webnovel

Lantunan merdu ayat suci Alqur'an

jangan lupa vote nya :)

Setelah sholat subuh, Arif bergegas pulang. Hari ini ia ada jadwal mengajar jam pertama. Ia berpamitan kemudian langsung memacu motornya meninggalkan rumah sakit menuju kerumah.

^^^

Setelah selesai sholat Yaya kembali berduaan dengan mushafnya. Kali ini dia mengeluarkan suara pelan ketika mengaji, suara Yaya terdengar sampai ketempat tidur Maryam. Ia mengenali betul nada suara yang Yaya mainkan, itu adalah nada mengaji yang di Indonesia sendiri dipopulerkan oleh ustad muda Muzammil hasbalah. Bacaanya tartil dan menenangkan hati. Maryam menutup Mushafnya dan mendengarkan bacaan tersebut dengan terpejam. Hatinya menjadi semakin tenang. Sepertinya kekuatannya mulai tumbuh kembali dalam dirinya.

^^^

Jam 7 Pagi, Abi Yusuf Ahmad, orang tua kandung dari Maryam tiba di Rumah sakit. Ia datang berdua saja dengan Mang Udih, kemudian meminta Mang Udih langsung ke kandang mengurus sapi yang harus diberi makan. Tak lama kemudian kakak tertua dari Yaya juga datang bersama Abinya. Sedang anaknya sudah kembali ke Jakarta untuk masuk sekolah. Seketika ruangan menjadi riuh, dengan sudah sekitar 6 orang didalamnya.

"Halo, Assalamualaikum" Suara sedang menelepon

"..."

"Wik, tolong gantikan dulu kelas Mbak ya"

"...."

"Mbak masih di Bogor. Urusannya belum selesai"

"..."

"Hari ini Jam 10 sama jam 2 siang ya"

"...."

"Syukron ya Wik, jazakilaahu khoir"

Begitu suara terdengar jelas dari tempat Maryam berbaring. Ia seperti kenal dengan suara tersebut, namun terlalu sulit baginya untuk mengingat, disamping kondisinya yang masih belum pulih seutuhnya membuatnya semakin lelah bila harus memaksakan untuk mengingat.

Sekitar jam setengah delapan pagi, seseorang masuk dan mengetuk pintu. Ia adalah seorang cleaning service, Jika dilihat dari wajahnya sepertinya ia masih muda berkisar umur 19 tahun. Tubuhnya kurus dan kulitnya sawo matang. Bibirnya dipoles lipstick warna merah menyala dengan wajah yang terlihat melunturkan bedak akibat terjangan keringat. Entah sejak jam berapa dia bekerja dengan sangat keras.

"Permisi, Maaf, mau nyapu dulu ya"

Cleaning service itu menyapa dengan ramah. Seketika itu juga ia membuka semua tirai yang tadinya tertutup rapat.

"Anti, maryam kan?" suara itu lagi

Maryam menoleh, seketika ia menjawab

"Masyaa Allah. Fatma ya?"

"Iya, Masyaa Allah. Kok bisa bertemu disini? Anti khaifa haluk?"

"Alhamdulillah, seperti ini lah, hehe. Anti khaifa halk? Jenguk siapa?"

"Khoir, Alhamdulillah. Ini jenguk Yaya."

"Yaya? Oh, Asiyah adek kamu itu kan? Yang dulu pas kita kuliah dia masih mondok?"

"Iya. Masyaa Allah. Sudah besar ya, cantik sekali"

Yaya tersenyum, dalam hati ia berucap "Masyaa Allah"

"Assalamualaikum" sapa Maryam ke Yaya

"Waalaikum sallam" jawab Yaya seraya menganggukan kepala dan tersenyum manis

Maryam dan Fatma bercerita panjang lebar. Mereka saling bertukar informasi tentang banyak hal, sudah punya anak berapa, anak sudah umur berapa, suami sekarang dimana, dan masih banyak lagi. Seorang petugas rumah sakit mengantar makanan, dua bauah kasur yang tadinya selalu tertutup sekat sekarang sudah terbuka lebar, seperti halnya 1 kamar dengan 2 kasur saja. Mereka makan bersama. Asiyah makan dikasurnya, Umi duduk disebelahnya sedang menikmati nasi uduk yang beralaskan lemari kecil yang juga memiliki fungsi sebagai alas meja makan yang bisa ditarik keluar. Maryam disebelah Fatma juga sedang makan sambil terus bercerita. Sedang Abu fatma? Ia makan di sofa bersama abu Maryam sambil berbincang-bincang hangat.

Maryam banyak bercerita tentang pengalamannya dahulu saat sedang berkuliah di Al azhar mengambil S2 bersama suaminya, kemudian bagaimana hamil dan melahirkan disana. bagaimana caranya lulus dengan waktu yang pas meski sedang hamil dan melahirkan, tentunya dengan bantuan suaminya yang saat itu selalu mendampinginya. Ia juga bercerita pengalaman mendampingi suami ketika mengambil pendidikan S3 di Universitas madinah. Asiyah mendengarkan cerita sahabat kakaknya dengan seksama. Ia juga banyak bertanya, apakah mudah berkuliah S2 di Al-Azhar, bagaimana caranya masuk kesana, bagaimana dengan beasiswa, bagaimana jika tidak melalui jalur beasiswa dan masih banyak lagi.

