18 Di Bully Priska and The Genk

"Fyuh.."

Nusa menghelas napas lelahnya sambil mengusap kening yang terdapat sedikit bulir keringat. Ia benar-benar lelah karena Bu Rinda meminta bantuan untuk menyusun beberapa buku baru, ternyata jumlahnya tidak sedikit. Dan untung saja Bu Rinda sudah mengizinkan dirinya pada wali kelas dan guru mata pelajaran yang sedang mengajar di kelasnya pada jam pertama dan kedua, jadi ia sedikit merasa beruntung karena tidak belajar matematika.

"Sudah selesai, Nusa?"

Terlihat Bu Rinda yang tersenyum ke arahnya, merasa sangat terbantu dengan murid baru ini.

Nusa menganggukkan kepala, lalu membalas senyuman sang guru dengan sangat manis. "Sudah bu, semuanya sudah tersusun rapih sesuai kategori seperti apa yang ibu bilang." ucapnya sambil menepuk kedua tangan, berniat untung menghalau debu yang mungkin hinggap.

"Maaf ya Ibu pikir tadi bukunya cuma sedikit, tau-taunya banyak sekali dan Ibu gak mungkin mengerjakannya sendiri. Bisa-bisa kelar besok,"

"Gak apa-apa, Bu. Lagian juga hitung-hitung dapat pahala di pagi hari kan, bantu-bantu Ibu." balas Nusa dengan kekehan kecil. Ia menaruh helaian rambutnya yang menjuntai ke belakang telinga, sedikit mengganggu pandangannya.

"Ya sudah kamu boleh ke kelas untuk meneruskan pelajaran, terimakasih ya. Untuk buku paket kamu sudah saya data semuanya, boleh kamu taruh loker tapi jangan sampai hilang."

"Iya Bu sama-sama, terimakasih ya Bu sudah meringankan Nusa mengenai buku paket. Nusa duluan, Bu."

Nusa tersenyum, lalu menyalimi punggung tangan Bu Rinda. Setelah itu, ia kembali ke tempat yang tadi di duduki untuk mengambil tas beserta beberapa buku paket buku kelas 12 yang baru ia dapatkan juga untuk di masukkan ke dalam tas sekolahnya itu.

"Nusa permisi ya, Bu."

Bersamaan dengan itu, Nusa mulai melangkah meninggalkan ruang perpustakaan. Rasa sedihnya sudah sirna mengingat perlakuan El pada dirinya. Untuk apa cowok itu mengiyakan usulan Mario untuk memberi dirinya segelas teh hangat?

Ah iya, gelas teh hangat!

Dengan cepat, Nusa kembali ke dalam perpustakaan lalu berjalan ke meja tadi. "Ah kalau hilang pasti nanti Mpok Tari ngomel-ngomel." gumamnya.

Setelah mengambil gelas tersebut, ia kembali keluar perpustakaan. Langkah kaki membawa dirinya masuk ke dalam kantin karena ia ingin membalikkan gelas ini kepada sang empunya, alias Mpok Tari.

"Mpok, Nusa mau balikin gelas teh." ucap Nusa sambil menyodorkan sebuah gelas ke hadapan Mpok Tari. Terlihat wanita itu yang tersenyum lebar melihat sosok Nusa yang berhasil menyita perhatian warga sekolah termasuk para penghuni kantin, wajah cantiknya memang pantas bersanding dengan El.

"Atuh neng gak usah di balikin gak apa-apa. Lagipula juga Tuan El yang tampan udah bayar seratus ribu buat teh angetnya, jadi kalau hilang ya Mpok gak rugi."

Nusa membuka mulutnya pertanda terperangah dengan ucapan Mpok Tari. Bagaimana bisa satu gelas teh di hargai seratus ribu oleh El? sepertinya cowok itu terlalu kaya raya sehingga tidak peduli seberapa besar nominal uang yang sudah di keluarkan, kalau Nusa mah 100 ribu bisa di pakai untuk beli cilok setengah panci di abang-abang jalanan, itu lebih enak.

"Ini Mpok kan Nusa udah cape ke kesini masa ternyata Mpok udah gak butuh gelasnya lagi sih."

