2 Si dosen PA

"Tis, kamu sudah permentoran belum?" tanya teman kuliahku, Sisil. Aku terkejut bukan main. Sepertinya aku ketinggalan informasi setelah hampir 2 bulan berada di rumah.

"Aku benar, kan? Kamu pun pasti nggak tahu siapa dosen PAmu*? Huh, dasar! Kan sudah kubilang dan ingatkan berkali-kali untuk menyimpan nomerku, kamu masih saja lupa. Akhirnya ketinggalan informasi, kan?" Sisil mengomeliku panjang lebar. Aku tak bisa mengelak karena separuh perkataannya memang benar.

"Maaf, sil." hanya itu yang bisa aku ucapkan. Tidak tahu mengapa aku seperti merasa bersalah.

Sedari semester 1, Sisil selalu membantuku layaknya seorang sahabat, tapi aku masih saja membangun benteng di antara kami. Banyak yang menyebutku ansos, introvert dan sebagiannya sehingga mereka pun enggan menyapaku. Aku pun tak ambil pusing, mungkin begitu lebih baik. Namun, Sisil tidak begitu. Ia selalu saja menyapa dan mengajakku berbicara secuek apapun aku padanya.

"Ayo, ke ruang bu Oliv! Di sana ditempel informasi mahasiswa beserta dosen PA-nya karena datanya belum diupdate ke SIAKAD*" Sisil menarik tanganku. Mengajakku menuju ruang Ibu Oliv, pegawai IT jurusan kami.

Sampai di sana, mataku kontan mencari namaku sendiri. Di papan depan ruang bu Oliv, mataku masih kesulitan mencari. Kemudian, Sisil menginterupsi kegiatanku dengan remasan pelan di lenganku.

"Wah, kamu beruntung Tis! Dosen PA-mu pak Vivaldi. Si dosen muda yang katanya tampan banget. Tahu gak Tis, dosen PA-mu itu sempat ramai diperbincangkan sewaktu muncul di acara Pensi kampus minggu lalu. Ugh, aku sungguh iri padamu."Ucap Sisil. Ia cukup heboh sewaktu berbicara tentang sosok bernama Vivaldi Sudjiantoro, Dosen PA-ku.

Karena yang kami tanyakan sudah terjawab, kami berdua pun berjalan meninggalkan ruang IT. Sisil pamit setelah membaca pesan di gawainya. Mungkin dari kekasihnya, mengingat bagaimana pipinya merona sesudah melihat benda persegi itu.

Aku mengucapkan terima kasih padanya tak lupa bertukar nomor. Mungkin sudah saatnya aku berubah. Aku sudah menginjak bangku perkuliahan. Sudah saatnya mencari relasi dan membangun pertemanan dengan orang lain, kan?

Setelah Sisil pergi, aku langsung berjalan menuju halaman belakang. Salah satu spot kesukaanku, karena cukup jauh dari keramaian. Hanya terdapat beberapa mahasiswa yang sedang fokus dengan aktivitas mereka masing-masing. Ada yang membaca buku, ada yang bermain game sambil sesekali berteriak pada smartphone mereka sendiri, ada pula yang sedang sibuk dengan laptop.

Aku langsung membuka notesku. Buku kecil yang sewaktu PKKMB* dulu selalu aku bawa kemana-mana. Mataku mencari sebuah catatan yang pernah kuisi sewaktu pengenalan lingkungan Prodi. Aku ingat pernah mencatat nama-nama dosen di Prodiku. Yes, sudah kutemukan.

Aku mulai membaca satu persatu nama dosen yang kutulis, namun nihil. Pak Vivaldi yang tadi disebut Sisil, yang katanya adalah dosen PA-ku tak ada di situ. Ah, Mungkin saja namanya terlewat saat aku mencatat.

What a stupidity!

Aku kan punya ponsel, mengapa tak aku foto saja waktu itu? Ah, Aku seperti manusia pedalaman saja yang tak mengenal era digital. Sebaiknya aku simpan saja rasa penasaranku. Toh, aku akan segera bertemu dengan Pak Vivaldi itu.

