webnovel

Gadis Bernama Asha

Acara Pelepasan Siswa SMU A, berjalan lancar dan meriah. Meski hanya dilakukan di sekolah, demi menghemat pengeluaran. Lagi pula, SMU A memiliki sebuah aula yang cukup besar dan memiliki kapasitas sekitar 1000 orang.

Setelah acara resmi dibuka oleh Kepala Sekolah, dilanjutkan dengan penyerahan Piala dan Piagam bagi siswa-siswi yang berprestasi. Kemudian acara yang sangat dinanti oleh para siswa adalah acara hiburan bebas.

Terlihat siswa, wali siswa juga para undangan lain, menikmati acara unjuk bakat. Asha ikut berpartisipasi unjuk kebolehannya, di bidang seni bela diri, bersama beberapa adik kelasnya. Memperagakan beberapa gerakan dasar dan sparing.

Acara berikutnya, adalah pertunjukan drama, yang dimainkan oleh siswa kelas 1 dan 2. Terlihat Asha sudah berganti kostum, dengan pakaian adat modern, rambutnya yang panjang sebahu, sengaja dibiarkan terurai. Terlihat bandana dari brookat berpayet, menghiasi rambutnya. Membuatnya terlihat begitu cantik.

Pemandangan ini tak dilewatkan begitu saja oleh Angga. Anak lelaki yang mulai beranjak dewasa itu, sempat merasa kecewa. Pasalnya, saat acara penyerahan piala dan piagam, sebagai siswa terbaik sekolah, netranya, tidak mendapati sosok Asha, di kursinya. Padahal, dia berharap, Asha ada di sana, untuk melihatnya dan berfoto bersama, dengan teman-temannya yang lain, yang berprestasi.

Masih teringat jelas olehnya, saat pertama kali menyadari, bahwa dirinya merasa melihat ada yang berbeda dengan gadis 'culun' di kelas sebelah.

***

Beberapa waktu silam ....

Kala itu, pulang sekolah seperti biasa, Angga, melewati lapangan bola basket yang menuju parkiran, di mana dia memarkirkan kendaraannya.

Tanpa sengaja, dia melihat Asha, yang kala itu mengenakan Dobok (seragam Taekwondo), sedang melakukan Dubal Dangsang Chagi (tendangan dengan dua target sasaran). Targetnya adalah dua siswa laki-laki, dan dua-duanya tersungkur, setelah menerima tendangan telak tersebut.

Tidak tahu mengapa, ekspresi Asha yang serius kala itu, terngiang-ngiang di dalam kepalanya, hingga keesokan paginya dia bertemu kembali dan berpapasan dengan gadis itu, di lorong sekolah, dengan kuncir duanya. Benar-benar terlihat berbeda. Terlihat begitu 'kuno' dan 'culun'.

Tidak akan ada yang mengira, gadis 'culun' itu, bisa mengalahkan dua orang laki-laki, yang terlihat lebih besar dan kuat darinya, tempo hari.

Pertemuan ketiga, adalah, saat Angga melihat Asha berdiri sendirian, di halte, selepas di malam pertandingan babak final tim bola basketnya. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, Angga langsung menghampiri. Kala itu, Angga membawa motor bebek, miliknya.

"Hai, pulang sendirian?" tegurnya. Asha yang menunduk, langsung menengadahkan kepalanya, menatap anak laki-laki di depannya.

"Iya, lagi nunggu angkot, niy, belum lewat dari tadi."

"Rumahnya di mana? Gue anterin, ya."

Tanpa pikir panjang, Asha langsung menerima ajakan Angga saat itu. Meski sedikit terkejut, ternyata begitu mudah mengajak Asha, tapi Angga merasa senang.

"By the way, nama gue Angga. Nama lo, siapa?" tanya Angga, ketika motor sudah melaju seperempat jalan.

Yang ditanya bukannya menjawab, malah tertawa keras. Membuat Angga mengerutkan dahinya dan memelankan motornya.

