webnovel

Terpesona

Naina Ayu Syafira, seorang gadis muda berusia 19 tahun.

Gadis berparas cantik serta lembut itu sedang menempuh pendidikan di salah satu Universitas Negeri "Bangsa Kita", sebuah universitas yang terkenal di wilayah Jakarta, Indonesia.

Parasnya nan rupawan, tak jarang membuat sebagian laki-laki tergila-gila pada dirinya.

Mulai dari mahasiswa seangkatan dengannya, kakak tingkatnya, bahkan ada juga dosen yang secara terang-terangan ingin menjalin hubungan dengan dirinya.

Tentu saja hal itu, membuat para wanita iri dan tidak suka dengan dirinya.

Meskipun demikian, Naina tak pernah menanggapinya. Malahan Nay, terkesan acuh dan cuek dengan semua laki-laki.

Menurutnya, pacaran atau menjalin hubungan dengan pria hanya akan membuang waktunya saja, toh di masa yang akan datang, belum tentu pria yang dekat dengan dirinya akan menjadi suami dan imamnya yang akan menemani Naina beribadah seumur hidup.

Terkesan sombong dan angkuh, tentu banyak wanita yang berpikiran seorang gadis muda itu sombong serta angkuh karena terlalu acuh ketika di dekati oleh para laki laki.

Namun, sepertinya Naina tak pernah mendengarkan komentar pedas orang-orang tersebut.

Ia menganggap mereka yang tidak suka dengannya adalah netizen yang iri dengan kehidupannya.

"Naina...". Terdengar suara khas nan lemah lembut memanggil namanya.

Suara yang tak asing di telinganya. Raisa, sahabat Naina sejak mereka SMA ketika berada di Yogyakarta dahulu.

Kebetulan sekali, Naina dan Raisa berada di kampus yang sama.

Namun, hanya berbeda jurusan.

Naina mengambil jurusan S1 bisnis, sedangkan Raisa, mengambil jurusan S1 psikologi.

"Hei..Raisa, katanya kamu kemarin sakit?". Tanya Naina sembari menghampiri sahabatnya yang terlihat dari kejauhan.

"Kamu nggak apa-apa kan?". Sambung Naina sembari menempelkan tangannya di dahi sahabatnya.

Terlihat keduanya saling menyayangi dan mengasihi satu sama lain.

Tampak Naina merasa khawatir dengan keadaan Raisa yang terlihat agak pucat pasi.

"Udah Ndak apa-apa aku, kemarin udah di buatkan jamu sama mbok Ratmi". Jawab Raisa pada Naina yang masih kental dengan logat jawanya.

Mendengar penjelasan dari Raisa, Naina merasa lega karena sahabatnya sudah pulih kembali, walaupun sedikit pucat.

"Kalau butuh apa-apa, kamu bilang sama aku, inshaa Allah aku akan bantu sebisa mungkin. Kata Naina pada Raisa.

"Aku udah anggap kamu kayak saudaraku sendiri, jadi jangan sungkan-sungkan minta bantuan dariku". Tambahnya meyakinkan Raisa.

Raisa mengangguk sebagai isyarat menyetujui ucapan Naina.

Hari ini matahari pagi terlihat malu-malu menampakkan sinarnya. Justru awan mendung tampak percaya diri menunjukkan keberadaannya sehingga menutupi senyuman matahari pagi.

Sayup-sayup angin menambah kesyahduan pagi yang terasa sejuk dari pada biasanya.

Sepertinya tetesan air hujan akan datang membasahi tanah tanah yang kering.

Jam masih menunjukkan pukul 9 pagi, Naina dan Raisa akan masuk kelas pukul 9.30 WIB.

Tiga puluh menit lagi mereka akan masuk kelas dan memulai materi kuliah mereka.

"Nay, hari ini kamu ada kelasnya Pak Fahri Ndak?". Tanya Raisa dengan mata berbinar-binar seolah menunjukkan betapa kagumnya Raisa dengan dosen yang mengajar Naina.

"Ada kok". Jawab Naina singkat sembari menggaruk kepalanya yang entah terasa gatal atau tidak. Namun, terlihat Naina merasa bingung karena sahabatnya tiba-tiba menanyakan Pak Fahri, dosen yang terkenal galak dan sok keren itu.

"Salam ya buat Pak Fahri". Pinta Raisa padanya untuk menyampaikan salamnya pada Pak Fahri.

Terlihat sekali Raisa tersipu malu, wajahnya menjadi merah seperti memakai blush on atau lebih tepatnya seperti buah tomat yang sudah masak dan siap untuk dipanen.

