webnovel

Nightmare

Hanna yang saat ini berada di tempat hiburan menunduk terus karena ketakutan, sedangkan Edgar tengah bersama dokter yang memeriksa keadaan Hanna.

"Tuan, maaf saya harus menyampaikan hal penting. Nona Hanna mengalami stres dan juga syok saat ini," kata James.

"Kamu sebagai dokter harusnya memberi dia obat," balas Edgar.

"Tuan, saya mohon agar jangan memaksa nona berhubungan badan terlebih dahulu," kata James.

"Berikan Hanna obat yang terbaik. Saya mau dia jadi perempuan yang bisa melayani saya dengan baik," perintah Edgar.

"Baik, Tuan. Terserah," balas James.

Edgar menerima obat dari James. Dia lalu memanggil David untuk mengecek keadaan Hanna sekalian memberikan obat. Dia mau berbicara dengan dokter dulu.

"Tuan, apa saya perlu memberikan makanan juga?" tanya David.

"Tidak perlu. Nanti saya yang akan membawakan makanan untuknya. Kasih dia obat dulu saja karena dia pasti menolak makan," jawab Edgar.

"Baik, Tuan," kata David.

David menunduk lalu pergi ke kamar Hanna.

***

Hanna di dalam kamar menangis terisak. Dia tersentak mendengar ada yang masuk.

"Aku mau pulang," mohon Hanna.

"Nona, ini obat untuk Nona. Saya tidak bisa terlalu lama di sini, nanti saya dimarahi," kata David.

"Aku tidak peduli!" teriak Hanna.

"Nona, waktunya minum obat. Nona akan jatuh sakit lagi kalau menolak," kata David.

"Apa peduli kalian? Biarkan aku mati daripada aku dijual oleh tuan kalian yang sialan itu," kata Hanna terengah-engah.

"Nona, saya harap Nona tidak bertingkah seperti ini. Tuan Edgar bisa membuat keluarga Nona menderita," kata David.

Hanna mengingat masih ada mama, papa serta adiknya. Dia tidak akan pernah memaafkan Edgar kalau sampai pria itu menyentuh keluarganya.

"Kamu kira aku takut?" tanya Hanna menantang.

"Nona, mari minum obat lalu istirahat," bujuk David menyodorkan gelas berisi air minum untuk Hanna.

Hanna menepis gelas yang ada di tangan David hingga terjatuh ke lantai dan pecah.

"Aku tidak mau!" teriak Hanna.

Suara pintu terbuka terdengar membuat mereka menatap ke arah sosok Edgar yang berdiri di sana dengan tatapan datar. Edgar membanting pintu dengan keras lalu menatap Hanna.

"Hanna," panggil Edgar.

Tangan Hanna gemetaran, dia mencengkram selimut di bawahnya.

"Hanna, aku sudah cukup bersabar dengan tindakan kamu," kata Edgar dengan penuh penekanan.

David berdiri dan menunduk. Dia tahu tuannya sangat marah.

"Aku membencimu, Edgar. Biarkan aku pergi, aku tidak akan menuntut apa pun dari kamu," kata Hanna.

"Kamu pikir aku akan membiarkan kamu pergi? Kamu ini bagaikan berlian di hatiku," balas Edgar tersenyum miring.

"Kamu bilang berlian? Berlian yang sudah kamu buang dan sia-siakan!" teriak Hanna.

"Hanna, berteriaklah terus Hanna," kata Edgar.

Edgar menunduk lalu melihat mata Hanna yang sembab dan terlihat ketakutan padanya.

"Kamu jahat!" teriak Hanna.

Hanna membuang salivanya pada Edgar, tapi pria itu diam saja dan mengelap wajahnya dengan kasar.

"Jadi kamu berani padaku," gumam Edgar.

Edgar berdiri tegak lalu memanggil David. Dia meminta David untuk mencelakai adiknya Hanna membuat mata perempuan itu membulat.

"Apa-apaan kamu?!" teriak Hanna.

"Kenapa? Kamu sendiri yang memilih jalan seperti ini," kata Edgar tertawa mengerikan.

David membuka ponsel. Dia menelpon pengawal lain untuk melakukan rencana yang sudah diatur.

'Tidak, aku mohon jangan lakukan apa pun pada adikku," kata Hanna histeris.

Hamna ingin merebut ponsel David, tapi tubuhnya ditarik dan ditahan oleh Edgar.

"Tuan, bagaimana?" tanya David.

"Hanna kamu mau makan bersamaku? Kita akan makan sambil menonton pertunjukkan adik kamu," kata Edgar.

