5 Part 5

     Ia menggigit ujung kukunya seraya menunggu Kwang Soo keluar dari ruang dokter. Saat ini ia masih sangat shock dan rasa takut masih mengganggunya. Sebelumnya Yoona sudah lebih dulu diobati—hanya sekedar ditempel beberapa plaster dan diolesi krim antiseptik. Walau begitu, luka memar dan sayatan—dari pecahan kaca—nyaris memenuhi tubuh Yoona, syukur wajah manisnya aman dari luka.

.

     Sampai saat ini belum ada satupun dari anak kos yang mengunjungi mereka, itu karena Kwang Soo meminta Yoona untuk tetap tutup mulut. Hanya tidak ingin mereka khawatir—mengingat seberapa buasnya mereka jika sedang marah.

.

     Masih berada di rumah sakit dan kini sudah bersama Kwang Soo. Mereka duduk di lobi menunggu kedatangan polisi yang tengah berbincang dengan dokter yang tadinya mengobati mereka. Tadinya mereka juga sudah berbincang panjang lebar dengan kedua polisi itu—tentu membicarakan kronologi kecelakaan itu.

.

     Yoona pandangi tubuh Kwang Soo. Dimulai kakinya, kini Kwang Soo terpaksa memakai sandal pemberian rumah sakit karena salah satu jari kakinya harus gips akibat keseleo. Kemejanya sudah ia buang dan hanya bisa mengenakan kaos dalam bertangan puntung, karena ada perban tebal yang melingkar di lengannya. Dan yang terakhir tampak perban menempel disela rambutnya—yang sebelumnya rambutnya terpaksa dicukur sedikit—karena dokter harus menjait kulit kepalanya yang sobek. Menyedihkan betul nasibnya. Tidak, mereka berdua benar-benar tampak menyedihkan.

     "Syukur wajah kita baik-baik saja." gumam Kwang Soo diikuti nafas panjangnya yang penuh rasa lelah.

     "Oppa, maafkan aku." Yoona mendadak murung. Kwang Soo lihat wajah itu, tampak sembab dan tak bersemangat.

     "Kau tidak salah, tidak perlu meminta maaf."

     "Ini semua pasti ulah mereka." Kwang Soo diam menatapnya. Dengan tatapan penuh penyesalan, Yoona balas tatapan Kwang Soo.

     "Mereka selalu ingin aku hidup menderita." airmata kembali terlihat di mata bulatnya.

     "Selama ini kupikir mereka hanya akan menggangguku begitu saja. Tapi aku tidak menyangka mereka akan melakukan hal seperti ini." suara Yoona bergetar memikirkan semua itu.

     "Apa mereka berniat membunuhku?" tangisnya terdengar membisik.

     "Tidak usah dipikirkan. Yang terpenting kita baik-baik saja. Minum ini, kau harus tenang." memberikan Yoona sebotol minuman lalu mengelus pelan kepala Yoona.

     "Yang paling aku takutkan adalah mereka melukai orang di sekelilingku. Seperti keadaanmu saat ini oppa, karenaku kau jadi ikut terluka."

     "Sudah hentikan!" bentak Kwang Soo sedikit ditahan. "minum dan diamlah. Tidak ada yang harus kau risaukan, aku baik-baik saja. Haruskah aku perlihatkan tarian jerapahku padamu?"

     "Tidak." sahut Yoona cepat.

     "Hyung!" Jong Suk berlari kencang dari pintu masuk rumah sakit, masih dengan jas dokternya.

     "Apa yang terjadi? Kalian baik-baik saja? Apa ini? Kau mendapatkan jaitan? Kenapa dengan luka-luka ini? Apa yang sebenarnya terjadi?!!" ia cemas bukan main.

     "Kami baik-baik saja.." kata Yoona, sudah lebih menyeka airmata di wajahnya.

     "Duduklah." tambah Kwang Soo.

     "Oppa, bagaimana kau bisa tahu kalau kami ada disini?" tanya Yoona setelah Jong Suk duduk disampingnya.