Merah merona, mungkin itulah gambaran yang tepat untuk menggambarkan wajah Raisa pada saat itu.

Memang selama ini, tak dipungkiri jika Pak Fahri dosen killer dan sok keren itu banyak yang tergila gila. Banyak diantara mahasiswi yang mengejar dan mencari perhatian dari dosen muda yang berusia 27 tahun itu.

Tak diragukan lagi, ketampanan wajahnya sudah terkenal seantero kampus.

Tak hanya mahasiswi yang gila karenanya.

Dosen dosen muda wanita juga ikut bersaing untuk memperebutkan perhatian dosen yang berperawakan tinggi berkulit kuning Langsat dengan bibir tipis dan mata minimalis ciri khasnya.

Wajahnya seperti artis dari negeri ginseng Korea Selatan.

Tingginya kurang lebih kira kira 175 cm. Sungguh menawan memang, bak bunga mekar yang indah yang siapa saja akan terpukau dengan keelokan yang dimiliki.

"Bentar deh, sejak kapan kamu suka Pak Fahri?". Tanya Naina keheranan.

Tatapan penasaran ia tujukan pada Raisa yang terlihat kikuk setelah mendengar pertanyaan dari Naina. Matanya tak bisa berbohong.

Tampak sekali mata Raisa berbicara jika ia memang memendam rasa terhadap dosen muda itu.

"Memangnya kalau kirim salam itu mesti suka ya?". Tanya Raisa untuk mengalihkan pembicaraan serta pertanyaan dari Naina tadi.

"Biasanya sih gitu". Jawab Naina singkat.

"Tapi aku ga habis pikir, kenapa banyak mahasiswi dan dosen muda tergila gila dengan dosen yang sok keren itu?". Cerocos Naina dengan wajah kebingungan.

"Karena Pak Fahri itu ganteng, keren kayak artis artis dan boyband Korea Selatan itu". Raisa memuji Pak Fahri.

"Kalau aku ogah banget, liat wajahnya yang sok keren bikin aku eneg banget". Naina muntah kemudian tertawa kecil sebagai gambaran jika ia memang tidak suka dengan dosen muda itu.

Perbincangan antara Naina dan Raisa itu terjadi sekitar 15 menit.

Tak terasa 15 menit lagi, materi kuliah akan mulai.

Naina dan Raisa mengakhiri perbincangan mereka dan begegas untuk pergi ke kelas masing masing.

Materi kuliah jam pertama di kelas Naina akan disampaikan oleh Pak Fahri.

Dosen yang paling tidak disukai oleh Naina.

Sebenarnya ia bukannya tidak suka, tetapi ia hanya ilfil melihat tingkah dosen muda yang selalu tebar pesona terhadap para mahasiswi.

Hampir semua mahasiswi di kelasnya mengidolakan dosen muda itu.

Pagi, siang hingga pulang, mereka sibuk membicarakan ketampanan dosen itu.

Stalking akun Instagram dan berlama lama memandangi wajah dosen muda dengan pandangan decak kagum.

Muda, tampan dan berprestasi. Itulah gambaran untuk Pak Fahri.

Entah kenapa Naina tak pernah tertarik sedikitpun dengan dosen itu.

Tak seperti teman temannya yang lain, yang mengidolakan dosen muda karena mirip artis korea Selatan itu, Naina lebih suka menyendiri dan mendengarkan murattal Al-Qur'an dari Qari' favoritnya. Jika kebanyakan teman-teman wanita Naina bermimpi untuk menikahi pemuda tampan bak orang orang dari negeri ginseng itu, Naina malah bermimpi untuk menikah dengan pemuda seperti Qari' favoritnya.

Namun demikian, Naina tetap menghargai pilihan teman-temannya.

Bagi dirinya, setiap orang memiliki hak untuk mengidolakan siapapun dalam hidupnya, tetapi jangan sampai hal itu melupakan kewajiban kita sebagai seorang hamba Allah.

Intinya jangan sampai melalaikan tugas kita kepada Allah.

Seperti biasa, ketika kelas Pak Fahri maka tempat duduk paling depan telah terisi penuh oleh mahasiswi putri yang sudah berdandan bak model dadakan hanya untuk memperoleh perhatian Pak Fahri serta dapat melihat dosen muda itu dari jarak dekat.

Semerbak parfum berbagai macam merk bercampur menjadi satu, bau wangi menyebar ke seluruh ruangan.

Ruang kelas mendadak menjadi toko parfum dengan bau parfum beraneka ragam.

Next chapter