3 BAB 2 – Gilda wira (2)

BAB 2 – Gilda wira (2)

Akilla

Sang kerbau hijau menyeruduk kearah barisan para pendekar baru, dan para mantan petani itu berpencar tanpa arah, sedangkan tubuh Akilla masih mengingat bagaimana caranya menghindar serangan hewan buas dan secara naluriah ia mengelak dua langkah ke belakang saat tanduk ghuast hampir tepat mengenai lehernya.

'Jangan buang-buang tenaga dan tetap tenang'Akilla mengingatkan diri sendiri, 'biarkan makhluk itu lelah dengan sendirinya lalu bunuh dalam satu serangan'.

Ia harus mengakui kalau barikade pasak kayu ini dibuat dengan baik, tingginya cukup jika tujuannya adalah agar menahan si ghuas tetap didalam sedangkan dibuat cukup pendek untuk dipanjat oleh massa yang panik.

Disekitarnya para pengecut mulai berlarian kesana kemari, panik seakan mereka rombongan semut yang dirusak sarangnya. Sedangkan yang berhati kuat mulai angkat senjata dan berusaha meyerang monster dengan perunggu, batu maupun sekedar tongkat kayu.

"Kemari kau makhluk sialan!" Teriak salah satu peserta yang menggenggam tombak bambu bermatakan obisidan sambil berusaha menusuk tepat diantara kapala buruannya, obisidan jarang ada di daerah utara jadi Akilla yakin pemuda berambut hitam ini adalah orang Timur.

Tombak obisidan berhasil ditepas tanduk kerbau hijau, tubuh orang itu tak mampu menahan kekuatan penuh sang monster sampai-sampai iapun terpental saat sepasang tanduk itu mengenai dadanya. Tubuh kurusnya jatuh ditanah dan terinjak-injak oleh mereka yang panik, Akilla hanya memandang kasihan tanpa ada niat membantu.

"Lapangan tempat ia berdiri tak cukup luas untuk bermanuver" gumam Akilla, 'Aku akan untuk melawan makhluk itu hanya ketika peserta tinggal sedikit agar mudah jurus langkah kilat'. Akilla sadar kalau hiruk pikuk manusia hanya akan membuat mereka rawan terbunuh serangan pamungkasnya.

Ia hanya berdiri ditempatnya sambil sesekali mengelak dari tandukan sang makhluk buas juga ujung senjata para idiot yang berlarian dan terlalu panik untuk sekedar menenteng senjata mereka dengan aman. Dengan belati digenggam ditangan kirinya yang ia lempar kecil keudara untuk menghilangkan bosan namun matanya siaga tetap mencari celah menggunakannya.

"Wo...hoo! Terimalah pukulan ini!" Iris birunya kini mencari sumber teriakan itu dan disana ia melihat seorang memukul ghuast dengan palu batu dan berwajah girang. Senjatanya anehnya yang berupa batu bundar berbentuk telur yang diikatkan ke sebuah tongkat bambu dengan bermodalkan anyaman rotan, 'Apa itu bisa digolongkan gada?' Akilla menerka didalam hati.

"Huh ternyata ada orang bernyali juga disini" komen Akilla saat melihat pemuda itu yang terukir senyum antusias dibibirnya saat ghuast meraung ketika gada tersebut mencium pipinya.

"Grah!" Ghuas mendelik dan meraung makin keras, nafasnya makin tak teratur saat menanduk kesana-kemari berusaha mengenai pelaku penyerangnya.

"Aku disini sapi bodoh!...gah!" Seolah mengerti ucapan pemuda maka makin ganaslah si ghuas, si pemuda bisa menghindar namun disekitarnya korban berjatuhan akibat diseruduk monster itu. Saat ia berniat melompat kebelakang namun naas kaki telanjangnya tak sengaja menginjak tubuh peserta yang lain dan iapun terpeleset.

