14 Part 14

     Mereka tengah dalam perjalanan pulang. Yoona tampak tertidur di samping Sehun, tentu risau melihat itu. Sehun yang sedang menyetir tidak henti-hentinya melihat kearah Yoona, sekedar memastikan apakah Yoona masih tidur atau tidak. Seharusnya aku tidak membiarkannya sendirian. Ya, Sehun masih menyesali itu. Kalau saja tadinya ia memaksa diri untuk tetap mengikuti Yoona, Yoona tidak akan terluka. Ia lihat kembali wajah itu, yang berakhir mengamati luka memar di leher Yoona. Mata Sehun lantas memerah. Berusaha menatap jalanan. Berusaha fokus menyetir. Juga berusaha menenangkan dirinya. Sepertinya setelah ini aku tidak akan bisa menahan diriku lagi. Batinnya seraya mengingat wajah pria itu. Kakak tiri Yoona.

     "Aku lapar." Sehun tersentak kaget ketika mendengar suara itu. Syukur tidak mengganggu konsentrasinya dalam menyetir. "yak, aku lapar.." desak Yoona. Sehun menghela nafas. Sepertinya Yoona yang mengesalkan sudah kembali. Benar sekali, dapat Sehun lihat mata sembab Yoona yang sudah terbuka lebar, jauh tampak segar dari yang sebelumnya.

     "Tidak ada restoran disekitar sini.." sahut Sehun masih sangat tenang.

     "Pasti ada.."

     "Kau bisa lihat sendiri, yang ada hanya gedung apartemen.."

     "Tapi aku lapar!"

     "Aish, menangis saja lagi sampai kau merasa kenyang!"

     "Apa? Siapa yang menangis? Aku tidak menangis!"

     "Terserahmu!" Sehun memang selalu gagal menahan emosinya ketika sedang bersama Yoona.

`

--

`

     Mereka baru saja memarkirkan mobil di sebuah lahan parkir—untuk pengunjung pusat jajanan. Belum juga Sehun mematikan mesin mobilnya, Yoona sudah lebih dulu berlarian keluar dari sana. Dengan gelengan kepalanya, Sehun segera menyusul Yoona. Sepertinya kata 'Sedih' sudah musnah, itu karena Yoona tampak sangat bersemangat, tak ada lagi kesedihan di wajahnya—walau mata sembab masih tersisa di wajahnya.

`

     Yoona lebih dulu menyantap Hotteok—kue beras dengan isian kacang tanah cincang yang dicampur gula dan kayu manis. Wajahnya langsung berseri-seri usai menggigit Hotteok itu. Senyuman dengan lancang menutupi kesedihan di wajahnya yang nyatanya berhasil. Setelah menyantap Hotteok kedua hingga ketiga, Yoona memilih pindah ke gerobak lainnya. Eh? Seseorang menahan tangannya, sedikit menarik tangannya hingga membuatnya berdiri menghadap orang tersebut.

     "..." sepertinya ini pertama kalinya Yoona dibuat tak berkutik oleh pria itu, yang tengah memakaikan sebuah syal hingga menutupi leher Yoona dengan baik.

     "Kebetulan penjualnya sedang membagikan syal ini secara cuma-cuma, dan kurasa kau cocok memakai barang murah seperti ini." ujar Sehun seraya terus melingkarkan syal itu—yang sesungguhnya baru saja ia beli disaat sedang menyusul Yoona. Yoona tahu itu, perkataan Sehun hanya candaannya saja. Sebenarnya ia ingin tersenyum dan mengucapkan terimakasih, tapi tidak tahu kenapa, terlalu sulit untuknya melakukan itu.

     "Haha.." Yoona malah tertawa.

     "Kenapa kau tertawa? Ada yang lucu?"

     "Ya, perkataanmu sangat lucu." dan langsung melenggang pergi—menuju makanan selanjutnya. Sehun tersenyum melihat reaksi Yoona.

     "Dasar aneh." celutuk pria itu dan mulai mengikuti Yoona.

`

--

`

     "Beneran hyung? Kau tidak sedang bercanda kan?" Tanya Ji Soo kegirangan. Menatap Kwang Soo dengan matanya yang sudah berbinar senang.

     "Apa? Untuk merayakan ulang tahunmu, hyung?" sambung Jun Yeol yang baru bergabung bersama mereka di ruang keluarga.

     "Pas sekali, aku sedang ingin makan banyak." tambah Jong Suk yang sedari tadi memang sudah duduk bersama mereka.

     "Memangnya kau mau bawa kami kemana, hyung?" Tanya Ji Soo lagi, sudah menempel pada Kwang Soo.

     "Ke suatu tempat yang sangat aku rindukan." jawab Kwang Soo dengan senyumannya—yang tampak mencurigakan di mata Jong Suk dan Jun Yeol.

     "Wah wah.. Tapi, bukankah tadi kau bilang mau mentraktir kami?" Ji Soo hanya memikirkan mengenai makanan.

     "Tenang saja, disana akan ada banyak makanan. Kau bisa makan sepuasmu." Kwang Soo menjawab dengan semangat.

