13 Part 13

     "Kau yakin dengan pilihanmu?" Tanya Jun Yeol sangat serius. Yoona mengangguk dengan yakin. "baiklah, jika begitu aku akan menutup kasusnya. Yak, dari awal aku sudah menduga ini. Karena itu aku menyelidikinya diam-diam." Jun Yeol mengendus kesal. "aish, membuatku semakin kesal saja. Padahal aku sudah sangat ingin memukulnya. Kali ini aku akan mendengarmu, tapi jika dia melakukannya lagi, aku akan langsung mengeluarkan surat penangkapan." Yoona hanya tersenyum seadanya dan tanpa sepengetahuan mereka, Sehun telah menguping percakapan mereka. Melihat reaksi Sehun kini, ia tampak sangat marah.

`

--

`

     "Yak, jangan nakal ya.." seru Yoona yang tengah melihat keberangkatan Yong Bin sang adik. "dengarkan gurumu dengan baik dan habiskan jatah makananmu.." Yong Bin yang tak suka mendengar celotehan kakaknya itu sudah merengut, sedangkan sang guru hanya tersenyum gemas.

     "Kalau begitu kami pergi dulu.." pamit seorang guru muda.

     "Wah, dia terlalu cantik untuk menjadi seorang guru." gumam Yoona seraya melihat kepergian bus sekolah adiknya.

     "Benar sekali, apa aku pacari saja?" Yoona tersentak kaget akan suara mendadak itu.

     Sudah lebih dulu menahan mulutnya yang hendak mengumpat, sambil menahan rasa kaget, Yoona berkata pada Sehun—yang entah kapan sudah berdiri disampingnya. "Tidak semua wanita peduli padamu. Mungkin Selama ini, sebagian wanita sedang sial sehingga dipertemukan denganmu, dan yang lebih sialnya lagi, mereka terpaksa harus menyukaimu atas keputusan sepihak Tuhannya." merasa cukup dengan kalimat lembut itu, Yoona yang memang sudah tampak rapi langsung melangkah menyusuri jalanan.

     "Hah, kenapa aku hanya bisa tertawa?" ujar Sehun untuk dirinya sendiri. "oo, tunggu, ini terlalu pagi untuk seorang Im Yoona keluar dari rumah." Sehun baru menyadari itu. Karena biasanya pada jam itu Yoona masih molor atau mungkin tengah sarapan dengan kondisinya yang masih antah berantah, tapi pagi ini ia sudah rapi dengan setelan kemeja polos plus jaket tebalnya—kali ini dia memilih untuk melupakan piyamanya sejenak. " kurasa pakaiannya terlalu tipis. " dan kali ini menyadari bahwa jaket Yoona tidak cukup tebal untuk menghangatkan tubuh gadis itu. "aish, dia selalu membuatku terpaksa harus mengkhawatirkannya. Ya, terpaksa." Sehun menahan dirinya sekuat yang ia bisa. "yasudahlah, aku tidak mau ikut campur!" langkah gusarnya pun membawanya masuk kedalam rumah.

`

--

`

     Kemana tujuan Yoona pagi itu? Entahlah. Yang terlihat hanya dirinya yang tengah duduk santai di halte menunggu bis tiba. Benar-benar luar biasa bisa melihatnya di sepagi itu. Tidak diketahui juga penyebab raut wajah bahagianya kini, yang tengah menaiki bis dan bersenandung ria. Ia duduk tepat dibelakang sopir yang langsung mengedarkan pandangannya keluar kaca bis.

`

     Sebuah telepon masuk menyadarkannya. Nomor itu tidak ia kenal, tetapi usai menjawab panggilan itu, raut wajahnya semakin tampak bahagia. Ia ikat rambutnya—karena merasa sedikit gerah—aneh memang, menyebut kata gerah di cuaca minus seperti itu, tapi, itulah Im Yoona. Ia tiba disuatu lokasi setelah hampir setengah jam lamanya. Kaki jenjangnya yang hanya beralaskan sepatu kets tanpa kaos kaki sudah bergerak lincah menuju tempat tujuannya.

`

     Ia memasuki sebuah rumah. Rumah itu tampak asri, dari koleksi tanaman disana, tidak jauh berbeda dari rumah Kwang Soo, hanya saja besar rumah itu yang sangat berbeda. Rumah yang ada dihadapan Yoona kini sangat sempit. Hanya terdiri dari 1 buah kamar tidur dan kamar mandi, juga ada sebuah dapur yang menyatu dengan ruang keluarga. Tidak hanya kecil, rumah itu juga tampak sudah sangat lama ditinggalkan, walau yang terlihat kini sudah tampak bersih.