"Lho, kok, malah jadi pelan, sih, bawanya? Kenapa? Bensin lo, abis?"

"Gue, 'kan, nanya nama lo. Kenapa malah ketawa?"

"Lagian lucu. Lo gak usah kenalin diri juga gue tau, lo Angga, Sang Primadona. Haha ... gue Asha. Gue, 'kan, sebelahan kelasnya, ma kelas lo. Gak nyadar, ya?" seloroh Asha geli.

"Gue tau, kok." bohong Angga.

"Masa?" tanya Asha tidak percaya. "Gue, 'kan, gak sepopuler diri lo. Mana ada yang kenal, haha .... Kelas mana emang gue?"

"IPA 2, 'kan?"

"Tebakan lo, bener! Hebat!"

"Besok, lo bakal terkenal. Percaya, deh."

"Gak mungkin! Dah, lanjut jalan, gih, ntar kemaleman gue nyampe rumah."

Mereka pun, melanjutkan perjalanan menuju rumah Asha. Namun, tiba di pintu gerbang, ternyata sudah ditutup satpam komplek, akhirnya Asha turun di depan gerbang.

"Maaf ya, Sha, cuma bisa anter sampai sini."

"Gak apa-apa lagi. Rumah gue gak jauh, kok. Dari sini juga keliatan, tuh, yang pagernya item." tunjuk Asha.

"Ya udah, lo jalan gih, gue tungguin, mpe lo nyampe rumah."

"Haha, tenang aja, siy, gak bakal ada yang berani ma gue."

"Iya gue tau, lo bisa bela diri, 'kan?" yang disambut kekehan Asha.

Asha pun turun dari motor dan pulang ke rumahnya. Angga terus memperhatikan, hingga Asha menghilang di balik pagar rumahnya.

***

"Woi! Angga!" Terdengar seseorang memanggil Angga, yang sedari tadi terlihat melamun.

"Ah, lo, Man! Gangguin gue aja."

"Lagian, dipanggilin ma anak-anak, lo diem aja dari tadi. Mo pada foto kelas, tuh, nanti. Anteng liatin siapa, siy?" Pandangan Arman menyelidik, mencari sosok yang kira-kira bakal membuat Angga terkesima. "Lo lagi liatin Caca, ya?"

Angga mengerutkan dahi. "Caca?"

"Itu, si Asha, pan, dipanggilnya, Caca." Angga hanya mengangguk dan membulatkan mulutnya.

"Lo kenal Asha?"

"Ya kenallah. Ade gue, 'kan, ikutan Taekwondo. Kadang suka balik bareng."

"Gue gak tau kalo Sesil ikutan bela diri. Cengeng gitu." Angga terkekeh, mengingat dulu adiknya Arman pernah pulang sekolah menangis, karena diganggu temannya.

"Itu, 'kan, dulu sebelum ikutan. Gegara itu, tuh anak keukeuh, pengen belajar bela diri, biar gak digangu, katanya. Baru sabuk putih, kok."

"Lha, lo, lagian kakaknya, bukan jagain, siy."

"Ya, pan, kelas kita pulangnya aja udah sore, mana bisa bareng. Dah, ah, yuk, foto-foto dulu, sebelum gue tampil."

Tetiba Angga mendapat ide, "Gue ikutan, dong."

"Ikut apaan?"

"Nyanyilah."

"Mana bisa, lo, 'kan, gak ikut gladi resiknya kemaren."

"Satu lagu aja, please. Bilang ma bu Mira, gih." bujuk Angga.

"Mo nyanyi apaan, siy?"

"Ada deeeh. Dah buruan sono, gue mo cari temen dulu, buat duet." dorong Angga.

"Dasar lo, ya, dah maksa, gak mau kasih tau." Arman pun, berlalu mencari bu Mira, koordinator acara perpisahan.

