Jimin yang selalu saja mengucapkan kalimat itu di setiap harinya dan di setiap kesempatan. Tapi anehnya hatiku masih saja berdebar-debar saat mendengar hal itu.

Mungkin karena kata-kata itu keluar dari mulut pria yang paling kucintai di dunia. Karena itulah jantungku selalu saja berdebar. Kurasa jantungku mulai aneh saat aku bersama Jimin. Dan aku suka rasa ini. Rasa yang selalu membuatku begitu berarti dan berharga di mata Jimin.

Kembali aku menyuruh Jimin untuk membantuku untuk membuat kue mangkuk. Semuanya berjalan lancar sampai kepada tahan yang saat kulihat Jimin terlihat begitu payah melakukannya.

Tapi terkesan lucu, karena Jimin sama sekali tidak bisa memasukan wadah standlist itu kembali kedalam mixser. Aku pun segera membantu Jimin setelahnya kulihat Jimin ber-oh ria di samping diriku. Terlihat seperti anak kecil bukan?, Tapi aku menyukainya.

Akhirnya kue mangkuk itu telah selesai di panggang. Dan saat aku ingin mengambilnya Jimin malah melarang ku dan menawarkan dirinya untuk mengambilkan kue mangkuk itu keluar dari oven.

Aku pun hanya menurut, karena tak ingin menjadi istri seperti dulu yang terlalu banyak menuntut dan membantah pada Jimin. Kue mangkuk itu akhirnya telah berada di atas meja. Dan sekarang adalah giliranku untuk menyelesaikan pembuatan kue mangkuk ini.

Kuhias setiap kue mangkuk ini dengan sangat cantik, tapi saat aku sedang melakukannya Jimin bersikeras juga ingin menghias kue. Mau tak mau aku memberikan krim itu kepada Jimin meskipun sedikit ragu tapi semua keranguanku terjawab saat kulihat hasil hiasan Jimin pada kue mangkuk itu.

Cukup cantik meski tak secantik buatanku. Tapi untuk seorang pemula seperti Jimin kurasa itu lumayan.

"Bagaimana aku siapa yang bisa diandalkan bukan?"

Tanya Jimin seraya membanggakan dirinya sendiri tak lupa senyum malaikatnya juga ikut ia sungguhkan padaku.

Aku hanya mengangguk perlahan  seraya mencubit kedua pipi Jimin kemas. Dan itu berhasil membuat wajah Jimin terlihat cukup aneh tapi sayangnya ia masih terlihat tampan.

Kurasa aku benar-benar mendapatkan suami yang sangat tampan. Meskipun aku menarik pipinya lebar seperti saat ini, Jimin masih bisa terlihat tampan. Tapi kalau aku, jangan membayangkannya karena aku sudah otomatis akan terlihat jelek.

Ingat jangan dibayangkan karena jika aku sampai tau kalian membayangkannya maka aku pastikan bahwa aku tak akan mau lagi berbagi kisahku ini.

Setelah membereskan dapur seperti mencuci peralatan kotor, menyimpan semua bahan-bahan sisa dan menata kembali semua peralatan. Aku dan Jimin berangsur ke kamar untuk membersikan diri.

Sesampainya kami dikamar Jimin malah dengan manja mengajakku untuk mandi bersama. Dan aku langsung menolaknya mentah-mentah dan berangsur secepatnya ke kamar mandi dan buru-buru mengunci pintu kamar mandi.

Aku masih bisa mendengarkan beberapa panggilan Jimin di bilik kamar mandi itu, tapi aku tak peduli. Meskipun aku tau bahwa wajar jika sepasang suami istri mandi bersama. Tapi aku pasti tak akan tahan dengan pesona Jimin yang sangat menggoda.

Hanya butuh waktu 20 menit lebih bagiku untuk selesai dari aktivitas mandiku. Setelahnya aku keluar dari kamar mandi sambil mengacak rambut basahku dengan handuk putih yang saat ini aku pegang.

Belum sempat aku berjalan menuju kemeja rias, bahkan saat kakiku baru saja menginjakkan kaki di atas karpet ini. Jimin sudah berada di hadapanku sambil menatapku dengan lekat.

"Aku suka aroma tubuhmu Sena"

Bisik Jimin di samping telingaku dan itu membuat sensasi aneh datang menyeruap diriku.

Ini sudah hal biasa yang Jimin katakan di setiap aku selesai mandi. Dan kurasa aku lebih sering mendengar kalimat itu saat Jimin lebih sering menghabiskan waktunya di rumah seperti  beberapa bulan terakhir ini.

Aku bersyukur dan sangat ingin berterima kasih pada Jimin, karena ia telah meluangkan banyak waktunya untukku dan anak kami. Meskipun Jimin begitu terlihat sangat lelah dengan pekerjaannya yang kurasa sangat menumpuk.

Mengingat jika Jimin ini adalah CEO  di perusahan yang ia bangun sendiri. Dan kurasa itu tak akan muda. Karena CEO biasanya memiliki tanggung jawab yang begitu besar untuk mengembangkan dan membuat agar perusahannya semakin hidup.

Jika dilihat dari perkembangan perusahan Jimin, siapapun pasti akan tau jika Jimin telah berhasil melakukan semua itu. Dan pencapaian yang dilakukan oleh Jimin ini merupakan murni hasil usahanya sendiri.