     "Oo? Yoona-ssi, benar kau?" dilihatnya seorang kakek-kakek dengan tubuhnya yang masih sangat gagah, tengah melangkah menujunya dari halaman samping rumah itu. Ya, walaupun rumah itu berukuran kecil, tapi halamannya lumayan luas.

     "Haraboji(kakek).." senyum Yoona langsung mengembang pesat. "aa.. Haraboji.. Aku merindukanmu.." ia langsung memeluk kakek gagah itu.

     "Akhirnya kau datang kesini juga." balas kakek itu, mengelus kepala Yoona penuh kasih sayang. "ayo masuk, diluar sangat dingin."

`

--

`

     "Bos, anda tidak ke bar? Banyak pengunjung yang menanyakan anda." tanya karyawan barnya melalui panggilan di ponsel. Tampak tak senang dengan panggilan itu, Sehun lebih dulu menghela nafas lelahnya sebelum menjawab.

     "Tidak.." duduk tenang di dalam mobilnya sembari terus mengamati sebuah rumah yang berada di hadapannya.

     "Tapi bos, mereka terus-terusan menanyai anda | apa kau sedang bicara dengan bosmu? | aa, nyonya tunggu sebentar, saya | Sehun-ssi, kenapa anda tidak datang? Kami sedang menunggumu—" Sehun memilih memutuskan panggilan itu. Sesaat Sehun kembali mengingat perkataan Yoona tadinya. 'Tidak semua wanita peduli padamu. Mungkin Selama ini, sebagian wanita sedang sial sehingga dipertemukan denganmu, dan yang lebih sialnya lagi, mereka terpaksa harus menyukaimu atas keputusan sepihak Tuhannya.'

     "Sial? Hah, dia sebut wanita-wanitaku sial? Aish! Baiklaj, akanku buat kau ikut sial sama seperti mereka! Tidak, aku harus buat kau jauh lebih sial dari mereka!" ia genggam stir mobilnya dengan geram. Matanya mengamati rumah itu dengan sinar mematikan. Lama mengamati rumah itu, tampang bringasnya perlahan menghilang berganti dengan raut penasaran. "tapi, sedang apa dia disana? Rumah siapa itu?"

`

--

`

     "Kau yakin ingin tinggal disini?" tanya kakek itu setelah meletakan secangkir teh hangat di atas meja bundar dihadapan Yoona.

     "Mmm.." Yoona mengangguk tak sepenuhnya merasa yakin. "lagi pula haraboji tinggal di samping, jadi kita bisa sering-sering bertemu."

     "Kenapa? Apa kakakmu masih sering mengganggumu?" raut wajah Yoona langsung murung.

     "Setidaknya, dengan pindahnya aku kesini, dia tidak akan menyakiti teman-temanku lagi."

     "Dia menyakiti temanmu?" Yoona mengangguk ragu. "Yoona-a, apa kau sudah bertemu dengan pengacara ayahmu?" Yoona terdiam sejenak, ia baru memikirkan itu. "sepertinya ada yang harus kau tanyakan padanya. Karena menurutku, alasan kakakmu mengganggumu bukan hanya dikarenakan harta ayahmu yang diberikan padamu, pasti ada hal lain yang tidak kau ketahui."

     "Haraboji, apa maksudmu?" Yoona sama sekali tidak memahami itu.

     "Begini, dulu ketika aku masih menjadi sopir ayahmu. Aku ingat sekali, ayahmu pernah membeli sebuah lahan ratusan hektar di sebuah kawasan perdesaan. Aku tidak terlalu mengingat dimana lokasinya karena itu sudah cukup lama, bahkan saat itu kau belum lahir. Kurasa pengacara ayahmu tahu itu."

     "Mungkinkah, jangan-jangan.."

     "Surat tanah itu juga ditujukan untukmu."

     "Hah..." Yoona shock berat. "untukku?" tentu tidak bisa mempercayai itu.

     "Begini, jika hanya mengenai harta ayahmu lainnya, itu sama sekali tidak ada apa-apanya dengan kekayaan kakakmu. Tetapi, jika benar termasuk surat tanah itu, tentu mereka akan berlaku seperti sekarang."

     "Tapi, aku sama sekali tidak membutuhkan tanah itu.."