Mpok Tari terkekeh, ia salah satu penghuni kantin yang sangat update daripada yang lainnya. "Ternyata orang-orang salah menilai kamu ya Nusa, tadi cewek-cewek pada gosip tentang kamu ih Mpok mah gak setuju kalau pendapat dari kabar burung gitu." ucapnya sambil mengambil gelas yang di sodorkan oleh Nusa.

Nusa menaikkan sebelah alisnya. "Maksud Mpok Tari apa? emangnya orang-orang ngomongin apa tentang Nusa?" tanyanya dengan penasaran.

"Ih kamu kan jadi apa tuh namanya Neng? yang lagi di bicarain sama semua orang!"

"Apaan Mpok?"

"Itu loh, tranding!" ucap Mpok Tari sambil menjentikkan jemarinya pertanda ingat dengan apa yang ingin ia ucapkan.

"Ya masa aku jadi tranding sih ada-ada aja Mpok, aku mah bukan artis ngapain juga di omongin."

"Ya kan kamu pacarnya Elbara kan?"

"Aku? Mpok salah or--"

"Eh, sini lo cewek gak tau diri!"

Belum sempat Nusa menyelesaikan ucapannya dengan Mpok Tari, seseorang sudah menarik tubuhnya keluar dari kantin dengan cara menarik-narik tangannya dengan kuat sehingga langkahnya pun tersaruk-saruk. Ia menoleh ke orang itu, lalu matanya membulat kala melihat siapa yang kini sedang menarik tubuhnya. Dia adalah Priska.

Semua pusat perhatian tertuju pada mereka berdua. Bagaimana tidak? berita mengenai Nusa bersama El terlalu menggemparkan Priska yang bernotabene selalu menjadi pawang para cewek untuk menjauhi El. Banyak juga yang berbisik-bisik dengan nada keras --ah iya itu bukan berbisik namanya-- membicarakan tentang hal apa yang terjadi pada Nusa jika Priska sudah turun tangan seperti ini.

Karena Priska, cewek yang sudah menandai El sebagai miliknya. Hanya Priska dan untuk Priska.

"Pelan-pelan dong Priska, berat nih aku bawa banyak buku paket pelajaran di atas aku." seru Nusa sambil meringis kecil. Langkahnya seperti melayang karena Priska kini menarik tangannya dengan langkah besar yang terburu-buru seolah-olah tak membiarkan dirinya bersantai terlebih dulu, padahal kan ia lelah habis angkat buku-buku di perpustakaan.

Priska sama sekali tidak mempedulikan ucapan Nusa. Ia langsung memasuki toilet cewek, dan menghempaskan tubuh Nusa ke lantai. "Lo ada hubungan apa sama El?" tanyanya to the point karena sudah tidak ingin menunda sesuatu yang sudah berkaitan dengan Elbara. Hanya karena cowok itu, dirinya menjadi seperti ini. Cinta butuh perjuangan, jadi anggap saja ini termasuk perjuangan seorang Priska untuk El.

Nusa meringis merasa bokongnya yang berdenyut nyeri. Astaga Priska benar-benar sosok yang kasar. "Aku sama Bara cuma temenan kok. Kita kan teman satu bangku, masa musuhan." jawabnya dengan deretan kalimat yang dilontarkan sangat lugu.

Sial, emosi Priska kian memuncak kala mendengar ucapan Nusa yang menurutnya polos itu. Oh tunggu, polos atau memang pura-pura polos?

"Gak usah bohong deh lo."

"Aku gak bohong. Bara sendiri yang ke rumah aku, tanya aja sama dia kalau kamu gak percaya. Bara yang mau bareng aku kok ke sekolah, kenapa jadi kamu yang marah?"

Ke rumah Nusa? El? Pikiran Priska kini sudah bercabang dengan pikiran yang sudah menjalar kemana-mana, bersamaan dengan emosi yang memuncak di ujung kepalanya. Ia merasa cemburu ketika apa yang selama ini di inginkan dari El, justru malah terwujud pada cewek lain. Sakit, itu yang dirinya rasakan.

"Gue gak percaya sama cewek murah kaya lo!"

Priska menepuk tangannya sebanyak dua kali, lalu keluarlah Disty dan Nika dari balik salah satu toilet. Tangan mereka berdua sudah membawa satu ember penuh air keran yang di pagi hari ini terasa sangat dingin.

