"Mentari itu wanita spesial di mataku, Pa, Ma. Jadi izinkan aku untuk kali ini memuliakan dia."
Siapapun yang mengetahui tentang masalah yang saat ini sedang menimpa keluarga Dimitri pasti tidak akan menyangka kalau yang tadi berujar begitu manis pada Mentari bukanlah Gerhana melainkan Surya.
Dimitri lalu menepuk pelan punggung sang putra sulung dengan raut wajah yang penuh rasa bangga, Kerja sama yang mereka lakukan sungguhlah sangat memukau. Hal ini Surya lakukan bukan karena dia mulai luluh dan membuka hatinya untuk Mentari, tapi dia sedang mencari perhatian pada lelaki yang kurang empat belas hari lagi akan menjadi papa mertuanya.
Jujur Surya merasa risih dengan apa yang kini Rangga lakukan pada dirinya, Memangnya apa yang telah dilakukan oleh Rangga pada putra mahkota Gemilang Group tersebut. Rangga terus menatap Surya penuh selidik tak ubahnya seperti penjahat yang baru saja membuat rugi negara dengan jumlah yang sangat fantastis. Surya benci, dia tak suka.
Hari pernikahan telah ditentukan begitu juga mahar untuk Mentari dan Gita telah disepakati kedua belah pihak. Pembicaraan antara keluarga Dimitri dan Rangga kini telah usai. Kesepakatan yang membahagiakan untuk kedua belah pihak telah mencapai hasilnya, kecuali untuk Surya. Dia masih menganggap kalau hal yang baru saja terjadi hanya mimpi, tidak nyata sama sekali.
~~~
Gawai yang Surya letakkan di atas meja berdering tanpa aba-aba membuat atensi sang empu mau tak mau akhirnya teralihkan juga.
Senyum renjana tersungging dengan sangat manis di bibir ranum Surya saat melihat nama yang memenuhi layar gawainya adalah nama dari wanita yang amat dia cinta. Rasa cinta Surya padanya kian hari kian bertambah tanpa tahu bagaimana caranya untuk berkurang. Ini tidak adil, ini curang, tapi Surya suka.
Surya lantas menggeser icon hijau di layar gawainya tanpa memikirkan lagi berkas-berkas yang membutuhkan tanda tangannya. Yang terpenting untuk dia saat ini hanyalah Chayana Aurellia.
"Hallo sayang," ucap Surya dengan nada sok centil. Dan tingkah Surya yang seperti itu berhasil membuat Yana di seberang sana tertawa geli karena ulah dari pria idaman lainnya.
"Kok ketawa sih?" Surya mencoba merajuk tapi hal itu hanya akting belaka. Kenapa? Karena yang bisa Surya lakukan hanyalah mencintai Yana tanpa kata tapi. Sungguh ironi memang, padahal lima hari lagi dia akan resmi menyandang gelar sebagai suami dari seorang Mentari Chamissya Damayanti.
Benar, sampai saat ini yang memenuhi relung hatinya masih Yana, belum ada tempat sesenti pun untuk Mentari. Entah sampai kapan ini tidak ada yang tahu kecuali Sang Maha Cinta.
Cukup lama Surya juga Yana saling bertukar suara via telepon dan pada akhirnya mereka memutuskan untuk saling bertemu saat jam ishoma. Katanya ada hal yang penting yang ingin Yana bicarakan.
Tentu saja apapun yang terlontar dari mulut Yana adalah perintah untuk Surya. Sepertinya Surya sudah menjadi budak cinta untuk Yana.
"Lo mau ke mana?" tanya Rafly saat melihat atasannya itu tampak ingin meninggalkan kawasan Gemilang Group dengan langkah terburu-buru juga.
"Yang sopan bicara dengan atasan!" kecam Surya dengan tatapan nyalang tajam. Bahkan dia sampai menodongkan jari telunjuknya pada pria dengan postur tubuh tinggi, kurus dan melihat dengan bantuan kacamata tersebut.
"Sesuai perjanjian awal sebelum gue masuk di sini. Jam istirahat dan jam pulang kantor no bahasa formal," ucap Rafly dengan nada menantang dan berkacak pinggang.
Sedangkan Surya hanya bisa memutar bola matanya jengah. Dia tak bisa berbuat banyak karena apa yang dikatakan Rafly ada benar.
"Terserah!" ucap Surya dengan malas lalu ke dua kaki jenjangnya benar-benar melangkah meninggalkan kawasan Gemilang Group.
Surya seperti menulikan kedua indra pendengarannya kala mendengar gelak tawa Rafly yang begitu nyaring menembus masuk ke dalam gendang telinganya.
"Badebah!" umpat Surya dengan rasa jengkel yang teramat dalam.
Saat akan membuka pintu mobilnya ada seseorang yang tiba-tiba mencekal tangan Surya sehingga niatnya untuk segera bertemu dengan sang kekasih harus tertunda entah sampai kapan.
"Badai?" ucap Surya dengan kening yang berkerut bagaikan kulit jeruk, kedua alisnya saling bertautan satu sama lain dan kedua manik matanya memicing menatap sang adik penuh selidik.
"Mau apa kamu ke sini?" Mungkin itu adalah pertanyaan yang paling tepat untuk menuntaskan dahaga Badai akan rasa penasaran kenapa adik bungsunya itu bisa sampai ke Gemilang Group.
"Mau apa? Aku juga salah satu ahli waris Gemilang Group jadi kenapa aku tidak boleh ada di sini kalau semesta telah menuliskan namaku sebagai ahli warisnya?" tanya Badai dengan nada penuh tantangan. Jika ditelisik lebih dalam raut wajah mulut dan sorot mata Badai sangatlah tidak sinkron. Mulutnya berkata apa, matanya juga berkata.
Suasana hati dapat tercermin dari mata. Meskipun kadang mulut berkata lain, mata tidak dapat bohong.
"Apa kamu ke sini karena diutus oleh Papa untuk memata-mataiku?" tanya Surya dengan intonasi yang cukup tinggi. Bukan rahasia lagi kalau sifat temperamental Dimitri menurun dengan sangat sempurna pada sang putra sulung, Gerhana pun demikian, hanya Badailah yang menuruni sifat lemah lembut milik Aisyah.
DEG~~~
Jantung Badai seperti ingin meloncat keluar dari tempatnya saat mendengar apa yang diterkakan oleh Surya. Terlintas dalam benak Badai saat ini apakah sang kakak kini telah mempunyai bakat seorang cenayang. Entahlah, tapi Badai merasa kalau saat ini posisinya sedang tidak dalam keadaan yang baik-baik saja.
Bersambung ….