Sang pemuda kini berusaha duduk dibantu sokongan gada sembari mengusap kepala bersurai cokelatnya, namun ketika ia membuka mata, iris kelabunya beradu tatapan dengan mata memar milik ghuast dan Akilla bertaruh sang pemuda kini bisa merasakan nafas makhluk itu dipipinya.

'Kalau ia beruntung mukin ia hanya akan cacat dan bukannya mati' namun mengingat keberanian dan kenekatan yang ia tunjukkan membuat Akilla tersenyum dan memutuskan membantu. 'Sayang sekali orang seperti dia mati cepat, walaupun nanti bisa saja ia mati saat berburu'

"Oke mungkin saat nya bagiku unjuk diri" Akilla kini menggenggam erat belatinya, namun 'belati' tersebut sebenarnya hanyalah mata tombak yang dulu patah dan menyisakan pegangan kayu kecil. Terlihat tak meyakinkan namun ketajamannya masih cukup untuk sekedar membunuh hewan buas.

Meregangkan bahunya Akilla kemudian membuat kuda-kuda dengan kaki kiri dibelakang. Memfokuskan pikiran, kini ia dapat merasakan jantungnya berdetak mengalirkan darah sampai ke ujung kaki, telapak kakinya dapat merasakan tanah yang remuk tak kuat menahan tenaganya.

Lalu iapun meluncur maju.

'Tebasan kilat' ia melafalkan nama jurus di lubuk hatinya berusaha memfokuskan pikiran pada target didepannya dan melesat secepat kilat yang meluncur dari langit ke bumi, menyerang ghuast dari belakang.

Ia memejamkan mata saat melaju dan ketika membukanya kembali ia melihat wajah kaget seseorang yang terduduk dengan gada ditangannya.

Akilla melirik kebelakang dan matanya menatap ghuast yang kini memiliki segaris luka tebasan dari pelupuk mata kiri melintang sampai bagian ekor.

"Ah sial, lukanya terlalu dangkal" keluhnya saat makhluk itu sudah mengeluarkan darah dari tebasan yang digoreskan Akilla, darahnya yang mengalir tak cukup deras seperti yang diniatkan. Ghuast itu kini mengikuti instingnya dan menjauhi Akilla.

Mengayuhkan belati ditangan kiri, ia berniat membersihkan darah disana namun Akilla tanpa sengaja mengenai wajah si pemuda yang terduduk di depannya.

Mata mereka berpandangan.

"Hei kemarikan tanganmu" menawarkan tangan kanannya, lalu saat mereka berjabatan iapun menarik si pemuda agar berdiri, bukan hal yang sulit karna si pemuda sangat ringan. Akilla bertanya dalam hati mengapa ia membantu pemuda ini, 'tingkah lakunya mirip Rou' Akilla mengangguk paham ketika sadar pemuda mengingatkan ia pada saudaranya.

Sama-sama kekanakan dan berisik.

"Hei kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Akilla yang terganggu dengan si pemuda yang malah bengong, iapun melihat ke sekitarnya yang ia rasa terlalu hening. Dan ia sadar kalau peserta lain bahkan para pejabat yang mengamati dari balkon juga memiliki ekspresi serupa pemuda tadi.

Kini ia tersadar bahwa mereka terkejut melihat kecepatan lari yang ia tunjukkan, seorang pemuda yang seolah berteleportasi dari pinggir lapangan yang dipagari pasak menuju ghuast di tengah lapangan.

Jarak tiga puluh langkah tercapai dalam waktu tiga detik, beberapa peserta lain melihat jejak kaki yang tercetak dalam ditanah seolah menjadi saksi bisu kalau Akilla berlari dan bukannya berteleportasi.

"Ghuast nya!" Lalu keheningan pecah saat seseorang berusaha memeperingatkan Akilla akan ghuast yan kini meraung melampiaskan amarah, matanya yang sedikit tertebas kini merah akibat darahnya sendiri dan membuatnya kesulitan melihat.

Namun seolah bisa merasakkan pelaku yang menorehkan luka melintang ditubuhnya, tiba-tiba anak panah kini menusuk sisi kanan tubuhnya.