"Eh, kalian mau apa?" tanya Nusa dengan panik. Ia sangat mengkhawatirkan kondisi buku paketnya yang mungkin nanti akan rusak. Dengan segera, ia melepas tas punggungnya, lalu melempar tas itu sampai menjauh dari tempatnya terjatuh saat ini.

"Berisik lo." ucap Disty. Dengan bantuan Nika, ia menyiram tubuh Nusa dengan seember penuh air itu.

Byur...

Nusa mengusap wajahnya yang tersiram air dingin. Ia merasa hawa dingin yang langsung menusuk sel syaraf di tubuhnya. Dari atas sampai bawah, semuanya basah.

"Kalian ada masalah apa sih sama aku?" tanya Nusa dengan nada tercekat. Baiklah ia saat ini ingin menangis dan membutuhkan sebuah pelukan dari Rehan, tolong siapapun hubungi kakaknya saat ini.

"Gak usah caper sama El. Atau gak lo bakalan ngerasain lebih dari ini, Nusa sayang. Cabut guys." ucap Priska sambil melenggang pergi meninggalkan toilet cewek dengan sebuah senyum yang menyorotkan kepuasan.

"Dasar caper lo! gak usah banyak gaya makanya, kena kan lo!" ucap Disty sambil melempar ember yang berada ditangannya dengan keras sampai membentur lantai toilet. Ia mengikuti langkah Priska.

"Lain kali, jangan berasa jadi primadona." Kali ini, Nika yang berucap sambil menepuk pelan puncak kepala Nusa. "Jangan nakal lagi." sambungnya dengan nada centil sok dilembutkan.

Sama dengan Priska dan Disty, Nika kini juga keluar toilet dengan senyum mengembang. Kegiatan membully ini akan cepat tersebar sampai penjuru sekolah, terlebih lagi objek yang mereka bully adalah cewek yang akhir-akhir ini dekat dengan El, tentu saja itu akan sampai di telinga cowok tersebut dengan secepat kilat.

Nusa menghembuskan napasnya, tidak berniat bangkit dari lantai. Ia memeluk lututnya sambil merapalkan kata 'aku butuh Kak Rehan' setiap detiknya. Mau keluar dari dalam toilet pun malu karena pasti pakaian dalamnya tercetak jelas memperlihatkan lekuk tubuhnya.

"Astaga!"

Terdengar langkah kaki yang mendekati Nusa dengan heboh.

"Lo kenapa? ngapain duduk disana? terus baju lo kenapa basah semua? Hei, jangan nangis!"

Dengan heboh, suara berat itu terdengar sangat cemas. Nusa segera mendongkrak kepalanya. Dengan wajah yang sudah memerah karena menangis, ia segera memeluk siapapun cowok itu. Ia tidak peduli jika ada orang yang melihat hal ini dan berujung salah paham.

"Tolong, Nusa takut." lirih Nusa sambil mencengkram kuat seragam cowok yang kini sudah membalas pelukannya, ia juga butuh kehangatan karena pagi-pagi sudah mandi dua kali yang kedua ini adalah faktor kesengajaan.

"Pasti Priska, iya kan?"

Nusa tidak menjawab ucapan cowok itu, ia sibuk menangis meratapi nasibnya pada pagi hari ini.

Terdengar cowok itu yang menghela napas, lalu melepas pelukan Nusa pada tubuhnya. Untung saja dirinya berniat membolos dan tas miliknya yang hanya berisi satu pulpen dan satu buku serta jaket bermerk sedunia, sungguh bermanfaat sekali saat di situasi seperti ini. "Lo pakai jaket gue nih, soalnya baju lo kelihatan transparan, sorry." ucapnya sambil memalingkan wajah, menjulurkan sebuah jaket miliknya.

Nusa mengangguk, lalu mengambil jaket yang diulurkan oleh cowok itu.

"Sini gue bantu berdiri."

Setelah itu, Nusa tersenyum kecil. "Makasih ya." ucapnya.

"Gak mau kenalan nih?"

"Eh?"

"Nama gue Fabian, panggil aja Bian. Eh tapi panggil sayang juga boleh. Dan lo berarti ada utang sama gue, nanti pulang sekolah gue yang antar pulang supaya utang lo kebayar. Gue gak terima penolakan ya,"

...

Next chapter

avataravatar
Next chapter