4 Cincin untuk Lamaran

"Kamu masih saja tidak mengingatnya, Hans …," ucap Rea, tidak mampu lagi menutupi rasa kecewanya.

"Mengingat apa, Re? Aku tidak hilang ingatan!"

"Kalau kamu tidak hilang ingatan, mengapa kamu melupakanku?! Mengapa kamu tidak mengingat hubungan kita?! Saat kecealakaan, kamu sama sekali tidak kehilangan akal dan ingatanmu. Tapi … mengapa saat—"

"Aku tidak mengenalmu, Rea!!!"

***

Flash back

Rea dan Hans.

Sepasang kekasih yang berawal dari sahabat. Keduanya adalah personel dalam satu band, yang kerap mengisi kegiatan dan acara besar di kampus. Pasangan itu sangat fenomenal, karena keduanya kerap bersama dan hanya berpisah saat masuk kelas, karena jurusan mereka yang berbeda.

Saat itu, keduanya tengah bertengkar di loby kampus dan Rea meminta untuk mengakhiri hubungan mereka, Hans justru menarik jari manis tangan kiri Rea dan mengikatnya dengan sebuah karet gelang.

"Hans! Peredaran darahku bisa berhenti!" gerutu Rea, masih kesal dan semakin kesal dengan tingkah Hans, kini.

"Rea … will you marry me?"

"Haa?!"

"Kamu bisa tidak, diajak romantis? Sebentar saja …," ucap Hans yang sebenarnya juga kesal, karena Rea tidak bisa mendapat perlakuan romantis.

"Hans?!"

"Aku sedang melamar kamu, Rea …."

"Pakai karet gelang?"

Hans berdecak kesal.

Ia berdiri dan menarik Rea agar ikut berdiri dan mengikuti langkahnya.

"Kamu ingin mengajakku kemana lagi?!" gerutu Rea.

"Toko emas," jawab Hans.

"Untuk apa?"

"Membeli cincin."

"Cincin, untuk?"

"Cincin untuk melamar kamu, Rea …."

Blush!

Rea diam seketika. Tidak mampu berkata dan mengelak apapun lagi. Sebuah kata lamaran yang keluar dari mulut Hans adalah sebuah hal yang sangat diinginkan oleh Rea.

Rea adalah seorang wanita yang paling tidak suka memiliki hubungan terlalu lama dengan pasangan. Jika pasangannya belum memiliki niat untuk serius dengannya, sudah pasti ia akan meminta untuk mengakhirinya.

'Untuk apa menjadi pasangan kekasih terlalu lama. Kalau pada akhirnya harus berakhir. Hubungan itu untuk ke jenjang yang serius, bukan hanya sekedar dijalani bertahun-tahun seperti cicilan mobil.'

"Ka—mu?"

"Aku ingin menikah denganmu, Rea. Hari ini, aku akan melamarmu, menemui orang tuamu."

"I—ini terburu-buru namanya," sanggah Rea, sebenarnya tidak ingin menolak.

"Aku tidak ingin kamu meminta hubungan kita berakhir. Kita sudah terlalu sering bertengkar karena hal tidak penting. Kalau kamu sudah menjadi milikki seutuhnya, tidak perlu lagi kamu cemburu pada Ilona dan aku juga tidak perlu cemburu pada pria yang terus dan terus mengirimkan pesan padamu. Kamu istriku dan aku suami kamu. Paham?"

Rea hanya mengangguk, mengiyakannya agar Hans tidak terlalu banyak mengoceh.

Rea sudah kepanasan karena terjemur di bawah sinar matahari.

***

Flash back off

"Re … Papa kamu sudah menjemput," panggil Aldy yang masih berada di sisinya, sejak tadi.

Rea membuka matanya, melihat keadaan sekitar. Ia berada di ruang organisasi, dimana banyak mahasiswa sedang berkumpul. Baik yang menemani Rea hingga sadar ataupun mahasiswa yang sedang bersantai dan berbincang dengan mahasiswa lain.

Dibantu oleh Aldy, Rea duduk dan ia masih bersandar pada tubuh Aldy, sebagai penopangnya.

"Pu—sing," keluh Rea kembali memejamkan matanya.

"Iya. Aku bantu, yuk! Pelan-pelan," ujar Aldy.

Rea mengangguk dan berdiri dibantu oleh Aldy.

"Fer—di, mana?"

"Bersama Papa kamu di depan. Mau aku gendong?" tanya Aldy.

"Hm?"

"Naiklah ke punggungku, aku akan membawamu."

