3 Rencana Menjodohkan El

"Lo sih pake ke toilet segala, ribet banget."

El menatap Mario dan Reza dengan tatapan datar, jadi dirinya yang di salahkan seperti ini. Apa-apaan sudah ia traktir masing-masing satu mangkuk bakso dengan minumannya sekaligus masih disalahkan juga, memang kedua sahabat yang tidak tahu di untung. "Kok gue?" tanyanya.

"Iya, lo sih bukannya ladenin Nusa aja. Dia juga gak jelek, jadi lo gak perlu malu kalau jadian sama dia." Sekarang giliran Reza yang protes sambil memijat betisnya yang berdenyut sakit, memang benar-benar hukuman keramat yang menyiksa.

"Berisik lo." ucap El sambil merogoh saku baju, mengambil ponsel miliknya dan mulai terhanyut dengan acara kirim pesan bersama Alvira.

Mario dan Reza saling melempar pandangan seperti menyalahkan satu sama lain karena masih saja menyalahkan El atas kejadian yang menimpa mereka. Sudah di traktir, tidak tau diri pula. Ya, itu sifat buruk mereka berdua.

"Permisi, Bara."

El diam saja tidak menanggapi seseorang yang menyebutkan namanya, ia memang paling tidak suka di ganggu saat sedang bertukar pesan dengan adik tercintanya. Segala emoticon meluncur untuk dirinya saat ia dengan sangat tidak sopan hanya membaca pesan dari Alvira tanpa berniat membalasnya, membuat cewek itu mogok makan selama tiga hari. Ini adalah alasan dirinya yang sangat enggan di ganggu jika berkaitan dengan Alvira, takut kalau nanti pesan dari sang adik terlewat atau bahkan hanya terbaca saja.

"Duduk aja kali, Sa. El mah gak bakal dengerin omongan lo, percaya deh sama gue." ucap Mario sambil meminum es teh manisnya dengan nikmat, ia oke-oke saja kalau ada cewek secantik Nusa ingin bergabung makan. Ah, rasanya sangat lega sekali saat teh dingin tersebut menyapa tenggorokannya.

Nusa, cewek itu mengangguk perlahan lalu duduk tepat di samping El. Lagi-lagi hanya dirinya lah yang berani menempati tempat di samping cowok itu, ya kan ia berpikir selagi masih sama-sama manusia tidak ada yang perlu ditakutkan.

"Makan ya semua." ucap Nusa melemparkan senyumannya untuk Mario dan juga Reza. Ia mulai memakan sandwich yang dibuatkan oleh abangnya yang tercinta, selalu saja kadar karbohidrat pada menu makannya di kontrol oleh cowok itu.

Reza menatap El yang sedang asyik menatap layar ponsel tanpa ekspresi sama sekali, seolah-olah memang sudah tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi. "Bos, lo gak makan? bukannya tadi Alvira bawain lo bekel ya?"

Karena ucapan Reza barusan, perhatian Nusa langsung terarah pada cowok di sampingnya. Ia menatap El dengan sangat penasaran. Alvira? apa cowok dingin itu sudah memiliki kekasih? ah lagi pula untuk apa dirinya penasaran akan hal ini? toh El memang tampan dan tidak mungkin juga cowok itu tidak memiliki kekasih ya walaupun sifatnya yang jauh dari kata romantis.

"Kenyang." ucap El seadanya. Ia mendongakkan kepalanya lalu menoleh ke arah Nusa yang kini belum juga mengalihkan pandangan, dan ya tentu saja mata mereka beradu sempurna.

"Siapa yang izinin lo duduk disana?" tanya El dengan nada datar, ia seperti mengunci tatapan mereka dengan sorot matanya yang sangat mengintimidasi. Ia menatap tajam Nusa tanpa berniat mengalihkan pandangannya membuat cewek tersebut tersenyum kaku.