"Hei cepat pergi dari sana!" teriak seorang yang menggenggam busur panah, ia yang tadi melesatkan tiga anak panah namun hanya satu yang berhasil menusuk kulit ghuast. Akilla mengamati panah yang jatuh menancap ketanah dan mengamatinya, 'Oh matanya terbuat dari batu asah, pantas ia menancap kurang dalam'

"Ngomong-ngomong namaku Guemwyn" Perhatiannya beralih dari panah ke tangannya yang digoyangkan Guemwyn tanda jabat tangan, Akilla pun baru sadar bahwa tangan mereka belum terlepas semenjak tadi.

"Oh benar, namaku Killa" membalas perkenalan Guemwyn ia lekas melepas tautan tangan mereka.

'Kita tak akan bisa menang kalau terus begini' memutar otak akhirnya ia memutuskan untuk membuat rencana

"Hei Guem, dengar apa yang aku katakan" ia menunjuk kearah ghuast, "makhluk itu terlalu sulit bagi kita, ayo kita ajak yang lain bekerja sama"

"Eh... apa kau tidak bisa menyerang seperti tadi lagi?"

"Kuda-kudaku terganggu oleh lumpur, jadi aku kesulitan memakai gerakan itu lagi"

Guemwyn mengangguk dan iapun mendengar rencana Akilla, mereka lalu berpisah dan Guem menuju kearah pemanah.

"Kita harus bekerja sama!" teriak Akilla mengundang perhatian peserta lain, "kalian yang punya tumbak, cepat kelilingi dan tahan makhluk itu" awalnya peserta lain ragu-ragu mengikuti perkataannnya namun melihat kehebatannya yang tadi merekapun langsung ikut.

Mayoritas peserta menggunakan tombak sedari awal mengingat sederhana namun efisien senjata itu bagi rakyat jelata. Lalu segera terbentuklah barisan penombak, mereka tidak cukup banyak untuk membuat lingkaran, hanya cukup membenuk barisan serupa bulan sabit.

"Dorong!, dorong terus sampai pagar kayu!" Ghuast mulai menyadari barisan me

Saat ghuat ingin kekanan maka barisan pun mengikuti, saat ia kekiri merekapun segera bergerak menahan. Makhluk seolah menunjukkan kecerdasannya saat ia bergerak berusaha kabur dari sisi kanan namun saat barisan tombak bergerak menghadang namun-

-ia langsung berganti arah dan berlari ke kiri!

"Jangan biarkan lolos!" pekiknya saat ghuast hampir kabur namun makhluk itu meraung dan berhenti saat sebatang anak panah menusuk matanya.

Makin ia meraung saat kaki depannya diserang oleh penombak dari barisan kiri.

"Killa! Aku membawa para pemanah bersamaku" seru Guem.

Akilla merasa bibirnya membentuk seulas senyum, "Pemanah! Lesatkan panah kalian dari belakang barisan"

"Lalu bergeraklah mereka dengan formasi tombak dan panah, Akilla dan Guem memungut tombak dari peserta yang kabur diawal dan ikut dalam formasi, para pemanah pun dengan mudah membidik makhluk yang terjebak itu. Dan merekapun akhirnya berhasil mendorong ghuast ke pagar pasak kayu.

Ghuast yang terjebak diantara pagar dan barisan wira mulai terlihat seolah menyerah dan tubuhnya juga penuh luka dari belasan panah yang menancap.

"Matilah kau!" hardik Guem yang diikuti sumpah serapah anggota lain.

Namun seolah insting bertahan hidup menuntunnya, ghuast melompat keatas kearah kepala barisan wira sebagai bentuk perlawanan terakhir. "Tombak keatas!" Lalu tubuh sang kerbau dilubangi puluhan tombak, namun ia terus bergerak 'makhluk ini berusaha menimpa kami!, aku harus segera membunuhnya'.