Meskipun ada beberapa hal yang ia peroleh dari memenangkan taruhan. Ngomong-ngomong soal taruhan, sepertinya taruhan itu telah berakhir. Karena sampai saat ini, aku tak merasa diteror lagi dan tak ada masalah apapun yang menerpa pernikahan kami.

Rasanya seperti pernikahan kami ini berjalan secara normal sebagaimana mestinya. Dan sangat damai sampai membuatku sedikit takut dengan semua kedamaian ini.

Maklum selama aku menikah dengan Jimin dulu,dan saat aku sama sekali tak mengetahui apapun mengenai taruhan itu. Aku merasa hidup dalam ambang kematian, sehingga membuatku begitu penasaran sekaligus begitu takut untuk mengetahui semua kebenaranya.

Tapi sepertinya aku sudah bisa menerima segala hal mengenai kebenaran itu, dan mungkin rasa kesal dan benciku terhadap kebenaran itu telah berangsur hilang. Bahkan aku sampai lupa jika Jimin pernah melukai hatiku, perasaanku dan cintaku melalui taruhan bodoh itu.

*

Aku dan Jimin sekarang sedang berada diatas ranjang. Dan saat ini aku sedang memasangkan masker wajah di wajah Jimin. Sungguh aku sangat bahagia sekali bisa menghabiskan banyak waktu seperti ini bersama Jimin.

Dan aku sangat berharap kelak aku dan Jimin masih bisa menghabiskan waktu seperti saat ini terus sampai kami tua. Bahkan saat Jimin sedang sibuk dengan pekerjaannya aku sangat ingin Jimin agar bisa meluangkan waktunya untuk bisa bermain bersama anak kami.

Kurasa tak perlu di mintapun Jimin pasti akan langsung melakukannya dengan senang hati. Karena belakangan hari bahkan Minggu ini Jimin selalu saja mencari tau atau lebih tepatnya  belajar beberapa hal.

Mengenai bagaimana menggendong bayi yang benar, mengganti popok, membuat susu, meniduri bayi, menyuapi bayi dan hal mendasar lainnya. Bahkan Jimin juga mencari tau dan mengumpulkan semua informasi penting dalam mengurus bayi.

Seperti menepuk pundak bayi perlahan sebanyak 3 kali setelah ia minum susu agar bayi bisa bersendawa. Lalu bagaimana caranya membantu bayi agar bisa merangkak.

Aku sempat tertawa riang saat memergoki Jimin mencari tau semua hal itu. Padahal aku yang ibunya saja belum berfikir sampai sejauh itu . Tapi aku acungi jempol untuk Jimin karena telah siap dan benar-benar siap menjadi seorang ayah.

"Apa yang kau tertawakan?"

Gumam Jimin tak jelas, saat mendengar celah tawaku yang melesat begitu saja.

"Tidak ada"

Jawabku singkat lalu meminta agar Jimin tak banyak bicara karena itu bisa merobek masker wajahnya.

Setalah menunggu 15 menit aku langsung segera menyuruh Jimin untuk membilas wajahnya. Selang beberapa detik Jimin kemudian keluar dari kamar mandi dan wajahnya menjadi begitu bersinar.

"Kau tambah tampan Jimin"

Ucapku memuji sambil tersenyum manis diatas kasur ini.

"Wajah tampanku akan menurun dianak kita"

Ucap Jimin seraya mengelus lembut perutku.

Aku melongo saat mendengar ucapan Jimin barusan. Apa Jimin lupa jika bayi yang kukandung ini adalah perempuan?.

"Bayi kita perempuan bukan laki-laki"

Ucapku cemberut.

Kulihat Jimin tersenyum cukup lama sebelum akhirnya ia mendudukkan dirinya di hadapanku sambil menatapku dengan senyum manisnya

"Aku tau, tapikan wajah anak kita nanti akan menjadi perpaduan dari wajahku dan wajahmu"

Ucap Jimin seraya tersenyum manis.

Aku juga ikut tersenyum saat mendengarkan itu. Membayangkannya saja sudah membuat hatiku senang apalagi saat aku nanti melihat bayi kami lahir. Pasti akan sangat mengemaskan dan lucu bahkan ia akan memiliki lesung pipi seperti Jimin.

"Anak kita akan mengambil wajah kecilku, lalu ia akan mengambil mata indahmu, hidung mancungmu, lesung pipimu, dan terakhir bibi tipisku"

Kataku seraya berpura-pura mengambil satu persatu alat indrah yang baru saja aku sebutkan tadi dan menempelkannya di perutku.

Sebenarnya aku lebih ingin agar bayiku ini lahir dan mengambil semua bentuk wajahku. Tapi aku malu mengakui jika hidungku tak begitu mancung seperti Jimin, mataku juga tak seindah mata Jimin. Tapi untuk bibir dan wajah kurasa anakku harus menuruni hal itu dariku.

Meskipun begitu aku dan Jimin pasti akan bersyukur apapun penampilan bayi kami nanti. Karena aku yakin bayi kami pasti akan memiliki kombinasi wajah diriku dan juga Jimin.

***

Siapa dari kalian yang baca ini tawa-tawa sendiri. Gimana baper engak dengan kelakuan Jimin dan sena?. Apa kalian suka jika Jimin dan Sena akur kayak ini?.

Bab 22- Goodbye (part 2) bakalan di update sebentar lagi. karena masih ada beberapa hal yang perlu di perbaiki jadi di cek aja terus hehhee. palingan jm 8.30 atau 8.45 atau jm 9 sudah update kok yang part 2 nya jadi ditunggu ya

avataravatar
Next chapter