     "Tapi kau juga tidak bisa memberikan surat tanah itu kepada kakakmu."

     "Kenapa?"

     "Karena itu, temui pengacara ayahmu. Aku akan berikan alamatnya padamu."

`

--

`

     Yoona segera pamit dari sana dan langsung beranjak pergi. Betapa kagetnya dia ketika mendapatkan Sehun di depan pagar rumah itu. Sehun yang melihat kehadiran Yoona segera keluar dari mobil dan langsung menyapa Yoona—dengan wajahnya yang dipaksa berseri-seri—walau Yoona tahu ada keterpaksaan diwajah pria itu. Sayangnya kini Yoona sedang terburu-buru dan tidak memiliki kekuatan untuk tidak meminta bantuan dengan Sehun.

     "Yak, antarkan aku ke suatu tempat." ujarnya ketus dan langsung masuk kedalam mobil Sehun. Dengan keheranan Sehun memilih masuk kedalam mobil terlebih dahulu.

     "Mau kemana?" tanya Sehun.

     "Kesini." Yoona menunjukkan alamat yang tertulis di sebuah kertas—pemberian si kakek.

     "Untuk apa kau kesana?"

     "Sudah jalan saja."

     "Kasih tahu dulu apa niatmu kesana."

     "Cepat jalan, ini sangat mendesak." Yoona berusaha bersabar.

     "Aku tidak mau sebelum kau beri tahu aku."

     "Aish, jalan atau tidak?! Jika tidak aku turun saja!"

     "Baiklah baiklah." tahan Sehun sebelum Yoona keluar dari mobil.

     "Kalau begitu cepat jalan!" bentak Yoona tak sabaran.

     "Yak, aku bukan sopirmu.. Cepat pindah kedepan!" balas Sehun membentak geram. Baru menyadari bahwa Yoona duduk di bangku bagian belakang.

     "Sudah tidak ada waktu, jalankan saja mobilnya!"

     "Aku tidak mau jika kau—"

     "Aa baiklah!" dengan terburu-buru Yoona keluar dari mobil lalu masuk kembali untuk duduk di samping Sehun.

     "Pakai sabukmu!"

     "Baiklah!" dan perjalanan yang penuh cekcok itu pun dimulai.

`

--

`

     Mereka baru saja memarkirkan mobil di halaman sebuah apartemen. Bangunannya tidak semewah yang mereka duga. Apa dia benar-benar seorang pengacara? Sebenarnya apartemennya tidak seburuk itu, hanya saja jika mengingat pekerjaan orang yang akan mereka temui, bukankah terlalu tampak aneh? Lokasinya juga lumayan jauh dari Seoul—karena itu juga Sehun terus-terusan berceloteh kesal di sepanjang perjalanan, tak menyangka akan sejauh itu.

     "Aku masuk dulu, kau tunggu disini saja." ujar Yoona yang langsung keluar dari mobil. Buru-buru Sehun buka pintu mobilnya, berniat mengejar Yoona, tapi Yoona sudah terlanjur menjauh.

     "Yak, aku sudah jauh-jauh menyetir kesini, setidaknya bawa aku bersamamu! Yak, aku haus! Yakkkk! Aish!" Yoona benar-benar meninggalkannya disana. "kenapa dia bisa setega itu padaku? Apa sih salahku?"

`

     Sehun mencoba menyibukkan diri dengan mengotak atik ponselnya. Tapi rasa suntuk terlalu mengganggunya. Belum lagi cuaca yang semakin dingin. Ia edarkan pandangannya ke sekitar gedung apartemen itu, tidak puas mengamati dari dalam mobil, ia keluar dari mobil dan mulai berjalan pelan disekitar sana. Terlihatlah olehnya sebuah mini market yang lokasinya disudut deretan bangunan yang ada diseberang apartemen. Segera kakinya melangkah kesana. Tepat ketika itulah, disaat Sehun sudah menjauh dari mobilnya, tampak sebuah mobil—entah milik siapa—tiba lalu memarkirkan mobilnya tepat disamping mobil Sehun. Sesaat setelah itu seorang pria keluar dari mobil itu—tidak kalah mewah dengan mobil Sehun—dan masuk kedalam gedung apartemen itu dengan gelisah.

