1 PROLOG.

Peterson Asylum, 2019.

New York, United Stated Of Amerika.

.

.

.

.

.

Malam. Sunyi. Gelap. Kelam. Kata apalagi yang dapat mendeskripsikan keadaanku saat ini. Walaupun cahaya putih menerobos masuk, tetap akan dikalahkan oleh gelap yang menguasai. Ditambah gelapnya diriku. Ditambah kelamnya diriku. Ditambah suramnya hidupku. Mau sebanyak apapun cahaya, itu takkan mempengaruhiku. Takkan pernah. Bahkan adanya cahaya sekalipun, ia malah akan tertarik masuk kedalam gelapnya bayangan hidupku.

Sudut bibirku tertarik. Menampakkan sebuah sudut yang semua orang berkata, bahwa itu adalah menyeringai. Padahal aku sedang tersenyum kalau kalian ingin tau. Dan senyumku ini tulus. Hanya saja, kalian yang terlalu penakut. Kalian terlalu penakut hingga aku yang berniat tulus membantu dan melindungi sesuatu, kalian salahkan hanya karena mata sialan kalian. Apakah aku harus mencongkel mata kalian semua agar kalian dapat melihatku dengan pikiran dan otak kalian?. Sepertinya ide bagus.

"Hahaha... Ahahahah... AHAHAHAHAHA! WAHAHAHAHAH!". Tawaku menggema ke seluruh sudut ruangan. Menertawakan hidupku yang tidak lebih lucu dari pertunjukan lawak. Menertawakan diriku yang pasrah hanya karena alasan 'keadaan'. Menertawakan diriku yang nyatanya membuat semua orang takut padaku. Ya, takut padaku. Ya tuhan! Apakah aku harus berkolaborasi dengan para iblis agar bisa diyakini dan dilihat dengan mata?. Wahh... sepertinya akan sangat menyenangkan.

Ku tertawa sekencang-kencangnya. Membuat suaraku terpantul menggema di seluruh ruangan. Membenturkan kepala saking lucunya hidup yang ku jalani. Terus membenturkan hingga ku merasakan sakit namun malah semakin senang dan merasakan adanya kupu-kupu yang beterbangan diperutku.

Hingga suara sirene menggelegar ke seluruh ruangan. Membuat pintu putih baja itu terbentur keras dengan tiba-tibanya. Mengeluarkan berimbun orang-orang berbaju putih yang tengah mengacungkan suntikan sialan itu. Ku semakin tertawa keras. Ya tuhan, kenapa aku bisa mati tertidur hanya karena sebuah benda kecil lemah seperti itu? Ya tuhan, dunia ini benar-benar lucu.

"CHRISTIAN! CHRISTIAN WAKE UP! STAY WITH ME CHRISTIAN STAY WITH ME! PLEASE! CHRISTIAN---". Semua bayang-bayang putih itu memburam menyerbu bising hingga, semua suara bising menyebalkan itu hilang ditelan kelam.

••••••

"Bicaralah Christian, kita ingin membantumu. Jika kau tidak mengatakannya bagaimana kita akan membantumu?". Seorang pria yang sudah berumur dihadapannya itu menghela nafas berat kala seseorang yang diajaknya bicara tidak menggubrisnya sedikitpun. Hanya menatapnya datar dengan mata elangnya yang menajam. Tidak pernah sekalipun ia mengeluarkan ekspresi yang lain selain dua hal. Marah dan datar. Oh dan jangan lupa, tawanya yang sangat menggema hingga membangunkan beberapa perawat yang berjaga. Seperti tadi malam.

"Kau takkan paham". Hanya jawaban itu yang sedari tadi ia lontarkan sejak ia masuk ke ruangan ini 1 jam yang lalu.

"Maka buatlah aku paham Chris. Kau tau bahwa aku sangat ingin membantumu agar kau keluar dari masalahmu. Kau takkan pernah keluar darisini jika kau terus menyembunyikannya tanpa berbuat apapun kau tau?". Ucapannya menyiratkan rasa frustasi yang membuatnya sangat-sangat ingin menyerah akan hal ini. Akan hal yang sedang dia hadapi. Apakah menghadapinya akan sefrustasi ini?.

"Kau pikir aku tak berbuat apapun? Kau bukannya tak paham. Kau memang tak mau paham" ujar datar lawan bicaranya. Sedari tadi ia terdiam dengan raut wajah datar dan juga posisi duduk yang bersandar. Tidak berubah walau sentipun.

"Maka pakailah bahasa manusia Chris. Bukan bahasa yang tidak ku mengerti..." jawabnya semakin lembut.

"Maka dari itu aku tak mengatakannya padamu. Kau takkan paham" tetap saja kata-kata itu yang dilontarkannya. Berujung pada kata itu yang membuat sang dokter yang ada dihadapannya pasrah kewalahan menghadapinya.

"Baiklah... ganti topik. Bagaimana tidurmu? Apa nyenyak? Apa kau masih bermimpi buruk dimalam hari? Malam ini?" tanyanya sambil menunjukkan raut yang lelah. Bersandar pada sandaran kursi dengan lemas. Sang lawan bicara terdiam.