"Eh? emangnya gak boleh ya?" tanya Nusa dengan raut wajah yang sangat lugu. Ia tetap menggigit sandwich yang berada di tangannya dengan tenang, padahal sorot mata El kali ini benar-benar menyeramkan. Mario dan Reza saja kini tengah pura-pura sibuk mabar game online, padahal sebenarnya hanya menatap kosong layar ponsel masing-masing dengan telinga yang menyimak pembicaraan El dengan Nusa. "Tadi aku udah panggil kamu, tapi kamu gak--"

"Pergi."

Nusa meneguk salivanya dengan susah payah karena atmosfer yang berada di sekelilingnya terasa panas, ia memasukkan kembali sandwich yang tadi berada di genggamannya ke dalam kotak bekal. "I-iya, maaf ya Bara. Kalau begitu, aku permisi dulu." ucapnya dengan sedikit gugup. Sejujurnya ia tidak punya pilihan lain selain duduk bersama mereka karena hari ini kantin benar-benar sangat ramai sehingga tidak ada kursi yang tersisah satupun kecuali kursi di samping El.

Sedangkan El, ia kembali memfokuskan pandangannya ke layar ponsel tanpa rasa bersalah.

"El, lo gak kasian sama Nusa?" tanya Reza dengan nada sedikit serius. Karena ia memang benar-benar merasa kasihan melihat Nusa yang kini berdiri di tengah-tengah kantin sambil menatap satu persatu kursi yang ditempati orang berharap orang itu akan segera pergi dan ia bisa makan dengan tenang di salah satu kursi.

"Gak, ngapain juga." ucap El.

Selalu saja seperti itu. Selain dingin, El terkadang tidak memikirkan perasaan orang lain. Entah orang itu akan terluka dengan ucapannya, ia tidak peduli dengan semua itu. Selagi dirinya nyaman, berarti hal itu tidak masalah bukan?

"Emangnya lo lagi chatan sama siapa sih? asik banget kayaknya, jadi buat lo masuk ke dalam ponsel gitu gak inget sama sekeliling." ucap Mario sambil menyilangkan tangannya di atas meja. Ia mencondongkan tubuhnya supaya bisa melihat apa yang kini sedang dilakukan sahabatnya.

"Alvira."

Reza terkekeh begitu juga dengan Mario. Memangnya siapa lagi cewek yang menjadi prioritas El selain Mommy-nya dan cewek yang disebutnya barusan? tidak ada. Hidup El hanya di penuhi oleh Alvira, Alvira, dan Alvira.

"Apa namanya kalau adik kakak goals?" tanya Mario sambil terlihat berpikir keras seolah-olah ini adalah hal yang paling sulit untuk di terka.

Reza tertawa terbahak-bahak sampai memukul meja dengan pelan, ia merasa kalau sahabatnya yang satu itu memang bodoh tidak seperti dirinya yang pintar kepalang kabut. "Gitu doang gak tau lo aduh bodoh banget ya ternyata, pantesan Bu Victor gedek banget sama lo." ucapnya dengan nada mengejek, jangan lupakan kepalanya yang menggeleng dan mengerucutkan bibir seperti mencibir.

Lagi-lagi El hanya penikmat bisu yang menyaksikan tingkah konyol Mario dan Reza, mereka terlihat seperti adik kakak karena mempunyai selera humor yang sangat tinggi.

"Gausah ngeledek gue, Bu Victor juga gedek banget sama lo kalau lo lupa nih sekarang gue ingetin. Emang lo tau apa maksud omongan gue tadi, huh?"

"Tau, adik kakak goals itu mah mananya tuh ya friend zone. Gitu aja gak tau, gue yang KATANYA bodoh aja tau masa lo enggak."

Kini giliran Mario yang tertawa terbahak-bahak, ia benar-benar tidak habis pikir dengan jawaban Reza yang sudah pasti mendapatkan nol besar. "Tuh kan terbukti siapa yang bodoh!!" serunya dengan sangat semangat membuat wajah Reza memerah.

"Kalau gue salah ya cukup tau aja lo jangan sebar-sebar, stttttt..." ucap Reza sambil menaruh jemari telunjuknya tepat di depan mulut, berlagak supaya sahabatnya yang bobrok ini menyimpan erat perkataannya.