     "Dia temanku, dia yang mengabariku." Jong Suk menunjuk ke dokter yang tengah berbincang dengan polisi—dokter yang tadinya mengobati Yoona dan Kwang Soo.

     "Pantas saja tadinya dia banyak tanya." grutu Yoona sembari meniup luka yang ada di lengannya.

     "Ceritakan padaku, apa yang telah terjadi?"

.

.

--

.

.

     Mereka bertiga sudah berada di taksi yang akan mengantarkan mereka kerumah. Jong Suk memilih tak kembali ke klinik karena merasa harus merawat dua manusia itu. Hujan tengah turun seakan ingin melengkapi kesialan mereka hari itu. Tidak hanya hujan, gemuruh ikut menyoraki mereka bahkan terdengar sangat keras dan sukses membuat jantung berdebar kencang. Yoona dan Kwang Soo hanya bisa menghela nafas atas semua kesialan yang sudah mereka dapatkan.

.

     Rumah masih sangat sepi. Semua jendela masih terbuka lebar membuat ruangan utama rumah itu terasa sejuk. Angin membawa aroma hujan yang bercampur dengan aroma tanah kering tersentuh air. Ketiganya mencoba untuk duduk di sofa, menikmati pemandangan dari balik dinding kaca yang memperlihatkan langit kelamnya.

.

     Cahaya menakutkan sesekali tampak dari sela kegelapan, diikuti dengan suara gemuruh yang sudah mulai melembut tak sekeras tadinya. Terdengar suara cacing perut yang berhasil menyelip masuk kedalam pendengaran mereka. Ketiganya saling tatap-menatap. Dari aksi tatap-tatapan itu ditemukanlah tersangkanya. Ya, mereka bertigalah tersangkanya.

     "Stok makanan kita sudah habis." ujar Kwang Soo lemas.

     "Apa hujannya masih lama?" lirih Yoona.

     "Wah, aku lapar sekali." sambung Jong Suk mengelus perutnya yang masih tertutupi jas putih.

     "Ayo pergi. Kita tidak bisa membiarkan cacing-cacing kita kelaparan." Kwang Soo melangkah cepat menuju bawah tangga.

     "Oppa, diluar masih hujan."

     "Kita bisa pakai payung." kembali ke hadapan Yoona dan Jong Suk sudah dengan 3 payung ditangannya. "cepat, bibi penjual udon pasti sudah berjualan."

     "Hyung, tidak mau pakai jaket dulu?" tegur Jong Suk ketika dilihatnya Kwang Soo melangkah keluar masih dengan kaos dalam bertangan puntungnya.

     "Tidak perlu."

     "Oppa, kakimu tidak boleh basah." sela Yoona yang sudah menghampirinya dengan sebuah plastik kresek transparan. "Sini biar aku selamatkan." dibungkusnya kaki Kwang Soo yang salah satu jarinya terpasang gips. Sandal pemberian rumah sakit ikut masuk kedalam plastik itu.

     "Kau membuatku semakin tampak menyedihkan." kata Kwang Soo diikuti helaan nafasnya.

.

      Mereka duduk melingkari meja bundar didalam sebuah warung gerobak tertutup—atau biasa disebut pojangmacha. Ketiganya sudah lebih dulu memesan sebelum mereka duduk. Satu persatu pesanan sudah diletakkan di atas meja. Seraya menunggu udon yang belum disajikan, mereka lebih dulu menyantap mandu dan kimbab.

.

     Satu hal yang Yoona syukuri, hanya mereka pelanggan pada saat itu. Melihat seperti apa kondisi Kwang Soo dan dirinya pada saat ini, pasti akan sangat menarik perhatian. Belum lagi Jong Suk yang masih mengenakan jas putihnya. Bukankah imajinasi liar warga akan bekerja cepat? Apa mereka pasien yang melarikan diri?

     "Ini udonnya.." kata si bibi pemilik warung. "aigoo.. Kenapa kalian sangat kacau? Pak dokter, rawatlah mereka dengan baik." sebetulnya itu hanya candaannya saja. Bibi pemilik warung sudah mengenal mereka, tepatnya sangat mengenal para penghuni di rumah Kwang Soo, termasuk Yoona—yang memang dulunya sering mondar-mandir ke rumah itu. Jong Suk hanya tertawa ringan. 