     "Perasaanku tidak enak." gumam Jong Suk dan Jun Yeol bersamaan.

     "Kalau begitu aku akan menghubungi Sehun dan nuna." Ji Soo sudah berlari menuju kamarnya untuk mengambil ponselnya yang tertinggal.

     "Kapan kita mau pergi?" sebenarnya Jun Yeol sudah tidak terlalu bersemangat, tetapi tetap saja ia bertanya.

     "Sekarang!"

`

`

     Sesuai seperti yang Kwang Soo katakan, mereka langsung pergi saat itu juga. Keberangkatan itu juga yang akhirnya menyadarkan penghuni kos lainnya mengenai kembalinya mobil Kwang Soo—karena di hari sebelumnya mereka sama sekali tidak peduli. Tadinya Ji Soo sudah mencoba untuk menghubungi Yoona dan Sehun, tapi tidak ada satupun dari mereka yang mengangkat panggilan darinya. Karena itu mereka memilih untuk langsung berangkat tanpa Sehun dan Yoona. Lalu, kemana tujuan mereka? Jika dari yang Kwang Soo katakan, sepertinya dia akan mentraktir mereka makanan yang enak sepuasnya. Walau Jong Suk dan Jun Yeol sangat tidak yakin akan itu.

`

     Benar sekali. Seperti yang Jong Suk dan Jun Yeol duga. Kenyataan yang kini ada dihadapan mereka jauh dari apa yang Ji Soo dambakan. Restauran mewah yang sudah memenuhi pikiran Ji Soo langsung disapu bersih dengan suara berisik para penjual di pusat jajanan. Tidak ada lagi raut kebahagiaan di wajah Ji Soo. Tapi Kwang Soo malah tampak sangat bahagia. Entah apa kenangan indah yang pernah ia alami pada tempat itu, yang jelas ekspresi Kwang Soo saat ini tampak seperti seseorang yang baru memenangkan jackpot.

     "Terkadang, kabar bahagia belum tentu akan berakhir bahagia." bisik Jun Yeol ke Ji Soo, membuat Ji Soo semakin tampak murung. Sementara Kwang Soo sudah melangkah mendahului mereka.

     "Sudah, sudah. Karena kita sudah terlanjur kesini, lebih baik kita nikmati saja. Ayo, habiskan uang Kwang Soo hyung!" seru Jong Suk seperti biasa, yang lebih waras dari yang lainnya.

`

--

`

     Tak terasa malam sudah tiba. Hiasan kota berupa lampu hias dan sebagainya mulai terlihat, bersinar menembus malam. Saat ini Sehun tengah seorang diri—berdiri bersandar pada pohon—menunggu Yoona yang tengah berada di toilet. Sedang apa? Sedang muntah. Mengapa? Kekenyangan. Tadinya Sehun sudah nyaris gila, sangat sulit melarang Yoona untuk tidak sembarang membeli makanan. Melarangnya hanya akan membuat mereka berperang—seperti yang selama ini sudah sangat sering terjadi.

`

     Dari kejauhan tampak Yoona tengah melangkah keluar dari toilet umum, berjalan lemas menuju Sehun. Melihat kedatangan Yoona, Sehun langsung mengeluarkan sebotol minuman herbal dari dalam saku jaketnya—yang baru saja ia beli sewaktu Yoona masih didalam toilet. Sehun langsung membuka tutup botol minuman itu. Diraihnya tangan Yoona—yang akhirnya tiba dihadapannya—lalu memberikan minuman itu langsung ketangan gadis itu.

     "Cepat minum sebelum kau sakit dan merepotkanku." ujar Sehun tetap dengan kalimat tak enaknya.

     "Kau tidak menaruh racun didalamnya kan?" dan Yoona masih saja menjengkelkan.

     "Hah, yang benar saja. Aku tidak akan menyiksa orang yang sudah tampak menyedihkan sepertimu." syukur saat itu Yoona tengah lemah—karena terus-terusan memuntahkan isi perutnya—sehingga tidak ada kekuatan untuk beradu mulut. Dengan sangat terpaksa, Yoona gerakkan tangannya dan dalam satu tegukkan ia menghabiskan minuman itu langsung dari bibir botolnya. "duduklah dulu." Mungkin karena sedang tidak fokus, Yoona mengikuti perintah Sehun. Bersama duduk di sebuah kursi dibawah pohon.

`

     Usai memuntahkan semua isi perutnya, tenaganya pun ikut terkuras. Entah apa saja yang sudah dia santap hingga membuat perutnya seperti itu. Dugg! Sadar atau tidak—yang sepertinya tidak, Yoona menyandarkan kepalanya pada bahu Sehun. Mungkin dikarenakan kepalanya yang terasa sedikit pusing. Yoona memosisikan kepalanya hingga menemukan kenyamanan di bahu Sehun—tanpa mengetahui bahwa Sehun sedang terbodoh karena ulahnya.

     "Kenapa? Sakit?" Tanya Sehun yang sudah tampak santai—sudah biasa menghadapi wanita,

     "Pusing." kata Yoona pelan.

