2 BAB 1 – Gilda wira (1)

BAB 1 – Gilda wira (1)

Guemwyn

Guemwyn memandang bangunan didepan dengan mata cokelatnya dimana sebuah strktur yang megah berdiri, baru pertama kali dia melihat gedung bertingkat tiga. Namun sayangnya sepasang pintu didepan masih tertutup rapat, maka Guemwyn memutuskan untuk duduk di pelataran depan dimana terdapat pagar batu pendek untuk ia duduki.

Sembari duduk iapun mengeluarkan roti gandum yang didapatnya dari kuil, ia menyadari kalau gesturnya itu ditiru oleh sesama calon pendekar disekitarnya.

"Fueh... ada pasir di roti ini" keluh seorang pemuda berpakaian kumal, Guemwyn ingat ia sesama calon pendekar yang diberi roti dari kuil yang sama.

"Mungkin karena batu penggiling tepungnya juga ikut terkikis sedikit," kata temannya menanggapi, "namanya juga roti murah, harusnya kita sudah bersyukur sudah diberi."

"Rotinya tetap enak kok." Guemwyn berusaha ikut dalam pembicaraan, namun karna tak ditanggapi ia hanya lanjut mengunyah rotinya dengan tenang.

Ia merasa tak terganggu walau lidahnya juga merasa butiran pasir. Mungkin karna ini pertama kalinya aku makan roti jadi aku tak bisa membedakan mana yang enak dan tidak, pikirnya.

Tepat setelah ia menyelesaikan sarapan tiba-tiba pintu gilda dibuka dari dalam, "Selamat pagi para wira! Semoga langkah kalian dituntun sang mentari," sambut sang pria berpakaian rapi yang ia perkirakan bekerja sebagai pegawai gilda.

"Selamat pagi! Abadilah Maghary!" balas orang didepan gilda sembari berdiri, sedangkan Guemwyn hanya menatap bingun. Oh yang tadi itu salam ternyata, lain kali aku haru membalas dengan baik, Guemwyn bertekad untuk beradaptasi dengan kebiasaan sekitar.

Kini ia berdiri dan membersihkan bajunya dari sisa remah roti, walaupun baju kurung berwarna merah seatas lutut itu tetap kotor karena lumpur hasil perjalanan kemarin. Namun melihat pantulan wajahnya di genangan air ia memilih merapihkan surai cokelatnya dengan tangannya.

"Yosh! sudah rapih." Kini dia memasuki pintu dengan memanggul palu dipundaknya.

Dan ia disambut dengan pemandangan Ghuast!

Yang tinggal tulangnya... Tapi sungguh tulang-belulang itu disusun sedimikian rupa dengan tiang kayu dan tali-temali untuk dijadikan pajangan yang bahkan dapat membuat bulu kuduk Guemwyn berdiri.

"Woah... jadi ini yang namanya ghuast" mata cokelatnya masih menatap kagum sekitar, dan makin kagumlah ia melihat kepala monster yang diawetkan sedang menghiasi dinding. Yang paling sangar menurutnya adalah kepala dari ghuast beruang bertanduk.

"Tidak nak, ghuast tidak akan diam saja saat kau menatapnya," seseorang menyadarkan Guemwyn dari lamunannya, "namun mereka akan mengejarmu begitu kau ada di jarak serang mereka," tukas orang tersebut yang ternyata sedang menyapu.

"A-Aku bisa kok membedakan monster yang hidup dan sudah mati," balas Guemwyn.

"Baguslah, sarankukau harus beli alas kaki sebelum ke Nar'rud, disana semaknya banyak yang berduri." Tukang sapu itu pergi sambil melihat kebawah.

"Oh..." Guemwyn tak bisa berkata-kata ketika sadar si tukang sapu sedang menyindirnya yang telanjang kaki dan meninggalkan jejak lumpur dilantai. Namun ia tak mau memikirkannya lebih lanjut dan bergegas ikut mengantri di loket pendaftaran.

Kini ia ada di barisan paling belakang dan memperhatikan para peserta lain. Kulit mereka cokelat khas orang yang banyak bekerja di bawah mentari berbeda sekali dengan Guemwyn yang berkulit agak pucat.

Namun sama sepertinya, mereka membawa peralatan berburu mereka sendiri, baik itu busur, tombak ataupun pentungan sederhana. Guemwyn sudah dengar kalau hanya orang mampu yang dapat memiliki senjata dari perunggu jadi wajar kalau mereka tak memilikinya.