Rea memilih menurut, karena ia benar-benar sangat pusing, seolah tak sanggup untuk menggerakkan kakinya untuk melangkah.

Rea memeluk erat punggung Aldy, agar Aldy mudah untuk membawa tubuh Rea yang sedang sangat lunglai.

Aldy keluar dari ruangan organisasi, menemui Papa Rea dan juga Ferdinan yang sedang berbincang di sana.

"Rea?" panggil sang Papa, terlihat khawatir.

"Saya bantu menuju ke mobil, Om …," ujar Aldy yang masih dengan kukuh membawa tubuh Rea di punggungnya.

Papa Rea tersenyum dan mengangguk, memberikan jalan untuk Aldy melangkah menuju ke area parkir mobil, dimana mobil Papa Rea terparkir di sana.

***

Sebuah kecelakaan, yang merenggut hubungan Rea dan Hans, usai membeli cincin, sebelum lamaran dilakukan.

Flash back

"Kamu mau cincin yang mana?" tanya Hans sembari melihat-lihat barisan cincin yang berjajar dengan rapi di dalam etalase.

"Hmmm, aku bingung," ucap Rea mengeluh.

"Aku pilihkan saja, ya …."

Rea mengangguk, mengiyakannya.

Hans meminta beberapa cincin untuk di coba di jari manis Rea.

"Coba kamu pakai yang ini," pinta Hans.

Rea memakainya sendiri, tanpa perlu menunggu Hans berlaku romantis kepadanya. Ya … Rea bukanlah tipe wanita romantis dan wanita yang bisa diperlakukan romantis oleh pasangannya.

"Bagus yang ini," ujar Rea menunjuk cincin dengan permata kecil sebagai pemanisnya.

"Mau?" tanya Hans.

Rea mengangguk, begitu bersemangat.

"Karetnya, sudah bisa dibuka?" tanya Rea.

"Jari kamu masih terikat karet?!" Hans balik bertanya, begitu panik dan segera meraih tangan Rea.

"Sudah tidak, hehe … kamu juga lihat sendiri saat aku mencoba cincin, sudah tidak ada karet gelangnya lagi," jawab Rea bergurau.

Cup!

Hans mendaratkan bibirnya di kening Rea.

"Suka sekali membuatku khawatir. Cincinnya mau langsung dipakai?"

"Di rumah saja."

Setelah itu, mereka segera bergegas pulang, menuju ke rumah Rea. Dengan niat menemui Kedua orang tua Rea dan mengutarakan niat Hans untuk memepersunting Rea, menjadi pasangan hidupnya.

"Peluk aku yang erat!" pinta Hans.

Hari itu, tidak biasanya Hans pergi ke kampus dengan sepeda motor. Biasanya ia mengendarai mobil atau diantar oleh Mama nya.

"Berdua di atas motor denganmu, lebih terasa romantis, ya … besok aku akan mengendarai sepeda motor lagi saat ke kampus," ujar Hans.

"Bilang saja kamu ingin dipeluk olehku!" gerutu Rea sembar menggelitik pinggang Hans.

"Rea …!" panggil Hans.

"Hm? Iya, Hans?!"

"Aku sayang kamu!"

"Aku juga sa—"

Tiiiiin …!!!

Braaaaaaak!!!

***

Flash back off

Rea membuka matanya. Keringat dingin membasahi kening, pelipis, leher hingga tengkuknya.

Sebuah kejadian yang masih memebekas dengan jelas diingatannya, menjadi mimpi buruk berkelanjutan bagi Rea.

Pada kenyataannya, setelah kejadian itu … tidak ada lagi Hans dalam hidupnya.

Bukan Hans yang pergi meninggalkan dunia … tetapi Hans yang pergi dari hidupnya, untuk menjauh dan melupakannya.

Tidak ada bahagia yang tersisa sejak kecelakaan itu. Tidak ada kenangan indah yang mampu diingat oleh Rea. Yang tersisa hanyalah luka … dimana Hans berkata kalau ia tidak mengenal Rea, sama sekali. Di hadapan Mama nya, Mama Rea, Ferdinan dan juga teman-teman lain yang sedang menjenguk Hans di rumah sakit.

Hans yang benar-benar tidak mempedulikan Rea dan memilih untuk mengajak Rea berkenalan untuk menjadi teman barunya. Namun, itu juga tidak bisa dilakukan saat itu. Karena Mama Hans, menolak keras Hans untuk berteman dan kenal dengan Rea. Yang dituduh sebagai penyebab Hans kecelakaan. Sama sekali tidak berpikir, kalau Rea juga menjadi korban dalam kecelakaan itu.

avataravatar
Next chapter