16 Hans yang Pengecut

"Aldy bilang, bagaimana kalau dia mendekati Tika?"

"Tika?!" tanya Rea, matanya membelalak.

"Iya, sepertinya aku akan mendekatinya, Re. Bagaimana?"

***

"Lalu, apa yang ingin kamu bicarakan padaku sehingga membawaku ke taman ini?"

"Aku tidak tahu," jawabnya.

"Tidak tahu?!"

"A—aku ingin memberikan ucapan selamat padamu, Rea …."

"Oh, ya? Yakin, hanya hal itu saja?"

"Re—"

"Katakan jika kamu masih saja cemburu, Hans."

Hans diam, menatap Rea yang terlihat tidak menyukai cara Hans yang seperti pengecut.

Rea membuang pandangannya dan memilih untuk menunggu, apa yang akan diutarakan oleh Hans, apa alasan klasik yang akan dilontarkan oleh Hans.

"Rea … maaf jika kamu masih tidak terima mengenai hal tersebut. Maaf jika aku tidak bisa mengingat kenangan seperti yang pernah kamu katakan dulu … tapi … aku benar tidak bisa mengingat apapun tentangmu," ujar Hans.

Rea tersenyum, maju satu langkah mendekat pada Hans. Ia menengadahkan kepalanya dan menatap Hans dengan tatapan tegas.

"Aku sama sekali tidak peduli lagi perihal itu. Dan aku minta, kamu tidak perlu ikut campur lagi apapun itu urusanku. Termasuk memberikan selamat kepadaku atas jadinya hubunganku dengan Rega. Aku juga hanya ingin kita berhubungan sebatas organisasi saja, tidak lebih," ujar Rea, kemudian berlalu meninggalkan Hans.

Langkah kaki Rea tidak beraturan dan ia juga tidak memperhatikan jalan sehingga dengan tidak sengaja ia menabrak seseorang.

Brrruuugh!!!

"Ups! Sorry!" ucap Rea, merasa bersalah.

"Rea?"

Rea menoleh, itu adalah Rega.

"Rega …."

"Kamu baik-baik saja?" tanya Rega yang tak lain adalah kekasihnya.

Rea mengangguk, memastikan kalau dirinya memang baik-baik saja.

Rea meminta pada Rega untuk menemaninya menuju ke kelas. Hati dan pikirannya benar-benar sedang kacau dan ia juga menjadi orang yang tidak punya pendirian.

Selama perjalanan menuju ke kelas, Rea hanya diam dan tidak berkata sama sekali. Membuat Rega menjadi khawatir pada Rea yang menunjukkan kalau dirinya sedang tidak baik-baik saja. Rega meraih tangan Rea dan berusaha untuk menggenggamnya. Ia ingin membantu Rea untuk memberikan ketenangan.

"Rega, ini di kampus," ucap Rea, melepaskan tangannya dari genggaman Rega.

"Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, katakan saja … aku tidak ingin kamu seperti ini, Rea …."

"Rega … aku baik-baik saja," ucap Rea, memastikan dan meyakinkannya lagi kepada Rega.

"Rea, aku ini kekasihmu. Bukan hanya pajangan yang bisa kamu pamerkan. Jangan sungkan untuk mengatakan apapun yang mengganggu pikiranmu."

***

Rea duduk di balkon rumahnya, memandang atap rumah para tetangga yang menjadi pemandanganya sore ini. Ia memilih untuk pulang lebih awal dan tidak hadir pada rapat organisasi karena ia tidak ingin bertemu dengan Hans dan jua Aldy.

Rea menghela napasnya, merasa hati dan pikirannya sangat kacau, tidak tahu apa permasalahannya. Ia benar-benar tidak tahu apa yang diinginkan dirinya sendiri.

Flash back

"Aldy bilang, bagaimana kalau dia mendekati Tika?"

"Tika?!" tanya Rea, matanya membelalak.

"Iya, sepertinya aku akan mendekatinya, Re. Bagaimana?"

***

Flash back off

"Rea?" panggil sang mama, menyadarkannya dari lamunan.

Rea menoleh dan memberi anggukkan.

"Ada yang mencarimu," ujar sang mama, kemudian berlalu.

Rea berdiri dari tempat duduk dan menoleh ke arah bawah. Ia melihat ada mobil Rega yang terparkir di depan rumahnya.

Rea tersenyum, merasa kalau kekasihnya lebih memahami apa yang ada dihatinya. Seharusnya, sore ini ada rapat yang harus dihadiri oleh Rea atau jika Rea tidak bisa, Rega harus mewakilinya. Tetapi sepertinya usai rapat Rega langsug pergi menuju ke rumah Rea.