Trrrt.. Trrrt.. Trrrt.. Ponsel Yoona berdering(telepon dari Jun Yeol).

     "Jun Yeol oppa meneleponku." ujar Yoona sebelum mengangkat panggilan itu. "yeobose—"

     "Yak! Kau baik-baik saja?! Ani, kalian baik-baik saja? Dimana kalian sekarang?" Yoona memilih untuk menyeruput kuah udonnya terlebih dahulu. Sruttt..

     "Kami baik-baik saja dan sedang di pojangmacha tercinta. Sudah dulu ya, lagi makan." Yoona putuskan begitu saja.

     "Bersulang!" seru mereka bertiga lalu meneguk soju dalam sekali tegukan. "ergggh.."

     "Kurasa satu botol tidak cukup." rengek Kwang Soo yang menginginkan lebih.

     "Tidak boleh, setelah ini kalian harus minum obat. Kandungan soju sangat tidak baik untuk tubuh yang akan mengkonsumsi obat-obatan. Sebenarnya satu botol juga tidak boleh." celoteh si dokter.

     "Hah, satu botol bagi tiga, yang benar saja." grutu Yoona tak bersemangat. "bibi, apa tidak ada minuman lainnya yang menghangatkan tetapi tidak berbahaya?"

     "Rebusan gingseng dan jahe!" seru si bibi semangat. 

     "Mau?"

     "Tidak. Terima kasih."

.

.

--

.

.

     Mereka sudah kembali ke rumah. Jong Suk juga sudah memberikan mereka obat, sesuai yang temannya resepkan untuk mereka. Merasa harus beristirahat, Yoona memilih masuk kedalam kamar dan tidur.

.

     Tidurnya tampak sangat nyenyak. Ia sampai tak bergerak sedikitpun. Meski ada keributan yang diperbuat Yong Bin—yang sudah diantar pulang oleh gurunya. Syukur bocah itu tidak membangunkannya. Mungkin Yong Bin sudah bisa memahami kondisi dimana dia tidak boleh mengganggu.

.

     Yoona mendadak tersentak dan membuka mata. Terlihatlah olehnya langit kamarnya yang gelap gulita. Suasana sangat senyap. Yang terdengar hanya suara ngigauan Yong Bin yang sudah tertidur di sampingnya. Jam berapa sekarang? Yoona raih ponselnya yang masih berada didalam saku celananya. Pukul 3 pagi. Aish, kenapa aku harus terbangun di jam segini?!!

.

     Yoona sadari keadaan tubuhnya kini. Ia masih menggunakan kaos putih melarnya yang kotor dan ada beberapa bercak darah. Begitu juga dengan celana kainnya yang juga tampak lusuh. Huh, aku sampai lupa mengganti pakaian. Yoona termenung sejenak memikirkan kecelakaan itu. Hatinya perih membayangkan semua itu. Bagaimana bisa mereka setega itu padanya?

.

    Terasa akan kembali menangis bila terus mengingat kejadian itu, Yoona tepis semua kenangan buruk itu lalu bangkit dari kasur. Ia ambil sepasang piyama bermotif pisang didalam lemari pakaiannya—pemberian Jong Suk yang mendadak sangat ingin ia kenakan, bahkan belum digosok—dan langsung menukar pakaiannya.

.

     Didalam kamar mandi, kembali ia amati tubuhnya yang penuh luka. Huh.. Beberapa plaster di lengannya tak berhasil bersembunyi dari lengan piyama yang memang hanya sebatas siku. Hmm, tidak terlalu buruk. Gumamnya mencoba menguatkan diri lalu melangkah keluar dari kamar.

.

     Tentu diluar sangat sepi. Semuanya sudah pada tidur. Kenapa masih terbuka? Ia langsung bergegas menutup jendela di ruang tengah. Kwang Soo pasti sudah sangat kelelahan sampai lupa menutup jendela-jendela itu.

.

    Dari dalam rumah, dapat dia lihat pintu pagar rumah itu yang sedang terbuka dan tak lama dari itu tampaklah Sehun disana. Yoona hanya menggeleng melihat pria itu.

