1 Prolog

Aku adalah seseorang yang hidup ribuan tahun. Dari awal mula di bentuknya langit dan bumi, dari awal peperangan ,dari awal sejarah, dari awal terpecahnya dunia, dari awal kejahatan bermula.

Banyak yang telah aku lalui. Perang saudara, perang dunia, dan kenyataan pahit bahwa aku tak akan pernah dapat teman untuk selamanya.

Dari zaman batu hingga zaman teknologi yang terus berkembang, dari perpecahan hingga persatuan, dari malapetaka hingga kegembiraan.

Kenyataan pahit bahwa aku terus di buang karena tak pernah bertambah tua dari umur fisik berumur dua puluh tahun dan juga fakta gembira tentang kehidupan abadi.

Aku berusaha mencari seseorang. Setidaknya walau untuk satu tahun. Hingga aku menemukan anak terlantar yang aku urus dan ibu pemilik rumah yang iba padaku.

Tapi... Bagaimana kalau anak itu pergi jika tahu kalau aku bisa membunuh siapapun. Kenyataan bahwa aku mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi untuk bertahan dari orang-orang yang ingin membedahku. Bagaimana kalau terjadi kesalahpahaman yang berujung malapetaka lagi?

=-=-=-=-=-=-=-=-=-=

"Kak In! " teriak Kris, remaja dengan surai hitam bak langit malam dan mata bagai cokelat panas di tengah malam.

"Kris... " Indra, lelaki berusia dua puluhan itu memijat pelipisnya, matanya mematap tajam Kris, "Sudah kubilang, aku sedang sibuk, kalau ingin ke belakang bukit, pergilah sendiri. "

Krisan, anak remaja yang bahkan baru belajar teknik menangkap ikan itu mengerucutkan bibirnya. Matanya yang indah menatap Indra dan langit biru di luar secara bergantian seakan menurut Indra untuk pergi keluar.

"Krisan, malam penuh bintang memang indah, tapi sesekali pikirkan juga suhu dingin di luar sana, " balas Indra lembut sembari melanjutkan pekerjaannya menulis surat itu.

"Hah! " Krisan membantingkan dirinya ke kasur tidur milik kakak angkatnya itu. Pekerjaan baru sang kakak membuatnya tergeser dari prioritas utama Indra.

Kakaknya itu memang seorang lelaki, tapi ia membiarkannya panjang kalau diikat satu dengan longgar. Mata cokelat yang lebih tua dari mata Krisan itu menatap iba sang adik.

"Kau juga tahu, 'kan? Kalau pekerjaan ini sangat penting. Tinggal di sebuah pulau yang hampir di lupakan itu sebuah perjuangan, Krisan. "

"Ya, ya. Aku tahu. Pulau abadi adalah pulau yang penuh legenda dan hampir menjadi legenda, bla, bla... " ejek Krisan.

"Hah... " Indra berbalik menatap sang adik, "Aku dengar sekolah dasar milikmu akan bekerja sama dengan daerah utama setelah di temukan. Bukankah akan ada pelatihan untuk persiapan perang?"

Indra dengan perlahan mengubah topik tadi. Walau tak terlihat meyakinkan, Krisan tetap menjawab dengan muka kosong miliknya.

"Mereka bilang, kami juga akan menginap tiga hari di daerah utama jika di izinkan oleh wali masing-masing, " jawab Krisan tanpa rasa tertarik.

Indra kembali memutar menuju meja kerjanya dan berkata, "Itu bagus, siapa yang tahu bahwa akan ada perang lagi di negeri yang damai ini. Lebih baik bersiap daripada menyesal nantinya. "

Krisan bangkit dan menatap punggung kakaknya itu, "Memangnya Kak Krisan tahu bagaimana cara bertarung dan bertahan hidup? "

"Itu adalah sebuah teknik dasar, apalagi bagi seseorang yang tugasnya mengantar surat dan menulis sesuatu untuk berita, " Indra berhantu sebentar untuk mengingat-ingat, "Bahaya dalam perjalanan hanya di tanggung sedikit oleh pekerjaan, sisanya harus menanggungnya sendiri. "

"Apakah itu sebabnya kakak selalu membawa belati kecil di sepatu itu? " tanya Krisan.

"Bukan, " jawab Indra, "Itu hanya formalitas untuk memenuhi syarat pekerjaan ini. Dalam masa gelap ini, kita harus bisa melindungi diri kita sendiri. "

"Itu artinya saat kakak mulai bekerja, kakak akan selalu pulang malam? " tanya Krisan lagi, ia biasanya tak pernah sedekah khawatir ini.

"Tidak, aku akan berlari sepanjang jalan supaya bisa datang sebelum matahari terbenam, " jawab Indra dengan tenang.

"Tetap saja! Bagaimana kalau besok pulangnya telat? " ucap Krisan dengan nada sedih di buat-buat.

"Kalau ini rencanamu untuk membuatku pergi ke belakang dan menemanimu duduk di bawah pohon beringin di ujung tebing itu, aku tidak akan terbujuk. "

"Hua! Kakak jahat! " teriak Krisan dengan melebih-lebihkan. Ia lalu keluar dari kamar.

Melihat hal itu, Indra kembali menulis pesan yang di perintahkan khusus dari ketua organisasi tempat ia bekerja. Tangannya masih menggerakkan tinta di pena itu. Kamar terasa lebih sepi tanpa ocehan sang adik yang sedikit ia rindukan.

Di lain sisi, Krisan betul-betul keluar menuju tebing sendirian, menatap si bawah pohon beringin di depan rumahnya.

Indra adalah orang yang pertama kali mengenalkannya kepada lanjut malam yang dapat lebih indah dari pelangi di siang hari. Kakaknya yang selalu awet muda dan bijak sana pada satu waktu yang sama.

Krisan tampak mengantuk dan akhirnya terlelap di bawah beringin itu. Begitulah kebiasaan Krisan, terlelap di bawah Beringin karena tiupan angin sepoi-sepoi dan pemandangan berjuta bintang. Itu juga yang membuat Indra tak bisa fokus di meja kerjanya hanya untuk menatap adiknya di bawah beringin.

----------------------------------------------

avataravatar