6 Pesona Rega

Sebuah kenyataan yang sangat tidak logis, namun memang benar, seperti itu keadaannya.

"Lalu, bagaimana dengan band yang kalian maksud?" tanya Aldy.

"Sejak mereka berpisah, Hans memutuskan untuk membentuk band baru dan pisah dengan kami. Dia mendapat personel yang lebih hebat dari personel yang ada pada band kami. Bahkan ia juga menemukanmu, seorang seniman multitalenta yang sudah lebih dulu direkrut untuk masuk ke dalam band nya, sebelum kamu masuk ke dalam divisi musik," jawab Ferdinan, lagi-lagi memberikan pemaparan kepada Aldy.

"Kalau seperti itu keadaannya … aku bisa saja menolak untuk bergabung dengan. band nya. Aku akan bergabung dengan band kamu dan juga Rea."

"Jangan Al, tetaplah berada di band Hans," sanggah Ferdinan.

"Tapi aku temanmu, teman Rea. Bukan Hans."

"Diluar band Hans, kamu memang temanku dan juga teman Rea. Tetaplah berada di band Hans, Al."

Aldy mengangguk, akhirnya mengiyakannya.

***

"Rea! Ada teman kamu!" panggil sang Mama.

Rea masih belum masuk kuliah, karena kondisinya belum membaik. Masih demam dan juga keluhan pusingnya masih saja dirasa hingga kini.

Rea menapakkan kakinya di atas lantai, beranjak dari tempat tidurnya, melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Ia menuju ke ruang tamu rumahnya, melihat Ferdinan dan juga Aldy yang datang menjenguknya.

"Kalian … aku pikir siapa," gumam Rea, ikut duduk bersama mereka di sofa yang tersedia di ruang tamu rumahnya.

"Ini kami bawakan kamu susu. Aku tahu, kamu tidak suka makan apapun saat sedang sakit dan terus-terusan meminum susu untuk memberikan energi. Jadi, aku dan Al memilih untuk membawakanmu susu saja," ujar Ferdinan, membukakan bungkusan belanjaan yang berisi empat kotak susu berukuran 1 liter.

"Susu … tapi tidak sebanyak ini juga, Fer … terima kasih, ya … hanya kalian yang peduli dan datang menjengukku," tutur Rea.

"Teman kelas, apa tidak ada yang menjenguk?" tanya Aldy.

Rea tersenyum menggelengkan kepalanya.

"Rea ini sebatang kara di kampus. Maka dari itu, mulai sekarang, luangkanlah waktu untuk menemani Rea makan siang, ke perpustakaan. Kalau aku, sedikit sulit, karena—"

"Ada kekasih baru," sahut Rea.

"Tahu saja! Ah, kamu memang paling mengerti aku. Tapi semua juga tahu, sahabatmu hanya aku. Aku masih bisa meluangkan waktu untuk menemanimu, jika si dia tidak meminta ditemui."

"Jangan lupa, traktiran kalau sudah resmi," ujar Rea.

"Tenang saja. Sate kambing akan meluncur untuk kalian berdua dalam waktu dekat ini."

Benar.

Jika bukan Ferdinan, Rea benar-benar tidak memiliki teman. Seorang introvert seperti Rea hanya bisa berteman dengan orang-orang yang dianggapnya sudah sangat cocok. Kini temannya bertambah satu, Aldy.

***

Rea berhadapan dengan Rega, mahasiswa keren yang sangat populer di kampusnya. Direkomendasikan oleh Hans, menjadi wakil ketua divisi musik, untuk mendampingi Rea.

"Boleh saja. Mulai sekarang, kita akan bekerja sama selama satu periode," tutur Rea.

Rega melangkahkan kakinya, semakin dekat dengan Rea. Hampir tidak ada jarak di antara mereka.

"Di luar pembahasan musik … apa kita masih bisa bekerja sama?" tanya Rega.

Deg!

"Ciieee …."

Sorak teman-teman yang tergabung dalam divisi musik, melihat Rega yang sedang tebar pesona pada Rea.

"Sayangnya, kita tidak satu jurusan, Rega," balas Rea, begitu dingin.

Rea berpaling, menghampiri teman-temannya –Ferdinan dan Aldy-.

Sementara itu Rega hanya diam dengan tangan bertolak pinggang dan menggelengkan kepalanya.