"Tapi kalau aku menjadi pemburu ghuast terbaik maka senjata perunggu pun pasti terbeli!," ucap Guemwyn penuh optimisme, orang sekitar hanya memandang aneh padanya karena berteriak sendiri.

Waktupun berlalu dan kini Guemwyn berada di barisan kedua, dari sini ia bisa melihat seorang wanita berpenampilan rapih, dia duduk dibelakang meja dan tampak mencoret-coret seusatu dengan cepat. Jadi itu yang namanya resepsionis, Guemwyn mengingat nama profesi wanita itu.

"Selanjutnya"

"Guemwyn disini!" balas sang pemilik nama.

"Jadi itu namamu ya," sang resepsionis mengangguk dan mencelupkan ujung alat tulisnya dengan tinta di wadah tanah liat, "bisa tolong diulang cara pengucapannya."

"GU-EM-WIN," balasnya dengan tegas.

"Apa ini sudah benar?" wanita itu kini memperlihatkan papirus yang ia tulis didepan wajah Guemwyn, dia memicingkan mata dan memperhatikan goresan tinta yang tertulis.

"Iya benar kok," Guemwyn mengangguk walau sebenarnya ia tak bisa membaca apa yang tertulis dilembar papirus.

"Umur?"

"14 Tahun,"

"Berarti sudah cukup umur," gumam resepsionis, namun selanjutnya ia memandang Guemwyn dari ujung rambut sampai kaki, "kamu gak bohong kan?"

"Aku tahu tubuhku memang pendek, tapi umurku memang segitu kok!" balas Guemwyn, dan resepsionis hanya menanggapi dengan tawa kecil.

"Asal?"

"Em... sebuah desa di timur" jawabnya ragu, Guemwyn ingat kalau jalur yang kemarin ia lewati ke kota ini ada di timur.

"Bisa tolong lebih spesifik?" resepsionis berhenti menulis dan memutar batang kuas dijemarinya sembari menunggu jawaban Guemwyn.

"Aku dari desa dekat Arang barisan" jawabnya bohong, dia tau nama tempat itu karena seorang teman perjalanan berkata asalnya dari sana.

"Senjata jenis apa yang kau bawa?"

"Tara! Sebuah palu yang ccock untuk menghancurkan tengkorak monster!" sang calon pendekar menyodorkan sebuah gagang kayu sepanjang rentangan tangannya dengan batu kehitaman terikat erat disalah satu ujungnya.

"Sebuah palu batu spanjang kurang lebih satu koma lima meter," dikte resepsionis yang dapat didengar Guemwyn, namun ia tak paha apa yang wanita itu bicarakan.

"Oh, itu menjelaskan warna rambut dan matamu yang cokelat, khas orang sabana" kelakarnya sambil menorehkan tinta dengan kuas. Guemwyn hanya memainkan poni cokelatnya sambil berpikir, apa hubungannya sabana dengan pegunungan Arang barisan.

"Baiklah datamu selesai ditulis," sang resepsionis tersenyum dan kemudian menyerahkan sebuah balok kayu dengan beberapa ukiran. "Ini bukti pendaftaranmu, tolong jaga dengan baik sampai kembali ke ruangan ini ya"

"Wah! Ini cantik, boleh untukku?" pinta Guemwyn dengan mata berbinar.

"Gak boleh, kau harus mengembalikan dadu ini nanti. Sudah! Duduk manis disana dan tunggu instruksi selanjutnya, kasihan yang dibelakangmu lama menunggu" resepsionis mengusir Guemwyn secara halus.

"Baiklah, aku janji akan menjaganya sampai kembali kehadapanmu!" Guemwyn melangkahkan kaki telanjangnya menuju bangku panjang yang ada disamping pilar gilda.

Bersenandng kecil sambil duduk dan menggoyangkan kaki, Guemwyn merogoh kantungnya dan kembali memandang ukiran hewan di balok kayu itu, "Sebuah dadu," ia mengoreksi diri sendiri.

Lalu ia melihat kearah pintu masuk, ia hanya memandang pisau

"Anak baru ayo kemari!" panggil seorang pegawai gilda, dan kini mereka yang telah mendaftar mulai beranjak mengikuti instruksi itu termasuk Guemwyn. Mereka semua berjalan melewati lorong gilda dan kini sampai di lapangan rumput yang terletak dibelakang.

"Tanahnya basah." keluh Guemwyn saat menginjak tanah yang tak tertutup rumput seolah baru digali, namun ia terus berjalan mengikuti rombongan sampai meyebrangi lapangan dan berhenti tepat didepan bangunan lain yang meskipun terbuat dari bata nampak lebih suram.

