11 Wild Monster

Jazz mengendarai Ranger dengan pikiran penuh. Berkat hadiah dari Trian, mereka mendapat tambahan satelit portable yang bisa mengakses jaringan internet untuk tetap mendapatkan informasi saat ini. Social media memang masih beroperasional dan saat ini menjadi portal utama untuk mengakses informasi dari belahan dunia. Para stasiun televisi sudah tidak mampu lagi menyediakan berita karena para reporter yang kesulitan mencapai tempat tertentu. Sudah enam bulan sejak invasi berlangsung, dunia mulai membenahi diri untuk bertahan. Kenyataannya, para zombie tidak mudah untuk di tumpas begitu saja.

"Bapak baru aja cerita kalo kita harus melewati jalan pantai utara. Lebih aman daripada lewat jalan tengah," ucap Milen sambil menutup tubuh Zee yang masih terlelap.

"Ok, kita istirahat untuk makan dulu. Baru lanjut lagi," sambut Wisnu.

Mereka menepi di sebuah wilayah yang sangat sepi.

"Mil, masak yang simpel aja. Kita nggak tahu kondisi di sini," ucap Jazz memberi perintah. Milen segera menyiapkan roti lapis untuk mereka semua. Zee memilih menyantap buah kering dan sereal.

"Warga mulai pergi ke arah pegunungan sepertinya," cetus Wisnu saat drone mereka mulai memeriksa wilayah sekitar yang kosong dan tidak tampak ada penduduk yang masih bertahan.

"Apakah ada supermarket terdekat? Kita perlu menambah suplai pampers dan makanan Zee," tanya Milen.

"Ada beberapa. Tapi semoga masih ada bahan-bahan makanan yang bisa kita ambil. Terakhir kali kita mengunjungi supermarket ternyata hampir kosong," jawab Wisnu.

Jazz tidak menimpali ucapan mereka. Pemuda itu terlihat jauh berbeda dari yang terakhir kali Milen dan Wisnu kenal. Jazz lebih banyak diam dan tidak banyak berinteraksi dengan mereka. Dari seorang kutu buku, pemuda yang menarik diri dan penyendiri, berubah menjadi pria matang dan gesit juga tangkas. Namun semua itu sedikit berubah ketika mereka menemui Rina. Jazz tampak sangat terpukul dan terluka. Jazz menepikan mobil mereka di depan sebuah supermarket yang sepi. Kondisi depan tempat tersebut sangat berantakan dan menyisakan tubuh manusia yang mulai hancur. Milen mengambil senjatanya dan tas belanja kosong.

"Kamu mau kemana?" tanya Wisnu heran.

"Giliran aku kan sekarang?" cetus Milen. Jazz baru tersadar dan segera berbalik.

"Aku ikut," timpalnya. Wisnu bingung menatap keduanya. Dia tidak mungkin mengikuti Milen. Lututnya yang terluka dulu karena kecelakaan ternyata membuat dirinya pincang dan tidak bisa jalan cepat.

Jazz melangkah dengan mantap menuju gedung supermarket. Bau menyengat membuat Milen menutup hidungnya rapat-rapat. Jazz tampak tidak terganggu sedikit pun.

"Kau periksa sisi yang di sana," pinta Jazz. Milen menarik senapannya dan berjalan berlawanan arah dengan Jazz. Keduanya dengan seksama dan teliti memeriksa tiap sudut dan lorong.

"Aman di sini!" teriak Milen.

"Ya! Clear!" sahut Jazz.

Supermarket yang cukup besar tersebut masih lumayan lengkap. Milen dengan sigap mengisi troli dengan berbagai macam barang dan botol gas tambahan untuk kompor portablenya. Jazz berhenti di depan rak minuman. Tangannya meraih beberapa jenis minuman alcohol dan juga jus untuk Zee.

Mendadak mereka mendengar sesuatu dari balik meja kasir yang berada di ujung. Jazz menoleh dengan cepat, namun sayangnya Milen tidak menyadari hal tersebut. Gadis itu masih melangkah menyusuri rak yang tak jauh dari meja kasir dan memilih snack untuk Zee. Di rak sebelah, ada beberapa pilihan baju anak kecil yang sepertinya pas untuk balita mungil itu. Milen lengah dan berdiri membelakangi meja kasir di mana sesuatu bergerak.

Jazz menajamkan telinganya dan tidak mendengar lagi. Ia kembali sibuk memilih minuman kesukaan Wisnu. Jarak antara meja kasir dengan tempat Milen berdiri hanya sekitar dua meter. Sesuatu merangkak keluar tanpa suara. Wajahnya bengis dengan lidah terjulur dan gigi runcing kecil-kecil mengerikan. Mata sosok itu merah membara sementara rambutnya kusut dan kukunya hitam panjang. Posisi sosok tersebut siap menerkam Milen. Hembusan napas yang akhirnya berubah menjadi dengusan kasar membuat Milen menoleh. Makhluk itu menerjang ke arahnya secepat kilat.