'Bisa-bisanya, wanita sepertimu di sia-siakan oleh Hans,' batin Rega merasa tidak tega dengan Rea yang terluka karena cintanya.

"Rega! Ayo bergabung!" seru Ferdinan memanggil Rega.

Tatapan Rega tertuju pada Rea, yang kini sedang menoleh ke arahnya dan memberikan senyuman yang begitu manis untuknya.

Rega menurut, ikut bergabung bersama mereka.

"Aku yang akan mengantarmu pulang malam ini," ucap Aldy, terdengar jelas di telinga Rega.

"Nanti makan malam di rumahku saja. Kamu juga berjanji ingin membantu mengembalikan dataku yang hilang di flash disk, bukan?" balas Rea.

"Rea!" panggil Rega, dengan sengaja menyela pembicaraan Rea dengan Aldy.

"Hm?" tanya Rea bergumam dan menoleh ke arahnya.

"Akhir pekan ini, boleh aku ke rumah kamu?" tanya Rega, terus mencari alasan untuk bisa dekat dengan Rea.

"Untuk?"

"Membahas program kerja selama satu periode ini."

"O—ouh … boleh saja. Nanti aku berikan alamat rumahku."

"Selesai latihan, aku akan mengantarkan kamu pulang, bagaimana? Agar aku tahu rumah kamu," tanya Rega memberikan tawaran.

"Hari ini? T—tapi—"

"Tidak apa-apa, Re … besok atau lusa aku akan ke rumah kamu," timpal Aldy.

"Lusa aku akan membahas program kerja dengan Rea," sahut Rega, tidak mau kalah.

"Kalau begitu, besok aku akan ke rumah kamu, Re," tutur Aldy.

Rea tersenyum dan mengangguk, senang.

***

Mobil Rega menepi tepat di depan rumah Rea. Rea bergegas melepas seat belt nya, agar lekas keluar dari mobil Rega.

"Rega, teri—"

"Kalau kamu butuh teman, kamu bisa hubungi aku," ucap Rega memotong ucapan Rea.

"Hm? B—butuh, teman?" tanya Rea, bingung.

Tangan Rega mengusap lembut kepala Rea, seraya melontarkan senyum kepada wanita yang kini tengah tertegun menatapnya.

"Jika Ferdinan dan Aldy tidak memiliki waktu untukmu, aku bisa menemanimu, Re," lanjut Rega.

Rea tersenyum, memalingkan pandangan matanya, tidak ingin terpesona dengan ketampanan dan juga perhatian yang diberikan oleh Rega untuknya.

"Istirahatlah. Lusa aku akan datang lagi ke rumahmu," ujar Rega, kini tangannya sudah berada pada kemudi.

"Terima kasih, Ga … untuk lusa, aku akan memberi kabar, jam berapa kamu bisa datang," tutur Rea.

"Iya …."

Rea segera keluar dari mobil Rega dan kembali menutup pintu mobil itu. Ia melambaikan tangan untuk Rega, sebagai tanda perpisahan untuk malam itu.

Rea menunggu mobil Rega benar-benar berlalu, kemudian ia masuk ke dalam rumahnya.

Dengan jantung yang masih berdebar, Rea senyum-senyum sendiri menuju ke kamarnya.

Seperti biasa … tidak segera mandi dan makan malam. Rea memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan mata yang terus menatap langit-langit kamarnya.

Bibirnya membentuk bulan sabit. Senyuman itu untuk Rega, yang telah membuat jantungnya berdebar begitu kencang.

"Kapan ya terakhir kali jantungku berdebar seperti ini? Debaran ini persis seperti saat aku bertemu pertama kali dengan Aldy di rooftop. Apa itu tandanya, Rega akan menjadi sahabatku juga, sama seperti Aldy saat ini?' gumam Rea sembari menunjukkan rautnya yang seolah sedang berpikir.

Rea mengakui, kalau pesona Rega memang sangat berpengaruh. Apalagi Rega adalah mahasiswa yang sangat popular di kampusnya. Kini pria tampan itu, menjadi pasangannya untuk mengukuhkan divisi musik selama satu periode.

'Mengingat pesona Rega … aku benar-benar melupakan, kalau hatiku masih memiliki bekas luka karena Hans ….'

avataravatar
Next chapter