.

     Ia lanjut ke jendela lainnya—rumah itu memiliki banyak jendela yang juga terbuat dari kaca. Tetapi hebatnya, rumah itu tidak akan terasa panas meski matahari tengah membara semangat, itu dikarenakan pepohonan yang tumbuh di sekeliling rumah itu, juga tanaman hijau lainnya yang Kwang Soo tanam.

     "Aish kau mengejutkanku!" kaget Sehun ketika menemukan sosok Yoona disudut ruangan.

     "Kau sedang apa? " tanyanya yang langsung menghampiri Yoona.

     "Menutup jendela." sahut Yoona ketus.

     "Di jam segini?"

     "Hmm." Sehun malah tersenyum.

     "Kau tidak sedang menungguku pulang kan?" mengedipkan matanya dengan sexy.

     "Aku terlalu sibuk untuk melakukannya." tangkas Yoona.

.

     Ia sudah selesai dengan tugasnya dan hendak melangkah ke dapur, tapi Sehun menahan lengannya dengan sangat cepat, membuat tubuhnya berputar hingga menghadap Sehun.

     "Kau terluka?" sorot matanya tajam, keseluruhan ekspresinya memperlihatkan kecemasan.

     "Hmm." Yoona mencoba kembali melangkah tetapi Sehun masih menahan tangannya.

     "Apa yang terjadi?" matanya menghunjam Yoona dengan cemas. Tak biasa untuknya melihat Sehun seperti itu.

.

     Selama ini Sehun tidak pernah berlaku serius. Yoona menghela nafas sejenak, sebenarnya ia tidak ingin membahas masalah kecelakaan itu lagi, dia masih sedikit trauma.

     "Tadi pagi, sehabis mengantarmu, kami kecelakaan." ujar Yoona pelan. "sebuah mobil menabrak kami beberapa kali, tapi syukurnya kami baik-baik saja." otot rahang Sehun menegang menahan amarah. "tapi, mobil Kwang Soo oppa yang jauh dari kata baik." Yoona melangkah ke dapur, itu karena Sehun sudah melepas cengkraman tangannya dari lengan Yoona.

     "Bagaimana dengan Jun Yeol hyung? Dia sudah tahu masalah ini?" Sehun mengikuti Yoona.

     "Dia sudah meneleponku. Tapi kurasa dia tidak pulang malam ini." Yoona teguk air mineral yang baru ia ambil dari dalam kulkas.

.

     Sesaat suasana tampak hening. Yoona menikmati itu, tetapi ia baru teringat, Sehun masih bersamanya. Ia alihkan matanya ke pria itu. Sehun sedang menatapnya dan sepertinya sedari tadi memang terus menatapnya. Bulu kuduknya meremang. Sorot mata Sehun menancap tajam tepat ke tengah bola matanya, yang perlahan melembut lalu mendengus gemas.

     "Aku tidur dulu." ia melangkah pergi meninggalkan Yoona begitu saja.

.

.

.

.

.

.

.

.

Yoona Interview

Author >> Yoona-ssi, sepertinya kau masih tampak trauma.

Yoona >> Hmm, ini pertama kalinya aku mengalami kecelakaan.

Author >> Itu pasti sangat sulit untuk dilupakan. (Saya prihatin)

Yoona >> Tapi menurutku itu sangat seru! (Yoona mendadak bersemangat) Adegan dimana kami ditabrak seperti di pilem pilem.

Author >> Yoona-ssi, jangan begitu. Jangan melupakan pengorbanan mobil Tuan Kwang Soo yang bahkan belum lunas.

Yoona >> Aa, benar juga. (Raut wajahnya menjadi murung)

Author >> Sepertinya anda masih harus beristirahat. Kalau begitu sampai disini dulu interviewnya. (Ji Soo melewati saya begitu saja, mendadak saya teringat pada beberapa hari yang lalu) Ji Soo—ssi? (Dia tidak menghiraukan saya dan terus melangkah pergi).

Continued..

Seru gak kak?

Lanjut?

avataravatar
Next chapter