Aku memasukan kembali notes ke dalam ranselku. Kemudian, kukeluarkan novel berjudul Laut Bercerita yang belum kutamatkan. Tak ketinggalan, kupasang earphone di kedua telingaku lalu memutar playlist favoritku sambil menikmati Roti Panggang Nutella dan sekotak Susu Coklat kesukaanku sembari menunggu waktu makan siang berakhir.

Time has ticking around.

Kulihat jam di ponselku menunjukan pukul 2 siang. Aku langsung berkemas. Setelah itu kakiku melangkah menuju ruang dosen. Ya, aku harus segera bertemu Pak Vivaldi untuk permentoran agar  KRS-ku* bisa diACC sebab proses perkuliahan akan segera dimulai.

Wish me luck!

✏️

"Halo?"

"Tebak ini siapa?" ucap suara di seberang.

Aku melirik jam di nakas, pukul 10 malam. Aku masih punya waktu untuk berbincang. "Sisil, kan?" tanyaku.

Sisil malah tertawa. "Wah, beneran disimpan ternyata."

"Kan kamu yang suruh. Ada perlu apa?"

Sisil masih saja tertawa, "Kira-kira ini bisa disebut keperluan nggak sih?"

Ia malah balik bertanya. Ada - ada saja gadis ini. Aku kontan berbicara. "Sil, bisa langsung saja? Aku lagi nyiapin KHS* dan KRS-ku. Besok sudah harus aku bawa ke dosen PA-ku."

"Maaf kalau aku mengganggu. Besok saja baru aku tanyakan. Sekali lagi maaf, yah. Semangat, Tisha. See you tommorow, bye."

Dari caranya berbicara, aku tahu Sisil menjadi merasa bersalah dan sungkan untuk bertanya. Panggilannya berakhir. Aku jadi tidak enak pada Sisil. Mungkin intonasiku tadi membuatnya mengurungkan niatnya. Huh! Lagi-lagi sikapku membuat orang menjadi takut berteman denganku.

Semoga, Sisil tidak begitu. Semoga saja. Toh, selama ini aku juga begitu dingin padanya tapi ia masih saja menyapaku. Tak bisa kupungkiri, jikalau diriku sedikit demi sedikit mulai bisa menerima keberadaannya yang menyatakan diri sebagai temanku.

Aku mempercepat pekerjaanku. Setelah semuanya selesai, aku mengirim pesan pada Sisil.

To : Sisil

Sil, aku sudah selesai dengan berkasku. Sekarang kamu bebas bertanya padaku.

10.17 pm

3 menit kemudian Sisil menelpon. Syukurlah, dia ternyata tidak merasa sungkan kepadaku.

"Jadi, gimana permentoranmu dengan pak Vivaldi?"

Sisil langsung menodongiku dengan pertanyaan. Ah, jadi ini yang tadi ingin dia tanyakan. Aku bisa menangkap niat utama dibalik pertanyaanya. Dasar!

"Ya begitulah, Sil. Dia mengecek nilaiku lalu menyarankan harus menawar mata kuliah apa saja di semester ini." jelasku.

"Ihh, bukan itu maksudku. Eh, gak sih aku juga pengen tanyain itu."

Sudah kubilang, kan? Orang-orang seperti Sisil terlalu mudah dibaca. "Oh, aku ngerti. Maksudmu bagaimana penampilanya begitu?"

Sisil tertawa, "Nah, itu maksudku. Ganteng banget kayak di foto nggak sih? Dari 1 - 10, kamu kasih dia berapa?"

"Aku gak bisa menilai, Sil. Semua cowok itu terlahir ganteng. Tergantung dari segi mana kamu menilai. Tapi, satu-satunya cowok ganteng yang aku tahu cuman Matty Healy. Mending besok kamu temenin aku biar bisa menilai sendiri."

