20 Part 20

     Keduanya tengah menyaksikan acara di televisi. Tampak serius memang, tapi nyatanya, keduanya tengah marah satu sama lain. Mengapa? Karena perdebatan sengit yang diawali aksi tolak makan oleh Sehun. Jarak duduk mereka juga sangat jauh, sudut dan di sudut lainnya. Duduk meringkuk diatas sofa dengan mata fokus pada layar televisi. Berlaku bahwa mereka hanya seorang diri disana. Mungkin itu terlihat serius, tapi jika di perhatikan. Aksi marah-marahan itu malah terlihat menggemaskan.

°

     Tapi walau begitu, paling tidak Sehun sudah mau menyantap sarapannya hingga habis tak tersisa—setelah Yoona paksa tentunya. Namun tetap saja, setelah itu aksi marah-marahan mereka pun berlanjut. Bagaimana kondisi Sehun saat ini? Karena pagi tadi demamnya masih sangat tinggi. Saat ini kondisinya masih sama seperti sebelumnya. Suhu tubuhnya masih sama. Mungkin karena itu juga raut wajahnya terlihat kusut seperti itu.

     "Kenapa Kwang Soo oppa belum pulang juga?" batin Yoona merasa tidak nyaman jika hanya berdua dengan pria itu seperti itu. Walau kini mereka saling menjauh.

     Drrrt.... Drrrt.... Drrrt... (Ponsel Sehun bergetar. Tapi tak dihiraukannya.)

     Drrrt.... Drrrt.... Drrrt... (Bergetar lagi dan tetap tak dihiraukannya.)

     Drrrt.... Drrrt.... Drrrt... (Terlalu berisik! Yoona merasa terganggu.)

     "Halo?" ponsel itu sudah berada di tangan Yoona. "ya? Sehun? Ya, dia ada disini." ya, dengan santai Yoona sambut telepon itu. Sehun yang melihat itu sampai terdiam tak percaya, tak percaya Yoona akan selancang itu menerima panggilan di ponselnya begitu mudahnya. "baiklah, akan aku berikan padanya." tatapan Yoona beralih ke Sehun. Raut wajahnya yang tadinya berseri ketika menerima panggilan itu berubah seketika. "cepat terima panggilan ini!" ancamnya dengan giginya yang bertaut geram. Tampak malas, Sehun raih ponselnya lalu mulai mengobrol dengan seseorang dari balik ponselnya.

     "Halo?" awalnya ekspresi Sehun biasa saja, hingga beberapa detik setelah itu, mendadak ekspresi wajahnya menegang. "Apa?!!" Sehun tampak shock. "baiklah, aku akan kesana sekarang juga." gerakkannya sangat cepat. Ia bangkit dari duduknya lalu berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Ia sempat terperosot jatuh dikarenakan rasa pusing yang masing tertinggal di kepalanya, walau begitu semangatnya terlihat membara hingga membuatnya berhasil masuk kedalam kamarnya. Tidak lama dari itu ia sudah kembali keluar dari sana dan kembali ke lantai bawah. Dengan wajah yang masih tampak pucat, dia gunakan jaket dinginnya dengan buru-buru, saking mendesaknya, ponselnya terlepas dari tangannya dan terjatuh kelantai.

     "Yak, apa yang terjadi?" tanya Yoona merasa cemas.

     "Aku harus kerumah sakit sekarang juga." ketika itu Sehun menyadari sesuatu. "apa Jun Yeol hyung menggunakan mobilku lagi?" ia tampak putus asa.

     "Ya.." Yoona sudah melangkah mendekatinya.

     "Aish!" saking kesalnya, mengancing jaketnya pun jadi tidak bisa.

     "Apa yang terjadi? Ibumu baik-baik saja?" ya, Yoona sudah bisa menebak akan itu.

     "Dia ingin bertemu denganku."

     "Eee?" Sehun masih kesusahan mengancing kancing jaketnya. Raut cemas dan kesal tampak beraduk diwajahnya. "kalau begitu, aku ikut denganmu." ujar Yoona yang semakin mendekatinya lalu perlahan tangannya bergerak guna membantu Sehun mengancing kancing jaket pria itu. Sesaat Sehun terdiam. Perlakuan Yoona terhadapnya menepis sejenak kekhawatiran didalam dirinya. "kau sedang demam, karena itu aku mau menemanimu. Ayo pergi. Kita naik taksi saja." entah apa yang tengah Yoona pikirkan. Semua perlakuannya tampak sangat alami. Seperti yang tengah dia lakukan saat ini, yaitu menggandeng tangan Sehun keluar dari rumah itu.