Akilla melepas tombak yang ia punya 'terlalu sulit memakainya dikeramaian ini', lekas tangan kanannya nya mengelus leher makhluk hijau itu dari bawah seolah mencari sesuatu. Lalu Akilla menebas titik di leher tersebut dan memutuskan saluran makan, nafas dan aliran darah dalam satu tebasan dengan belati ditangan kirinya.

Darah makhluk itu mengalir deras kearah wajahnya sebelum beebrapa saat kemudian ia menggelinjang. "Buang kedepan!" pitahnya, dan segera yang lain menurut dan tubuh makhluk itu jatuh ketanah.

"Akhirnya mati juga kau" kata Akilla yang wajahnya tertutup darah.

"Ki..kita menang? Kita MENANG!" Tangan Akilla menutup kedua telinganya saat Guem berteriak namun itu membuatnya tak dapat mengelak saat Guem merangkul bahunya.

Kemudian peserta yang lain datang mendekati mereka, dan Akilla harus menahan nafas agar tak mencium bau keringat mereka yang kini beramai-ramai memeluk ia dan Guem. Ia juga mendengar para pejabat di balkon bertepuk tangan memberi selamat kepada para peserta yang berhasil membunuh mangsa pertama mereka.

"Untuk sang jawara kita!" seseorang diantara mereka mulai menahan tubuh Akilla dan kemudian meneriakkan ancang-ancang.

"Hip! Hip!"

Akilla mulai berkeringat dingin.

"HORE!!!" Kemudian tubuhnya diterbangkan keudara

Akilla menahan diri agar tak berteriak saat perlahan tubuhnya mulai ditarik gravitasi bumi.

"Hip! Hip!"

"E-eh udahan woy" Akilla berusaha melawan saat merasa akan diterbangkan lagi namun ia terlambat.

"HORE!!!"

Mereka tidak mendengarkan keluhannya dan larut dalam euforia perayaan, 'Kenapa ya rakyat jelata senang dengan perayaan?, apa mereka membutuhkan pengalih perhatian atas kesulitan hidup mereka?' Akilla malah berfilosofi saat tubuhnya diterbangkan keudara.

"Hip...! Hip...!"

Akilla yang tak pernah mendapat pujian sehebat ini saat menjalankan tugasnya 'Mungkin aku butuh ini' hati Akilla mulai larut dalam euforia dan lekas ia tertawa bersama rekan-rekan barunya.

"HORE...!!!"

"Ahahaha" Tawa kecilnya tak terdengar namun mereka yang menyentuhnya dapat merasakan ketulusan dari tawa itu.

.

EoG

.

Perayaan berakhir dan mereka mengikuti perntah pegawai gilda untuk kembali berbaris rapi seperti awal masuk kelapangan.

Perhatian mereka beralih saat pasak kayu diturunkan dan kini bertatapan dengan rombongan para petinggi gilda bahkan Akilla terkejut mendapati Ensi dan Vizier kota Taraw ada diantara mereka.'Apa para petinggi itu bolos demi melihat hiburan ini?'.

Mereka berdiri diatas podium kayu seolah tak mau mengotori telapak sepatu mereka dengan lumpur dan darah, lalu bergantian memberi selamat pada peserta lain.

"Pada barisan di depan saya... HADAP KIRI....GRAK!" perintah sang kepala gilda wira, saat melaksanakan perintah itu pandangan para peserta kini dipenuhi oleh barisan orang berwajah muram. 'Mereka yang kabur dari pasak kayu'.

"Lihat mereka! Mereka adalah orang gagal yang bahkan kabur dari ghuast palsu, dari yang palsu aja takut apalagi yang asli?" Sang pemimpin barisan berkata lalu ia terkekeh kecil bersama para petinggi disampingnya.

"Apa yang akan terjadi pada mereka yang gagal?" tanya Guem yang menarik-narik baju Akilla.