     "Kalau begitu kita pulang saja." tidak tahu mengapa, suara Sehun melembut bak sutra. Yoona yang sadar akan perubahan suara itu langsung menatap Sehun heran. Kebetulan Sehun juga tengah menatapnya, dan terjadilah aksi tatap-tatapan itu. Ketika itulah, Yoona baru menyadari bahwa Sehun memiliki wajah yang tampan. Seperti tersihir, Yoona mengamati wajah itu dengan intens. Dimulai dari alis tebal Sehun yang tergaris tegas, turun ke mata Sehun yang memperlihatkan manik coklatnya, lalu hidung mancung pria itu, yang berakhir ke bibir. "kenapa? Mau kucium?" bisik Sehun bermaksud menggoda.

`

     Pertanyaan itu segera menyadarkan Yoona dari sihir terkutuk itu. Lumayan kaget setelah menyadari posisinya yang terlampau dekat dengan Sehun, Yoona terlonjak hingga berdiri dari duduknya. Oo? Yoona lupa bahwa ia masih merasa pusing, usai berdiri mendadak seperti itu, kepalanya seakan dihantam sesuatu sehingga rasa pusing mengganggu keseimbangannya. Sehun tahu akan itu, dengan sedikit bergaya, ia menyibakkan jaketnya lalu berdiri dan siap menangkap tubuh itu. Pukk! Yoona pun masuk kedalam pelukannya dengan selamat.

     "Apa ini caramu menggodaku?" bisik Sehun lagi, masih berusaha menggoda Yoona—yang sudah bingung harus berbuat apa—karena ia masih merasa sangat pusing dan berada dipelukan pria itu cukup nyaman untuknya.

     "Aku mewakili rasa pusingku untuk meminta maaf padamu." balas Yoona yang juga berbisik padanya.

     "Haha.. Alasanmu menyakiti perasaanku." Sehun memang selalu tertawa ketika Yoona menolaknya secara tidak langsung. "lalu bagaimana? Kau nyaman berada didalam pelukanku?" lagi-lagi Sehun berbisik, tetapi semakin menggoda karena ia berbisik langsung ke samping telinga Yoona. Serr! Tentu Yoona merasa geli atau apalah itu. Ketika hembusan nafas Sehun menyentuh kulit telinganya, seluruh tubuhnya seperti tersetrum lembut.

     "Kita pulang saja." merasa tubuh Sehun sangat berbahaya, Yoona segera membebaskan diri. Tapi tetap saja, berdiri pun masih tidak seimbang.

     "Tuh kan, kau memang mencoba menggodaku kan?" tutur Sehun dengan lembut, menatapnya dengan tatapan khawatir.

     "Menggoda apanya?!!" akhirnya Yoona marah juga. "ayo jalan! Aku ingin segera tidur." Yoona berusaha melangkah walau dengan langkah sempoyongannya.

     "Jika begitu, berarti aku yang tergoda." gumam Sehun sembari mengamati tubuh Yoona dari belakang. "hem.. Sepertinya malam ini aku harus beradegan romantis. Baiklah, mari kita mulai." dengan langkah gagahnya dan lagi-lagi menyibakkan jaketnya—agar terlihat keren, Sehun menyusul Yoona yang berakhir berjongkok dihadapan Yoona.

     "Yak, kau sedang apa?" Tanya Yoona hendak marah—merasa aneh melihat Sehun yang tengah berjongkok membelakanginya.

     "Naiklah." kata pria itu yang sudah siap dengan kuda-kudanya dan juga tangannya yang terjulur kebelakang, siap menahan tubuh Yoona.

     "Hah, kau mau menggendongku?"

     "Oo, cepat."

     "Ya.. Ya.. Dengan senang hati." Pukk! Karena sudah sangat merasa pusing, dengan sedikit loncatan, Yoona bergantungan di punggung Sehun.

     "Aish, kau berat juga." celutuk Sehun setelah berhasil berdiri dan mulai melangkah menuju parkiran.

     "Haha.." Yoona hanya bisa tertawa girang meski dikatakan berat.

     "Yak, jangan bergerak, tenanglah."

     "Iya iya.."

-

~

-

~

-

~

-

~

-

~

-

→Jong Suk, Kwang Soo, Jun Yeol dan Ji Soo Interview←

`

Author >> Kalian sedang apa? (Tanyaku pada mereka yang tengah mengamati suatu tontonan dengan fokus)

Ji Soo >> Wah.. Aku merasa bodoh. Bagaimana bisa aku tidak sadar akan itu? (Terang Ji Soo—tidak menghiraukan pertanyaanku—dan tetap mengamati tontonannya.)

Kwang Soo >> Mereka pacaran? (Tetap fokus pada tontonan itu.)

Jun Yeol >> Tenang saja, Yoona tidak selemah itu. Kupikir Sehun masih kurang berusaha. (Jun Yeol memiliki pemikiran yang berbeda.)

Jong Suk >> Tapi sepertinya Sehun sudah berhasil menyentuh hatinya. (Sambar Jong Suk dengan senyumannya yang seakan berkata "Aku sudah menduga ini")

Author >> Excuse me..? (Tetap tak dihiraukan)

-

-

-

-

Continued..

avataravatar
Next chapter