"Tidak" jawabnya langsung dengan raut wajah yang sama dengan beberapa detik yang lalu.

"Jujurlah padaku Christian..." pintanya sampai memohon seperti itu.

"Kau pikir aku berbohong?" ketusnya sambil mengangkat sebelah alisnya. Membuat lelaki berbaju putih itu langsung sedikit menegakkan tubuhnya. Melihat sang lawan bicara mulai mengeluarkan ekspresi dari wajahnya. Walau hanya sebuah gerakkan kecil, itu sangat berarti baginya. Berarti usahanya tidak sia-sia.

"Tidak. Aku hanya berpikir kau tidak jujur saja..." balasnya masih mempertahankan ekspresi lelahnya. Terdiam dan tak merespon. Hanya itu yang dia lakukan setiap ada pertanyaan yang tidak penting baginya. Matanya menatap tajam semua orang yang ada. Termasuk orang yang ada dihadapannya.

Tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka. Menampakkan seorang berjas putih lainnya yang perlahan mendekat. Bedanya ia lebih muda dari yang sedari tadi pusing meladeni seseorang yang diajaknya bicara.

"Sepertinya usahamu kurang membuahkan hasil Dr.Cheng..." ucapnya seraya mendekat dan berdiri disebelah Christian. Membuat raut wajah seseorang yang dipanggil Dr.Cheng itu menatapnya tak suka.

"Mungkin karena kau menggangguku Dr. Randall" sinisnya kepada Dr. Randall-yang baru saja memasuki ruangan. Dr. Randallpun beranjak dari sisi Chris, dan beralih ke samping Dr. Cheng.

"Sepertinya sudah saatnya giliranku Dr. Cheng... terima kasih atas kerja kerasmu selama 1 setengah jam ini..." ucapnya seraya menepuk pelan pundaknya dan tersenyum manis mengejeknya.

"What the---".

"Aku ingin berbicara dengannya. Kau harus keluar". Dr. Cheng ternganga saat melihat Chris berkata bahkan sebelum Dr. Randall belum melakukan apapun. Setelah satu jam lebih yang ia luangkan hanya membuahkan hasil yang sangat membuatnya malu. Membuatnya merasa direndahkan dan dipermalukan sekaligus.

Dengan terpaksa Dr. Cheng bangkit. Menatap tajam tampang Dr. Randall yang masih mengeluarkan senyum manisnya.

"Thank you..." ucap Dr. Randall langsung mengambil alih kursi saat Dr. Cheng dipastikan sudah tidak menghalangi kursinya. Membuatnya semakin kesal dan beralih dengan keluar sambil terentaknya langkah kaki dan membanting pintu. Membuat tatapan polos Dr. Randall sedikit melebar karena kejadian yang sedikit tidak terduga itu.

"Sepertinya aku harus meminta maaf nanti... " ujar Dr. Randall yang mengalihkan pandangannya ke pintu. Membuat Chris tertawa sinis mendengarnya.

"Okay... sampai dimana kalian tadi?" tanya Dr. Randall.

"Membicarakan omong kosong". Singkat, padat dan tajam. Itulah ciri khas dari respon yang pasti diberikan oleh Chris. Tidak heran jika Chris yang mengatakannya. Akan sangat aneh jika ia menjawabnya dengan sangat baik ramah. Mungkin ia akan dinyatakan semakin tidak sehat. Dan semakin terkurung lebih lama disini.

"Aku sudah menduga hal itu... Baiklah, ada yang ingin kau tanyakan? Sepertinya pertanyaan itulah yang kau tunggu sedari tadi bukan?" santainya sambil mengaitkan jari-jemarinya dihadapan wajahnya. Bertumpu pada kedua sikunya sambil tersenyum pada lawan bicaranya.

"Bagaimana keadaannya?" .

Dua kata itulah yang cukup untuk menjabarkan semua pertanyaannya selama ini. Semua kekhawatirannya dan semua rasa rindu yang sialnya menyakitinya. Dan hanya Dr. Randall yang mengetahuinya. Semuanya. Bahkan sesuatu yang mengharuskan memaksanya berbuat yang melanggar dari janji-janji yang ia berikan kepadanya. Hanya karena sebuah janji, ia rela terikat hingga tersiksa seperti ini. Apalagi janji dengan orang itu. Ia takkan pernah merasa keberatan sama sekali. Justru ia merasa sangat senang dan bahagia karena kembali dipercaya olehnya. Hanya itu. Cukup karena hal itu. Ia merasa kembali menjadi seorang manusia. Hanya itu.

"As I expect, you'll asking for it. As you used to. That's good, what a cool progress Chris... So, she's fine..." riangnya sambil bersandar pada kursi.

"Specificly" tajam Chris karena mendapat jawaban yang kurang memuaskan darinya. Sesaat Dr. Randall terdiam. Menikmati keheningan hingga akhirnya ia kembali mencondongkan tubuhnya ke depan.