"Aaargh!!!" pekik Milen. Sosok tersebut menindih dan berusaha meraih tubuh Milen dengan giginya. Kukunya yang panjang mencengkeram pundak Milen yang terbaring dan berusaha meronta sekuat tenaga. Jazz berlari secepat kilat dan menembakkan senapan tepat mengenai dahi sosok tersebut!

Zombie itu terpental dan tidak bergerak lagi.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Jazz membantu Milen berdiri. Sahabatnya mendorong Jazz menjauh.

"Aku akan memeriksa diri dulu," ucap Milen dengan gugup. Setelah memastikan tidak ada yang terluka, Milen menarik napas lega dan meraih senapannya yang tergeletak di lantai.

"Mereka semakin pintar dan bisa mendekati kita tanpa terdeteksi," cetus Jazz mengusap peluh di dahinya. Milen menelan ludah dengan gelisah.

"Bersihkan dirimu dengan air atau tisu. Menghindari supaya bekas monster itu tidak menempel," saran Jazz. Milen mengambil botol mineral dan juga tisu basah yang ternyata masih ada cukup banyak di supermarket.

"Penduduk di sini tidak ada yang berani menjarah pertokoan. Sepertinya mereka tidak memiliki senjata untuk bertahan," kata Jazz melihat sekeliling.

"Tidur di mobil adalah pilihan yang paling aman. Tapi lebih aman lagi kalo kita terus bergerak," timpal Milen. Jazz mendekati sosok monster sementara Milen mengisi belanjaan ke dalam kantung.

"Kenapa mereka bisa berevolusi secepat ini ya …," gumam Jazz heran.

"Jazz, kita tidak punya jawaban dari ini semua. Tanyakan pada Eve atau Om Trian nanti. Tapi sekarang kita harus cepat pergi," ajak Milen mulai waspada. Jazz mengangguk dan membantu Milen mengangkat tas belanja. Dengan cepat mereka memasukkan semua ke dalam bagasi mobil.

"Ada tembakan, semua aman?" tanya Wisnu khawatir.

"Milen tadi di serang. Tapi aman, dia nggak terluka," sahut Jazz. Milen dan Jazz masuk ke dalam mobil dan bersiap melanjutkan perjalanan.

"Sial!!" pekik Wisnu. Jazz melihat ke arah Wisnu menunjuk dan tampak puluhan zombie berjalan dengan santai ke arah mereka. Aneh sekali mereka tampak seperti makhluk yang bisa berpikir dan memiliki taktik.

Gerombolan zombie itu menyebar dan mengepung mobil dalam jarak lima meter. Milen sudah menyiapkan senjatanya, begitu juga dengan Wisnu. Jazz menekan gas mobil dan menerjang kepungan zombie yang mengelilingi mereka sementara Milen dan Wisnu menembakkan senjata.

Ternyata tidak mudah! Para zombie itu berlari dengan kecepatan penuh menyusul laju Ranger. Beberapa di antara mereka naik ke atas mobil. Jazz membelokkan arah mobil dengan tajam dan dua zombie terpental. Namun masih ada yang berhasil naik dan memukul perisai mobil dengan kekuatan besar. Wisnu membidikkan serentetan peluru, namun lolos dan hanya mengenai tangannya beberapa kali.

"Tempat itu luas, kamu bisa manuver di sana!" tunjuk Milen pada Jazz. Jazz mengangguk dan melesat dengan kecepatan kencang. Jazz memutar mobil dan zombie tersebut berhasil terbanting ke atas aspal dengan keras. Otak kepalanya bertebaran dan terlihat menjijikkan. Jazz tidak mengendurkan tekanan kakinya pada pedal gas, ia segera melaju kembali meninggalkan tempat tersebut.

"Kita seperti sedang di hutan belantara dan menghadapi hewan liar," cetus Milen. Jazz menghela napas lega. Wisnu menyimpan kembali senjatanya dan melirik ke arah Zee yang tidak tampak terganggu oleh pertempuran barusan.

"Maaf, aku bersikap aneh akhir-akhir ini. Menemui mama tempo hari sangat mengecewakan," ungkap Jazz. Milen tersenyum hangat dan menepuk pundak Jazz.

"Its ok, kita punya masa depan sendiri sekarang. Kuliah sudah tidak mungkin dan bekerja bukan hal utama. Keluargamu adalah kami sekarang Jazz," tanggap Milen.

"Aku kakak tertua ya," timpal Wisnu. Jazz tersenyum samar namun wajahnya mulai kembali seperti biasa.

"Atur deh boss," sahut Jazz. Ketiganya tertawa.

"Jazz atu punya …!" seru Zee protes. Mereka makin terbahak dan menggoda Zee yang mulai kesal saat Milen menepuk pundak Jazz.

avataravatar
Next chapter