Rea melangkahkan kakinya menuruni anak tangga untuk menuju ke ruang tamu yang berada di lantai dasar rumahnya. Ia menemui Rega yang sedang berdiri menghadap dinding, melihat lukisan yang ada di ruang tamu rumah Rea.

"Rega?" panggil Rea, melangkah semakin dekat pada Rega.

Rega menoleh dan menghadap pada Rea dan cukup kaget ketika kekasihnya itu langsung mendekapnya erat.

"Re?" panggil Rega, heran.

"Biarkan seperti ini, Rega … kamu bisa membuatku merasa nyaman dengan seperti ini," ujar Rea, tetap ingin berada dalam dekapan Rega.

Rega membalas dekapan Rea dan juga memberikan kecupan pada kepala Rea, sebagai tanda sayangnya pada sang kekasih.

"Kamu benar baik-baik saja?" tanya Rega.

"Aku bertemu dengan Hans," jawab Rea.

"Hm? Lalu?"

"Dia mengajakku ke taman. Alasannya karena ingin mengucapkan selamat kepadaku atas jadinya hubungan kita. Lalu ia membahas mengenai ingatannya yang hilang. Dia tidak bohong dan benar-benar tidak bisa mengingat masa lalu kamu," papar Rea.

Rega diam, merasa kalau Rea belum sepenuhnya berhasil melupakan Hans. Ia tersenyum, menguatkan hatinya.

"Aku tidak peduli, Rega … aku tidak peduli," ujar Rea, dengan nada sedikit emosional.

"Hm? Maksud kamu?"

Rea melepas dekapannya dan kemudian menengadah, menatap Rega.

"Aku tidak peduli ia mengingatnya atau tidak. Tapi yang pasti, aku tidak ingin berada di dekatnya lagi. Aku memintanya untuk tidak lagi mencampuri urusanku. Aku dan dia, hanya boleh berkomunikasi dalam organisasi saja, selebihnya tidak," lanjut Rea.

"Mengapa? Meski hubunganmu dan Hans sudah berakhir, tidak sepantasnya kamu dan dia bermusuhan, Rea …."

"Karena aku hanya ingin ada kamu di dalam hidupku, Rega," ucap Rea.

Rega tersenyum, lega dan juga merasa senang dengan apa yang dikatakan oleh Rea. Ia membelai rambut Rea dengan begitu lembut dan tangannya berhenti pada dagu Rea. Rega menunduk mendekatkan wajahnya pada Rea.

"Rea! Berikan Rega minuman dan juga camilan!" seru Mama Rea dari dapur.

Rea dan Rega berpaling, terkejut dengan suara Mama Rea.

"A—aku ambilkan minuman dan camilan sebentar, ya," ucap Rea salah tingkah, ia segera berlalu dan menuju ke dapurnya untuk mengambilkan minuman dan juga camilan untuk sang kekasih.

Ia masih merasakan getarannya, jantung yang berdetak cepat dengan aliran darah yang mengalir begitu deras. Apa yang baru saja ia lakukan bersama Rega, membuat Rea menjadi salah tingkah.

'Mama kenapa memanggil disaat yang tidak tepat?' batinnya menggerutu.

Ia membawakan segelas syirup orange dan juga biskuit yang dibawanya dengan sebuah nampan. Rea kembali ke ruang tamu dan melihat Rega sudah duduk di sofa. Ia meletakkan nampan berisi minuman dan camilan itu di atas meja dan Rea segera duduk bersebelahan dengan Rega, tanpa jarak.

Rega meraih tangan Rea dan menggenggamnya dengan erat. Rea masih menunduk, ia merasa malu dengan kejadian yang sebelumnya.

"Tidak apa-apa," bisik Rega dan membuat Rea menoleh padanya.

"Hm?!"

Rega terkekeh melihat raut Rea yang terlihat bingung.

"Terima kasih untuk minuman dan biskuitnya, ya," ucap Rega.

"I—iya … sama-sama."

Rega kembali menarik dagu Rea dan membuat Rea membesarkan matanya.

Ibu jarinya menyentuh lembut bibir Rea dan Ia kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Rea. Bibir mereka sudah berjarak dengan sangat tipis dengan mata keduanya yang sudah dipejamkan.

Ciuman pertama Rea telah ia berikan pada Rega sore itu, dengan perasaan yang benar-benar tulus bisa menerimanya.

avataravatar
Next chapter