°

°

--

°

°

     Pilihan mereka satu-satunya adalah menggunakan taksi—karena Sehun bersikeras harus segera tiba di rumah sakit secepat mungkin. Didalam taksi Yoona tidak henti-hentinya melihat kearah Sehun. Ada keringat di kening pria itu. Itu pasti dikarenakan demamnya. Tentu saja Yoona khawatir akan itu. Syukur Sehun sudah mengenakan jaket tebal, walau sepertinya jaket itu masih belum cukup. Tidak seperti Yoona yang hanya mengenakan sweater turtle neck yang ia lapisi dengan piyama polos berwarna merah. Yoona yang baru saja sembuh dari demam tampaknya baik-baik saja meskipun pakaian yang ia kenakan sangat tidak melindungi tubuhnya dari udara yang menusuk diluar sana.

°

     Sesuai yang Sehun inginkan, mereka tiba dirumah sakit lebih cepat dari biasanya—karena selama perjalanan Sehun terus-terusan mengomeli sang sopir agar menyetir lebih cepat. Ketika taksi berhenti tepat di depan pintu masuk, Sehun segera keluar dari taksi dan langsung berlari masuk kedalam rumah sakit—sebelumnya sudah melempar dompetnya ke pangkuan Yoona.

     "Benar juga, aku lupa mengenai tagihan taksinya." batin Yoona yang memang tidak membawa uang sepeserpun. "tapi, sepertinya ini pertama kalinya dia membawa dompet." sembari mengamati isi dompet itu. "wah, dia punya banyak uang cash." dan sudah memberikan beberapa lembar uang untuk si sopir taksi. Pertama kali untuknya menggunakan uang Sehun, dengan mengelus dompet kulit berwarna hitam itu, Yoona keluar dari taksi.

°

     Melangkah tenang masuk kedalam rumah sakit. Mengapa Yoona tampak tenang? Kenapa dia tidak secemas tadinya? Karena hanya dengan melihat Sehun masuk kedalam ruang inap ibunya, sudah cukup melegakan untuknya. Lalu dimana Yoona saat ini? Duduk di aula, menyendiri disudut ruangan yang mempertontonkan halaman rumah sakit dari balik jendela.

     "Kantinnya ada dimana ya?" niat busuknya mendadak timbul akibat dompet yang ada ditangannya itu terus-terusan menggodanya. Tampaklah dari pandangannya, seorang petugas keamanan yang baru saja keluar dari lift, senyuman pun mengembang diwajah manisnya. Kaki jenjang langsung berlari girang menuju si petugas. Usai mengetahui keberadaan kantin—yang ternyata berada di lantai 3, Yoona sudah langsung bergegas masuk kedalam lift. "haha.. Saatnya menikmati sensasi menggunakan uang orang lain." ekspresi wajahnya membuatnya terlihat seperti seorang psikopat. (Author note: Mungkin karena selama ini selalu diporotin Sehun.)

°

°

--

°

°

     "Kenapa kau masih disini? Tidak kekantor?" tanya Jong Suk menatap Jun Yeol heran—yang tengah berbaring nikmat di sofa ruang kerja di kliniknya. Tadinya mereka berangkat bersama menggunakan mobil Sehun, ya, lagi-lagi Jun Yeol mencuri mobil itu.

     "Terlalu banyak masalah disana. Hari ini aku bolos saja." sahut Jun Yeol kelewat santai yang sudah asik dengan tontonannya di televisi, ditemani buah-buahan yang sudah Jong Suk potong untuknya.

     "Cih, memangnya seorang detektif sepertimu bisa bolos?" tanya Jong Suk lagi sembari mengamati satu persatu stok obat yang ia punya.

     "Anak buahku banyak. Mereka pasti bisa mengatasinya. Wah.. Kenapa mendadak aku merindukan Yoona ya?" itu hanya gurauannya saja, tapi tangannya bergerak seakan hendak menyetujui perkataannya. Ia raih ponselnya lalu menghubungi nomor Yoona.

     "Halo oppa?!!" reflek Jun Yeol menjauhkan ponselnya dari telinganya. Yoona menyambutnya dengan teriakan.

     "Aish, yak, kenapa harus berteriak!" Jun Yeol jadi ikut-ikutan meninggikan suaranya.