`

     Kini Sehun tengah duduk santai di mini market. Duduk menghadap jalan yang langsung menghubungkan pandangan ke gedung apartemen dimana Yoona tengah berada. Sebelumnya ia sudah membeli 1 cup kopi hangat dan ini adalah cup kedua yang ia beli. Sehun sadar itu, 3 orang mahasiswi yang duduk selang beberapa kursi disampingnya terus meliriknya, tapi karena mood untuk menggoda tengah surut, hal hasil Sehun memilih berpura-pura tidak menyadari lirikan mereka.

     "Inilah derita pria tampan sepertiku." keluhnya sembari menyeruput kopinya. 'Tidak semua wanita peduli padamu. Mungkin Selama ini, sebagian wanita sedang sial sehingga dipertemukan denganmu, dan yang lebih sialnya lagi, mereka terpaksa harus menyukaimu atas keputusan sepihak Tuhannya.' Ya, lagi lagi dia teringat pada perkataan Yoona, tentu rasa kesal mendadak menggelutinya. "hah.. dia kejam padaku, tapi aku tetap saja menempel padanya. Oh Sehun, ada apa denganmu? Mungkinkah, kau menyukainya? Aish, yang benar saja."

`

     Ia alihkan sejenak pandangannya ke jam tangan miliknya. Setengah jam sudah ia menunggu disana. Sepertinya aku harus menyusulnya. Pikir Sehun. Ia bangkit dari duduknya, sadar bahwa ketiga mahasiswi itu masih meliriknya, dengan penuh ketulusan, ia layangkan sebuah senyuman kepada mereka, tentu ada sedikit unsur menggoda dalam senyuman itu. Hanya dalam sedetik, senyumannya sukses membuat ketiga mahasiswa itu mematung shock. Mungkin tidak kuat menerima senyuman yang amat memikat itu. Penuh rasa bangga, Sehun keluar dari mini market dengan senyuman di wajahnya yang semakin mengembang puas. Namun, mendadak senyuman itu musnah dari wajah tampannya. Mengapa?

`

     Ia melihat seorang pria tengah melangkah keluar dari gedung apartemen. Wajah pria itu masih meninggalkan beberapa luka memar. Ya, walau jarak lumayan jauh, tapi Sehun bisa sangat yakin mengenai siapa pria itu. Ia tentu masih sangat mengingat wajah pria itu. Amarah langsung menguasainya. Rasanya ia ingin memukul wajah itu lagi dan lagi. Sayangnya, belum sempat ia menyeberang jalan, pria itu sudah lebih dulu masuk kedalam mobilnya lalu berlalu pergi. Aa, Yoona! Sehun baru ingat itu, Rasa cemas langsung membawa kakinya untuk segera berlari masuk kedalam gedung apartemen itu.

`

     Ia baru hendak menaiki tangga, tapi dari ujung anak tangga, tampak Yoona disana, tengah melangkah lemas menuruni anak tangga. Ada yang tidak beres. Pikir Sehun. Ia tetap berdiri di tempatnya, menunggu Yoona benar-benar sudah menuruni tangga. Yoona tampak sedikit kaget ketika melihat keberadaan Sehun disana, tidak, Yoona malah menjadi gelisah dan mendadak melepaskan ikat rambutnya. Seperti hendak menutupi sesuatu dan Sehun sudah lebih dulu mengetahui apa yang hendak gadis itu tutupi darinya. Ya, luka memar di leher Yoona.

`

     Sehun merasa hatinya diremas erat, sakit sekali. Amarah semakin memuncak dan rasa bersalah mulai menghampirinya. Yoona berusaha berlaku santai dan tetap melangkah hingga melewati Sehun. Sehun tahu itu, ada air mata di sudut mata gadis itu. Ditengah amarah dan rasa bersalah yang beradu, Sehun fokuskan dirinya pada Yoona. Segera ia melangkah cepat untuk menghadang Yoona. Tentu Yoona tidak berani menatapnya, karena kini air mata sudah tumpah lepas. Sehun mendengus kesal, masih berusaha menahan amarah yang semakin menjadi. Berlaku natural, Sehun tarik tubuh Yoona, perlahan, lalu memeluk tubuh itu. Tak ia sangka, Tidak ada perlawanan dari Yoona. Tangannya bergerak penuh kelembutan, menepuk pelan punggung Yoona. Entah karena sudah merasa aman, barulah terdengar olehnya, suara tangis yang tertahan, membisik Sehun dan semakin membuat merasa bersalah.

`

`

`

`

Continued..

`

`

`

`

Ayo mari komentarnya.. ^^

avataravatar
Next chapter