"Kamu ngajak aku?" Tanyanya. Aku bisa menangkap nada tak percaya dari pertanyaanya. "Wah, sebuah kemajuan!" Ucapnya penuh semangat.

"Kamu nggak bisa, ya? Kalo nggak bisa nggak masalah kok. Lagian, aku cuman pengen bantuiin kamu menjawab rasa penasaranmu sama dosen PA-ku itu."

Sisil malah berteriak, "SIAPA YANG NOLAK, SIH!"

Aku tersentak. Suara nan nyaringnya bisa-bisa membuatku tuli. Sisil kembali berbicara, "Hehehhehe, maaf aku teriak. Besok aku bisa, kok. Kamu ke kampus jam berapa?"

"Jam 9 sudah harus di kampus, Sil. Pak Vivaldi  menyuruh aku ke ruangannya jam 9.15. Harus tepat waktu. Katanya, beliau sedang sibuk." jelasku.

"Okay, jam 9 tepat aku sudah di kampus. Sekarang aku mau maskeran dulu, besok harus glowing. Kamu juga harus tidur, jangan sampai telat. Aku tutup dulu, bye Tisha."

Aku mengakhiri panggilan setelah membalas salamnya balik. Sisil semakin aku kenal, semakin aneh saja. Masa mau bertemu dosen saja seperti mau ketemu pacar. Tidak tahu saja bagaimana peragai pak Vivaldi itu. Biarkan saja, besok setelah dia tahu, pasti langsung kaget.

Aku jadi teringat bagaimana proses permentoranku tadi siang.

Beberapa jam yang lalu,

Tok tok tok!

Kuketuk pintu kubikel yang tertutup itu. Aku tahu

Dosen PA-ku itu ada di dalam. Aku sempat mengintip dari luar kubikel dan mendapati seorang pria sedang tertidur di atas meja kerjanya.

Aku jadi ragu untuk masuk ke dalam. Bagaimana kalau aku salah orang? Tapi tadi, Ibu Ola sendiri yang menunjuk kubibel ini saat aku bertanya padanya. Ibu Ola nggak mungkin mengerjaiku, kan?

Akhirnya kuketuk kembali pintu kubikel dosen PA-ku itu. Lalu ia menyuruhku masuk. Saat mendengar suaranya, aku langsung merasa terintimidasi. Suara beratnya membuatku sedikit takut bila diomeli.

Take your own risk!

Tiba di dalam dan berdiri di depan mejanya, sama sekali tidak membuatnya menghentikan aktivitas semulanya —tidur—itu. Kepalanya masih saja bertengger di atas meja.

"Siapa?" Aku pikir akan berdiri saja seperti patung di depannya. Ternyata, ia tidak benar-benar mengabaikanku walau kepalanya masih saja tertunduk.

"Letisha Viorela, Angkatan 18, pak. Anak bimbing bapak. Saya mau mentoring, pak." Jawabku.

"Oh, Keluarkan KHS kamu."

Mati aku, KHS-nya belum aku print.

"E-eum. Maaf pak, saya bisa minta waktunya sebentar? Saya ke ruang Bu Oliv dulu, KHS-nya belum dicetak."Ujarku penuh takut.

Pak Vivaldi langsung mengangkat kepalanya dan memandangiku tajam. "Terus ngapain kesini? Kamu sudah Mahasiswa tapi otaknya nggak beda jauh sama anak SD."

Sadar akan kesalahan yang kubuat, aku hanya bisa menundukan kepala. Tidak berani menatap mata setajam elang itu.

"Tidak usah ke ruangan Bu Oliv, buang-buang waktu. Pakai komputer saya saja." Itu perintah bukan tawaran. Aku menatap tak percaya. Ternyata pria jutek dan dingin ini (lumayan) baik juga.

Aku yang masih menatap heran seketika tersentak kaget mendengar kalimat pria di hadapanku itu, "Tunggu apa lagi? CEPETAN!"