Angga mencari-cari seseorang buat diajak duet, dan saat menemukannya, terlihat senyum merekah di kedua sudut bibirnya.

***

"Sha, abis ini, lo jangan ke mana-mana, ya," ucap Nia, sehabis mencicipi makanan, yang sudah disiapkan oleh panita, untuk para siswa yang baru lulus.

"Iya. Gue bakal nonton mpe abis, kok. Tapi, nyokap bokap gue kudu balik duluan. Lo tau, 'kan, bokap masih masa pemulihan. Gue anter mereka dulu mpe depan bentar, ya."

Setelah Asha mengantar kedua orangtuanya, Asha kembali ke dalam aula. Sayup-sayup terdengar suara petikan gitar, memulai intro lagu yang begitu familiar. Tak lama, terdengar verse suara penyanyi perempuan yang begitu merdu.

(Silahkan mendengarkan lagu We Could Be In Love ya.)

Asha tertegun dengan suara Nia, ternyata bisa mirip dengan suara penyanyi aslinya, Lea Salonga. Lagu yang pernah populer di era 90-an, kala Asha masih duduk di bangku SMP.

Sambil terus melangkah, dia mendengarkan suara penyanyi laki-laki yang berduet dengan Nia. Suaranya juga tidak jauh berbeda dengan suara penyanyi aslinya, Brad Kane.

Angga melihat Asha yang berjalan mendekat. Sambil duduk memetik senar gitar dengan piawai. Tatapan matanya seakan terkunci pada sosok Asha. Tersenyum senang.

Kemudian melanjutkan lirik demi lirik sambil menatap Nia. Ntah mengapa, Angga seperti menangkap dari sudut matanya jika Asha terlihat tidak nyaman. 'Apakah dia cemburu? Pada sahabatnya?' pikir Angga.

Apalagi saat lagu masuk ke chorus yang dinyanyikan bersama.

(Silahkan mendengarkan lagu We Could Be In Love, bagian chorus.)

Asha lagi-lagi terlihat menunduk. Padahal Angga memperhatikannya lekat, saat dia melantunkan bagian lirik yang itu.

Tak lama, lagi pun selesai dinyanyikan. Tiba-tiba, Angga menyebut nama Asha.

"Lagu ini gue persembahkan buat Asha. Semoga kebersamaan kita yang singkat, saat persiapan EBTANAS lalu, memiliki arti yang lebih buat lo. I Love You, Asha," ucap Angga, melalui mic yang tadi digunakannya untuk bernyanyi.

Suasana aula hening seketika, beberapa ada yang kasak kusuk, menebak apa yang sebetulnya terjadi.

Gosip yang santer terdengar kala itu, Nia yang menyatakan cintanya pada Angga, tetiba menjadi dekat. Meski jarang terlihat bersama karena masing-masing sibuk dengan persiapan EBTANAS. Hal ini tidak menyurutkan berita Sang Primadona. Ada yang berasumsi mereka jadian.

Duet mereka berdua makin menguatkan dugaan para fans Angga, namun pernyataan cinta Angga barusan, membuat mereka berpikir, ada cinta segitiga di antara mereka.

Arman saja yang merupakan sobat terdekat Angga, tercengang. Karena selama ini, Angga enggan membahas soal kedekatannya dengan Nia. Terlebih soal pernyataan cinta Angga hari ini. Benar-benar di luar dugaan.

Asha masih terdiam, lidahnya kelu. Tatapannya lurus menatap sosok lelaki di atas panggung itu. 'Apa-apaan siy lo, Ngga. Bikin sensasi aja,' batin Asha.

"Sha ...," panggil Angga lagi.

"Maaf, Ngga ...," ucap Asha akhirnya dan beranjak dari sana, sambil berlari keluar aula.

Nia, yang lebih dulu menyadari perubahan raut wajah Asha tadi, langsung turun dari panggung dan mengejarnya.

***

Next chapter