     "Aa.. itu. Aku sedang berada di kantin, disini berisik sekali, takut kau tidak bisa mendengar suaraku." dari suaranya, Yoona terdengar seperti tengah mengunyah. Sruutt.. (Itu suara ketika Yoona menyeruput kuah.)

     "Kantin? Kantin apa maksudmu? Kenapa kau bisa ada dikantin? Bukannya kau sedang dirumah? Yak, apa kau sudah sembuh?" tanpa disadari, raut wajah Jun Yeol perlahan memperlihatkan bahwa dia sedang cemas.

     "Tenang saja, aku sudah sangat sehat." Sruutt.. (Suara itu kembali terdengar.) "aku sedang menemani Sehun, saat ini dia tengah bersama ibunya."

     "Ibunya?" Jun Yeol langsung melayangkan pandangannya ke Jong Suk. Mereka saling tatap dengan sirat mata yang memperlihatkan kekhawatiran yang luar biasa.

     "Halloow?" tegur Yoona karena Jun Yeol diam sangat lama. "oppa?"

     "Lalu kenapa kau di kantin?!! Kenapa kau tidak menemaninya!!!" Jun Yeol malah membentak Yoona.

    "Kenapa harus berteriak." batin Yoona. "aku lapar.."

     "Cepat temui dia!" entah mengapa tubuh Yoona bereaksi ketika mendengar itu. Seperti terhipnotis, Yoona berdiri tegak dan dengan raut bingung, dia berlari menuju lift. Menunggu pintu lift terbuka dengan gelisah.

-

-

-

-

-

-

-

-

-

→Jun Yeol Interview←

Author >> Jun Yeol-ssi, ada yang ingin saya tanyakan pada anda.

Jun Yeol >> Ya, silahkan. (Raut wajah Jun Yeol masih tampak cemas.)

Author >> Kenapa anda membentak Yoona sampai sekeras itu? Memangnya apa yang sebenarnya sedang terjadi? Ada apa dengan Sehun dan ibunya? Anda terlihat sangat panik. (Saya juga ikut-ikutan panik, takut dibentak juga.)

Jun Yeol >> Huh.. (Dia menghela nafasnya, berusaha untuk tetap tenang, membuatku semakin penasaran.) Ibu Sehun sangat mencintai suaminya, tau kan? Si kakek tua itu. Bahkan sudah seperti terobsesi dengan sosok kakek tua itu. (Saya masih belum paham dan memilih untuk terus mendengar.) Ketika kesadarannya kembali—walau tidak benar-benar pulih—yang akan dia bahas hanya mengenai suaminya itu. Kau kan tahu sendiri, Sehun sangat membenci kakek tua itu.

Jong Suk >> Sehun sangat menyayangi ibunya. Melihat ibunya tersenyum karena suaminya yang gemar kawin, tentu akan membuat Sehun sangat bersedih. (Jong Suk yang juga sedang bersama kami menambahkan.) Karena Sehun tahu itu, ayahnya sudah tidak memikirkan ibunya lagi.

Author >> Lalu mengapa Yoona harus menghampirinya? Bukankah itu waktu yang tepat untuk Sehun dan ibunya berduaan? (Disini saya masih kurang paham.)

Jun Yeol >> Aish, kau masih belum paham juga?!! (Tuh kan, saya dibentak.)

Jong Suk >> Selama ini yang selalu Sehun nantikan adalah dimana kesadaran ibunya kembali. Walau hanya dalam jangkau waktu tidak lebih dari satu jam. Sehun akan sangat bahagia karena bisa berbincang dengan ibunya dalam kondisi normal. Tapi, dari tahun ke tahun, perbincangan mereka selalu membuatnya menjadi emosional. Karena ibunya tidak pernah beralih dari sosok suaminya itu. Sehun tahu itu, kenapa hal itu terjadi. Itu karena ketika ibunya kembali normal untuk sesaat, ia akan berada dalam ingatannya ketika masih bersama suaminya itu.

Jun Yeol >> Kau tahu, apa yang lebih menyakitkan lagi? (Sambar Jun Yeol, tidak sabar dengan penjelasan Jong Suk. Mata saya membesar, menatap Jun Yeol dengan antusias.) Ibunya sama sekali tidak mengenal Sehun. Karena memori yang berada di ingatannya adalah ketika Sehun belum lahir di dunia ini. Dugg!

Jong Suk >> Karena itu, kupikir keberadaan Yoona akan sedikit membantu. Selama ini kami juga selalu menemaninya.

°

°

°

°

Continued..

°

°

°

°

Part 21 sudah saya publish

avataravatar
Next chapter