Aku langsung bergerak ke tempat komputernya berada. Dengan cepat log-in ke SIAKAD lalu mencetak selembar KHS-ku, dan segera kuberikan pada pak Vivaldi yang sudah kembali pada posisi awalnya—tertidur dengan kepala di atas meja.

Pak Vivaldi langsung memperbaiki posisi duduknya menjadi bersandar di kursi lalu mengamati KHS-ku dengan saksama.

"Kenapa bisa dapat D?" Ia bertanya. Intonasinya membuat bulu kudukku langsung berdiri.

Aku memilin tanganku, "E-eum, saya absen 3 kali di mata kuliah itu pak."

Ia lalu memandangku dengan dahi mengkerut dan tatapan penuh selidik, "Kamu sudah konsul ke dosennya belum?"

"E-eum, Belum pak. Cuman, saya baca di grup angkatan, anak Manajemen diusir sewaktu konsul untuk perbaikan nilai." jawabku berbohong.

Aku saja tidak bergabung di grup kelas apalagi grup angkatan. Namun, yang kukatakan tidak sepenuhnya kebohongan karena sewaktu nilai keluar, aku yang saat itu sedang duduk di halaman belakang sempat mendengar perbincangan anak manajemen yang juga mendapat nilai buruk sepertiku.

Pak Vivaldi melempar kertas KHS-ku ke atas mejanya. Aku makin merasa terintimidasi. Kami lebih terlihat seperti Penjahat saat diinterogasi Polisi daripada dosen dan mahasiswa yang sedang mentoring.

"Itu kan dia berbeda dengan kamu. Sudah terlihat kamu tidak ada effortnya sama sekali. Kalau ada SP*, kamu ambil biar nilai jelekmu itu bisa diganti. Kalau nggak mau, silahkan tawar di semester depan bersama adik tingkatmu." ucap Pak Vivaldi. Ah, ekspresinya sulit kujelaskan.

Setelah itu, ia merekomendasikan mata kuliah yang harus aku tawar di semester ini lalu menyuruhku keluar —mengusir lebih tepatnya— dengan catatan besok sudah harus tepat waktu mengumpulkan masing-masing 1 lembar KHS dan KRS agar dataku bisa segera diACC. Aku mengangguk sembari mengucapkan terima kasih kemudian dengan segera keluar meninggalkan pria menyeramkan itu.

Huh, mulai dari saat ini aku harus belajar dengan giat mengingat sekarang sudah ada orang yang akan mengemoliku panjang lebar dan pedas di setiap semester jika nilaiku jelek.

Begitulah permentoranku dengan Pak Vivaldi yang kata Sisil ganteng dan jadi buah bibir seisi kampus itu.

Daripada punya kesan yang bagus, aku malah punya kesan buruk. Ah, aku harus segera tidur. Memikirkan Pak Vivaldi bisa merubah moodku.

📚✏️📚

PA : Penasihat Akademik

Sering juga disebut mentor atau dosen wali. Mereka yang nanti akan mengarahkan kita tentang perkuliahan. Seperti, matkul apa yang harus ditawar,dll.

SIAKAD : Sistem Informasi Akademik

Biasanya Mahasiswa mengecek informasi perkuliahan di situ.

PKKMB : Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru

Adalah istilah baru menggantikan Ospek. Seperti MOS atau PLS semasa Sekolah. Utamanya lebih mengenalkan tentang kehidupan kampus dibanding perpeloncoan.

KRS : Kartu Rencana Studi

Berisi mata kuliah apa yang akan kamu tawar atau ambil di semester yang akan datang.

KHS : Kartu Hasil Studi

Berisi nilai dari mata kuliah yang kamu tawar selama satu semester.

SP : Semester Pendek.

Sebenarnya bertujuan untuk mereka yang ingin cepat selesai kuliah dengan menawar mata kuliah semester atas, namun bagi sebagian mahasiswa digunakan untuk memperbaiki nilai jelek atau tawar mata kuliah semester bawah.

Penjelasan ini sesuai dengan sistem perkuliahan kampusku, karna tidak semua kampus sama.

Thank You💜

avataravatar