"Tidak, aku mohon jangan celakakan adikku. Aku akan menurut," balas Hanna terisak di dekapan Edgar.

"Oke, waktunya kamu minum obat terlebih dahulu," kata Edgar.

"Aku mohon jangan sentuh keluargaku. Apa mau kamu kamu mau jual? Kamu lebih baik bunuh aku daripada kamu menyakiti keluargaku," kata Hanna.

"Aku tidak jadi menyentuh keluarga kamu, apalagi sekarang terlihat manis saat memohon padaku. Aku suka kamu seperti ini," balas Edgar.

David mematikan ponselnya ketika melihat kode dari tuannya. Dia perlahan keluar dari kamar meninggalkan Edgar bersama Hanna.

Hanna menuruti Edgar. Dia saat ini duduk dan meminum obat yang diberikan pria di hadapannya.

"Edgar, tolong jangan sakiti keluargaku," pinta Hanna.

"Sayang, lihat aku," perintah Edgar.

Edgar memegang dagu perempuan di hadapannya. Mata mereka saling menatap.

"Apa yang kamu mau dari aku?" tanya Hanna.

"Sayang, aku menginginkan dirimu. Aku ada tawaran lebih menarik dibandingkan aku harus menjual kamu," jawab Edgar sambil duduk di samping Hanna dan merangkulnya.

"Tawaran lebih menarik, tawaran apa?" tanya Hanna.

"Kamu menjadi simpananku. Aku akan memberikan apa pun untuk kamu, bagaimana?" tanya Edgar.

Hati Hanna terasa sangat hancur berkeping-keping saat mendengar orang yang dia cintai benar-benar gila dan tidak pernah menghargai perasaannya.

"Aku tidak mau. Dasar pria gila sinting!" teriak Hanna.

"Sayang, kamu tahu kamu bermimpi terlalu tinggi bisa mendapatkan pria seperti aku menjadi kekasih kamu. Jadi simpanan saja sudah paling bagus," kata Edgar.

"Aku bermimpi punya kekasih seperti kamu? Kamu yang mengejar aku, apakah kamu lupa?" tanya Hanna.

"Oh begitu, mari kita lihat sekarang siapa yang memohon pada akhirnya," jawab Edgar.

Edgar membungkam bibir Hanna yang ingin menjawabnya lagi dengan kecupan agresif.

"Rasakan!" teriak Hanna sambil menendang Edgar.

Hanna berlari ke arah pintu, tapi tangan Edgar mencekik lehernya.

"Pria gila lepasin aku!" Kamu merupakan mimpi terburuk bagiku," kata Hanna.

"Bangunlah dari mimpi burukmu dan hadapi," balas Edgar.

"Lepasin aku!" teriak Hanna saat merasakan cekikan di lehernya makin kencang.

"Tenang, aku tidak akan membunuh kamu sebelum aku puas," kata Edgar melepaskan cengkraman di leher Hanna dan menepuk-nepuk pipi perempuan itu.

"Kapan aku bisa bebas dari sini? Aku harus melindungi keluargaku kalau aku bebas dari sini," gumam Hanna.

Hanna benar-benar berada dalam mimpi buruknya. Dia tidak menyangka pria yang dia selalu puja ternyata bisa menghancurkan hidupnya.

"Aku lelah berdebat dengan pria gila seperti kamu," kata Hanna.

"Sayang, jangan berdebat. Menurut saja apa yang aku minta," balas Edgar sambil mengecup Hanna sekilas.

"Jangan menyentuh aku," kata Hanna dengan tatapan tajam.

Hanna mengepalkan tangan. Dia meminta Edgar untuk tidak terlalu dekat padanya karena dia merasa risi.

"Kamu risi padaku, tapi tubuhmu tidak pernah risi padaku. Apa kamu lupa bagaimana suara kamu menyambutku semalaman?" tanya Edgar.

Hanna menggigit bibirnya. Dia akui dia tidak bisa menahan suaranya semalam, tapi dia sekarang merasa jijik dan kotor.

"Aku jijik dengan ucapan kamu dan aku sama sekali tidak menikmatinya," kata Hanna.

"Sayang, jangan berdusta. Apa kamu tidak suka aku sentuh seperti ini?" tanya Edgar.

Tangan Edgar dengan sengaja menyentuh titik sensitif Hanna membuat perempuan itu terkejut. Hanna berusaha menarik tangan Edgar dari titik sensitifnya, tapi tidak bisa.

Next chapter