"Dia baik-baik saja. Keadaannya maupun finansialnya. Ia menjalankan pesanmu dengan baik. Dia makan dengan teratur dan juga masih sangat ekspresif seperti biasanya. Dan itu sebuah kemajuan yang bagus. Beberapa hari yang lalu---tepatnya 3 hari yang lalu---ia terkena demam, namun ia dapat sembuh dengan cepat karena Janice membantu merawatnya. Ia menolak ke rumah sakit padahal saat itu demamnya mencapai 38,8 derajat celsius. Tapi dia membenarkan ucapannya karena keesokan harinya ia membaik dan mulai menjalani aktivitasnya sehari-hari". Semua ucapannya membuat Chris tertegun diam. Mendengarkan semua penjelasan yang dijabarkannya dengan seksama.

"Vincent dan Viona baru saja memulai hari pertamanya di sekolah dasar minggu lalu. Dan kemarin, aku dipanggil oleh kepala sekolah karena kegeniusan Vincent dan... juga kenakalan Viona" ujarnya sambil sedikit terkekeh. Membuat sang lawan bicara juga ikut tersenyum bahagia mendengarnya.

"Sepertinya kepintaran mereka berdua menurun darimu Chris. Dan juga keberanian dan kebrutalanmu menurun pada anak perempuan satumu itu. Aku sampai dibuat takjub olehnya. Seperti kemarin, aku melihatnya memukuli anak tetangga sebelahmu yang berusaha membully seorang anak laki-laki yang sepertinya berumur beberapa tahun diatasnya. Hingga anak itu dilarikan ke rumah sakit karena retak pada tulang keringnya. Dan seperti biasa, ia tetap tidak ingin disalahkan... Tapi tenang saja, semuanya baik-baik saja". Lapornya mengalir begitu saja dengan sendirinya. Seperti hal yang memang seharusnya dilakukan jika mereka berdua biasa bertemu. Hingga keheningan menyambut.

"Dia---istrimu, bilang padaku bahwa dia sedang mengumpulkan uang untuk pernikahan kalian... karena ia ingin hadiah kebebasanmu adalah pernikahan kalian. Dia bahkan mengurangi porsi makannya untuk berhemat, dan pasti aku akan menolongnya jika ia membutuhkan uang. Tapi dia selalu menolaknya dan berkata dengan percaya diri bahwa ia masih mampu. Dan yang bisa ku lakukan untuk mengatasi kekeras kepalanya, hanya dengan mentraktirnya dengan makan siang. Kau tidak apa dengan hal itu?" tanya Dr. Randall dengan hati-hati. Chris yang mendengar cerita tersebut hanya tersenyum.

"Kalau denganmu, aku sedikit tidak masalah. Asal... tidak melebihi batas" ucapnya dengan menajam diakhir. Yang diancam pun bukannya merasa takut, ia malah tersenyum manis.

"Kau hebat Chris... kau benar-benar hebat. Dengan kemajuan seperti ini, bahkan dengan beberapa bulan lagi kau bisa keluar..." ujar Dr. Randall dengan senang. Sebuah senyuman ia lontarkan

"Dan bilang padanya untuk tidak perlu mengumpulkan uang. Aku sudah mempersiapkan segalanya". Sang dokter pun mengangguk sebagai jawaban. Membuatnya sangat senang dengan perubahan yang dibawanya. Ia merasa bangga. Hingga keheningan menelan seluruh atmosfer kebahagiaan yang ada.

"Dan dia... dia selalu menanyakan kabarmu...". Membuat keheningan yang tadinya datang tiba-tiba terusir entah kemana. Chris yang awalnya terdiam kembali mendongakkan pandangannya. Menatap pria dihadapannya yang masih menatap sendu ke arahnya.

"Dia selalu menanyakan pola makanmu, pola tidurmu, apakah kau sakit atau tidak, apakah kau meminum obatnya atau tidak, apakah kau masih mengamuk atau tidak. Apakah kau masih mencintainya atau tidak-karena yang ku tau dan pasti kau masih dan tetap mencintainya, maka aku jawab begitu...". Rasa senang dan bahagia menghangatkan hatinya. Menjalar ke seluruh tubuhnya membuat kepalanya pusing karena diserbu akan ketidaksabarannya dalam menunggu. Menunggu akan kabar kepulangannya.

"Ia juga selalu menanyakan apakah kau baik-baik saja disana, apakah kau selalu merasa kesulitan, apakah kau sedang sakit atau tidak, apakah kau dapat menjalani semuanya dengan baik... dan masih banyak kata apakah yang ia ingin lontarkan hanya untuk mengkhawatirkanmu... Sebenarnya ia telah mengetahui semua yang ia lontarkan, tanpa perlu aku menjawabnya. Tapi hanya satu jawaban yang paling ia tunggu...". Ucapannya yang menggantung membuat Chris semakin menatap ke arahnya. Bahkan tidak sedikitpun ia mengalihkan pandangan dan pendengarannya dari seseorang dihadapannya.

"Kapan kau pulang Chris.... I'll be waiting for you".

••••••

avataravatar
Next chapter