"Mereka akan mencoba dimusim selanjutnya, kalau beruntung mereka bisa membantu bertani gandum" Mengingat utara Agmus memiliki lahan paling subur wajar jika pertanian sangat berkembang.

"Mereka semua sama seperti kita, datang dari desa yang berbeda di penjuru Agmus demi meraih sukses" timbrung seorang disamping kanan Guem, terlihat memar kulitnya. "Semuanya mengharap tanah, emas dan pengakuan dari Kekaisaran"

Akilla seolah tahu siapa dia, lalu saat melihat tombak obisidan ditangannya ia langsung ingat.

"Kau bukannya yang diinjak-injak tadi?" tanya Guem mewakili rasa penasarannya.

"Eh iya, Namaku Tiamasa" katanya sambil menggaruk pipinya yang ternodai darah kering.

'Kuat juga fisiknya' Akilla mengangguk kagum, sadar kalau iapun mungkin akan kesulitan berdiri setelah ditanduk kerbau dan diinjak banyak orang.

Mereka terus bicara sendiri dan mengabaikan kata-kata sang ketua gilda, namun apa yang ditanyakan selanjutnya membawa kembai perhatian Akilla.

"Apa ada pertanyaan?" kata sang pria tua.

"Makhluk ini bukan ghuat kan?" kata Akilla yang mengangkat tangan kanannya yang memiliki bercak cat hijau, "Ini sebenarnya hanya kerbau biasa" Cat yang sama melapisi melapisi sekujur tubuh mayat hewan yang tadi ia bunuh.

"Ya benar sekali, sebenarnya itu hanyalah seekor kerbau penyakitan dan kami melukis kulitnya sedemikian rupa agar menjadi seperti ghuast" sahut sang kepala gilda, nada puas dapat terdengar dari cara ia bicara.

"Bisa saya tau apa alasannya kalian menipu kami?" tanya Akilla berusaha sopan.

"Kami tidak bermaksud menipu kalian" jawabnya sambil tersenyum kevut seolah berusaha meyakinkan, lalu ia memandang seonggok daging yang tadi dihajar ramai-ramai oleh peserta, "Makhluk yang ada di hutan sana lebih berbahaya daripada ini, jadi kalian anggap saja kami memberi kalian petunjuk bagaimana cara mengalahkan mereka minimal pengalaman pernah menghadapi mereka agar kalian lebih hati-hati"

Para wira baru menaikkan alis seolah masih belum paham, sang ketua kini menghirup nafas bosan lalu menarik nafas panjang seolah bersiap memberi penjelasan lebih panjang.

"Mereka yang baru pertama kali melawan hewan buas selalu ketakutan dan bergeming di tempat mereka, manusia takut pada sesuatu yang tidak pernah ia jumpai" jelas pria itu menarik nafas sebelum melanjutkan. "Namun kini kalian telah mengetahui bahayanya ghuast, kini dengan pengalaman itu pergilah kalian ke sarang mereka dan burulah, bebaskan tanah ini dari hewan buas itu"

Para wira baru mendengarkan dengan seksama dan mengukir kata-kata tersebut dihati juga mengingat kalau mereka akhirnya selamat dan menang setelah bekerja sama.

"Akhir kata, semoga mentari menyinari jalanmu!!!" para petinggi dipodium berkata bersamaan.

"ABADILAH MAGHARY!!!" balas semua orang disana baik pegawai, para wira baru dan peserta yang gagal.

Matahari masih belum mencapai ufuk tertiggi dan sekarang para wira diperintahkan berangkat ke tempat paling terkutuk di seluruh daratan Agmus, berjalan riang seolah antusias menyambut kematian mereka kecuali satu orang.

Akilla hanya menghela nafas dalam barisan menuju Naraka Zamrud, ia tak menyangka mendapatkan teman karna sadar pertemanan itu akan berlangsung singkat, 'bisa saja mereka berdua mati setelah beberapa langkah ke hutan' pikirnya menatap Guemwyn dan Tiamasa.

Dan perburuan mereka dimulai.

avataravatar
Next chapter