"DARI MANA SEJARAHNYA FRIEND ZONE ITU ADIK KAKAK GOALS, ADUH SAKIT PERUT GUE KERAM." ucap Mario dengan lantang membuat semua pasang mata menatap ke arah mereka dengan penasaran, ada juga beberapa orang yang tertawa karena mendengar nada tawa Mario yang memang sangat mengundang.

El mengusap wajahnya, ia kini merasa malu karena selalu saja menjadi pusat perhatian orang-orang akibat tingkah kedua sahabatnya ini yang memang selalu di luar nalar manusia.

"Wah menghina gue lo ya, rasain nih." ucap Reza sambil mencolek sambal bakso yang masih tersisah di mangkuk miliknya ke tepi bibir Mario. "Rasain loh." sambungnya sambil tersenyum puas.

Karena ulah Reza, kini Mario dengan heboh mengibaskan bibirnya yang terasa panas. Ia sangat tidak menyukai sambal karena tidak tahan pedas. "Bibir gue gak seksi lagi tanggung jawab lo ya, Za!" ucapnya sambil mengambil gelas berisi jus jeruk milik El. "Minta ya, El."

El menatap Mario dengan datar. "Beliin lagi." ucapnya dengan singkat.

Mario hanya mengangguk sambil menatap miris tetesan terakhir jus jeruk milik El sedangkan bibirnya kini masih merasakan pedas yang luar biasa, memang tidak bisa teredam rasa pedasnya hanya dengan satu gelas jus jeruk.

Reza sedang sibuk tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya, ia sesekali mengusap air matanya yang jatuh akibat terlalu geli tertawa. "Ini baru yang namanya hiburan!" ucapnya dengan semangat, terbayar sudah balas dendamnya.

Mario mengumpat kasar, lalu mulai berlari menuju ke arah Nusa yang menatapnya dengan sorot kasihan karena tidak ingin munafik pun ia menonton kekonyolan mereka sejak tadi. "Kamu gak apa-apa?" Ia malah menanyakan hal konyol yang seharusnya tidak perlu ditanyakan lagi.

"Enggak gua gak papa banget Sa, ya jelas lah gue kenapa-napa tolong gue kepedesan banget..."

"Ya terus aku harus ngapain biar kamu gak kepedesan? siram pakai air?"

"Ya gak gitu juga, ngegemesin banget sih lo."

Mencari akal supaya rasa pedas tidak menjalar sampai puncak kepalanya, akhirnya Mario mulai menjentikkan jemarinya sampai berbunyi.

"Sa, sandwich lo buat gue ya." ucap Mario sambil merebut kotak bekal yang berada di tangan Nusa lalu memakan dengan lahap sandwich tersebut sampai tak tersisa sedikit pun. Beruntung, rasa pedasnya kini sudah berkurang terbantu dengan lembutnya roti dan juga mayonaise di dalamnya.

"T-tapi kan Mario, sandwich-nya kan bekas aku makan tadi. Emangnya kamu gak ngerasa geli ya?"

"Enggak, gue udah biasa makan dari sisah-sisah tempat sampah." ucap Mario dengan nada bercanda. "Kok lo masih disini, Sa? Yah maaf ya makan siang lo jadi gue yang makan." ucapnya dengan nada bicara yang terdengar tidak enak karena sudah memakan makanan milik orang lain. Ia berjanji akan membinasakan Reza dengan pukulan mautnya seperti peserta di atas ring tinju.

Nusa tersenyum manis, lagipula ia sudah tidak lapar lagi karena terlalu memusingkan tempat duduk di kantin. "Gak apa-apa, aku jadi gak perlu repot-repot lagi nungguin orang selesai makan. Udah ya aku mau ke kelas, bye." ucapnya sambil mengambil kembali kotak makan miliknya yang berada di tangan Mario. Ia melambaikan tangannya lalu pergi meninggalkan cowok itu.

"Dia cewek terkeren, udah baik gak sombong cantik pula. Fix gue mau jodohin dia sama El ah, daripada sahabat gue di gelayutin mulu sama nenek lampir."

...

Next chapter

avataravatar
Next chapter