"Mohon berbaris disana." Tunjuk petugas gilda tepat didepan bangunan suram itu dan Guemwyn baru sadar kalau bangunan itu berlantai dua dan tepat didepan mereka terdapat sepasang pintu lebar yang mengeluarkan suara aneh.

Dilantai dua terdapat balkon yang cukup lebar mengarah tepat kearah lapangan. Satu persatu figur muncul dari balik gorden yang menutup belakang balkon, mereka berpakaian rapih dan Guemwyn bisa mencium bau parfum mereka dari tempat ia berdiri.

Yang paling senior diantara mereka mengambil sebuah corong pengeras suara dan mulai bicara.

"BAIKLAH PARA PEMUDA SEKALIAN, TERIMA KASIH ATAS PARTISISPASI KALIAN RANGKA MEMBANTU PERLUASAN KEKAISARAN MAGHARY! SEMOGA LANGKAH KALIAN DITUNTUN SANG MENTARI!"

"Abadilah Maghary!" balas para calon wira yang berkumpul, Guemwyn kinipun sudah membiasakan diri membalas salam.

"SAYA SEBAGAI KEPALA GILDA WIRA SENANG DENGAN ANTUSIASME PARA PEMUDA SEKALIAN! NAMUN PEMERINTAH TELAH MEMBERI TITAH PADA 'KAMI' UNTUK SEBISANYA MENGURANGI JUMLAH KORBAN" pidato sang pria berhenti saat, ia mengangkat tangan kanannya seolah memberi sinyal.

Dan petugas gilda yang berada di sisi kanan-kiri barisan tiba-tiba menarik tuas, kemudian keluarlah pagar kayu dari tanah yang memerangkap para calon wira. Beberapa ada yang panik namun tak sedikit juga yang mendengus tertarik seperti Guemwyn.

"Wah, barikade pasak kayu-" komentar Guemwyn sebelum mennyentuh salah satu ujungnya dan melukai tangannya, "dan cukup tajam juga." Guemwyn menjilat telunjuknya yang terluka.

"MAKA KAMI MEMUTUSKAN UNTUK 'MENGENALKAN KALIAN PADA GHUAST AGAR KALIAN TERBIASA DENGAN MONSTER ITU." kini sang ketua gilda kembali memeberi sinyal, kali ini dengan menurunkan tangannya secara cepat.

Para pegawai gilda yang ada diluar blokade menarik seutas tali tambang. Lalu pintu ganda didepan mereka terbuka dengan dentuman keras seolah didobrak paksa. Dan pelakunya ada didepan mereka, sedang menatap balik dengan mata merahnya.

" Huf! " secara naluriah Guemwyn mundur kebelakang, sedagkan monster di depannya mulai mongorek tanah dengan kaki kirinya dan mengarahkan tanduk berkilauannya kedepan. Bulu hijau yang ia miliki membuatnya aneh, namun aura membunuh yang ia kuarkan membuat tak seorang pun berani tertawa.

"KAMI MOHON HADIRIN SEKALIAN UNTUK SETIDAKNYA MEMEBELAI MEREKA SEBELUM KALIAN BINASAKAN."

Kepanikan menerpa, para wira kini berhamburan dan berusaha melompati blokade pasak kayu dari sela-selanya, namun...

"NGOMONG-NGOMONG SIAPAPUN YANG KABUR DARI SELA BARIKADE DIANGGAP GAGAL."

"Hah!" Para hadirin berhenti dari pelarian yang mereka lakukan menatap keatas dengan pandangan memelas, namun senyum sang kepala gilda malah makin lebar. Maka para calon wira kini menghirup nafas dan menenangkan diri, dan mereka semua mengambil senjata dan bersiap bertarung.

"IYA BENAR BEGITU! JANGAN KABUR DAN LEWATI UJIAN KALIAN"

"NGIK!" sang ghuast kini merasa keselamatan dirinya dan terancam dan dengan kaki belakangnya kini melontarkan tubuh berbulu hijaunya kearah para peserta, sedangkan naluri haus darah memandunya untuk mengoyak daging manusia didepan mata.

"Kusarankan untuk mengalahkannya secara bersama ya!" teriakan sang kepala gilda tanpa toa-nya namun teriakannya tidak dapat menggapai semua orang kali ini, dan Guemwyn sadar kalau ia sengaja melakukan hal itu.

"SELAMAT UJIAN!"

avataravatar
Next chapter