Asiyah merasa semangat kembali, luka dikakinya seolah sembuh. Melanjutkan kuliah di Al-Azhar memang merupakan cita-citanya sejak dulu. Ia bercita-cita ingin membangun pesantren tingkat SD sampai dengan SMA dengan konsentrasi pengembangan Bahasa arab dan Inggris yang memiliki system silang, yaitu yang kaya membantu yang miskin. Ia bercita-cita membangun sebuah sekolah yang akan banyak memproduksi hafidz dan hafidzah dari kalangan yatim piatu. Yang mana ilmu yang mereka dapat dari pendidikan di pesantren miliknya akan berguna bagi siswa siswinya setelah mereka lulus sekolah.

"Kalau , Yaya mau, nanti bisa teteh bantu buat ke Al-Azharnya. Abi teteh dulu adalah salah satu dosen di LIPIA, beliau juga memiliki banyak relasi dengan dosen-dosen ternama di Mesir, Yaman, Iran juga Madinah. Suami teteh kan juga masih di Madinah, nanti bisa coba di tanyain"

Maryam dengan sungguh-sungguh menawarkan hal itu kepada adik sahabatnya itu. Yaya merasa sangat bahagia mendengar ucapan Maryam, orang yang baru pertama kali ia temui. Ia merasa sudah sangat sehat. Sepertinya ia ingin cepat-cepat terbang ke Al-Azhar.

"Iya, Teteh, Yaya mau. Syukron ya teteh"

"Afwan"

^^^

Sekitar jam setengah satu siang, Umi Khadijah, ibu Maryam datang membawa putranya yang bermur sekitar 3 tahun lebih. Ruangan yang tadinya sepi menyisakan hanya Asiyah dan Maryam saja karena ditinggal pergi yang lain untuk melaksanakan sholat Zuhur di masjid seketika rame dengan suara Umar yang sibuk bermain tendang-tendang bola. Sesekali ia minta naik ke atas ranjang ibunya, mencium dan memeluk ibunya kemudian menarik-narik selang infuse karena penasaran yang membuat Maryam dan Ummu khadijah sedikit kewalahan. Setelah bisa mengalihkan perhatian Umar, barulah anak kecil itu mau turun.

Hordeng pembatas tetap terbuka lebar, tampak juga Yaya mengobrol akrab dengan Umi Khadijah. Yaya tampak tersenyum sesekali saat melihat tingkah lucu Umar kecil, sesekali ia tampak mengerutkan bibir saat melihat bocah berbibir merah itu menangis karena tersandung kakinya sendiri. Yaya benar-benar terhibur dengan kehadiran Umar disana.

Ruang rame dengan gelak tawa, Tepat jam setengah 3 sore Umi khadijah pamit, ia tidak mungkin bisa berlama-lama di rumah sakit karena ia paham sekali, begitu banyak jenis penyakit bertebaran di udara sekitar rumah sakit. Kasihan umar kecil bila harus menanggung sakit karena keegoisan orang dewasa. Tak berselang lama seluruh keluarga Syifa juga berpamitan pulang. Fatma berkata ia harus mengantar kedua orang tuanya dulu pulang kemudian nanti baru kembali lagi selepas maghrib.

Ruangan hening kemudian, tanpa keributan seperti sebelumnya. Sekat antara kedua kasur itu masih terbuka lebar, seperti benar-benar tak ada celah lagi antara mereka berdua. Azan Ashar berkumandang, Maryam yang sudah bisa berdiri bergegas ke toilet untuk mengambil air wudhu sedang Syifa yang belum bis berdiri tanpa bantuan karena luka dalam dipahanya belum pulih benar, harus tayamum di dinding ruang itu baru kemudian bisa sholat.

Mereka berdua sholat sendiri-sendiri, dengan posisi duduk diatas kasurnya menggunakan mukenah yang sama-sama berwarna putih. Selesai sholat dan membaca amalan dzikir sore, mereka sama-sama mengakhirkan sholat.

Di meja masing-masing tersusun rapi air mineral, buah juga roti. Maryam mengambil sebuah croissant dan mulai memakannya, ia menawarkan roti itu untuk Syifa, dan Syifa dengan senang hati menerima tawaran tersebut. Dari kasurnya, Maryam turun untuk membawa sekotak roti-rotian ke kasur Syifa, mereka makan bersama sambil membahas tentang rasa-rasa roti.

"Minum kamu mana?"

Tanya Maryam. Mereka berdua celingukan, mencari botol air mineral yang seharusnya ada di meja, setelah dicari rupanya botol itu ada dibawah kolong kasur. Maryam merunduk dan mengambil botol itu, disebelah botol terdapat sebuah map yang kelihatannya juga terjatuh kebawah.

"Ini, Syifa, minumnya"

"Iya Tehh, Syukron"

"Ini, sekalian ada map"

"Ooh, iya Teh" Syifa menariknya cepat

"Kalau boleh tau, itu mapa apa?"

"Ooh, anu" Syifa berpikir sejenak, kemudian memutuskan

"Buka aja, Tehh, gak apa-apa kok" sambil menyerahkan kembali map merah itu ke tangan Maryam

Maryam membukanya, ia perhatikan kop surat dalam selembar kertas itu, terlihat bahwa surat itu dikeluarkan oleh rumah sakit yang sekarang sedang mereka tempati. Ia melanjutkan, "SURAT KETERANGAN KEMATIAN".

"Syifa, inget kejadiannya"

"Inget Tehh, malam setelah resepsi, selepas sholat Isya, kami berdua menempuh perjalanan dari Bogor menuju bandung. Kata A Salman, dia sudah memesan hotel disana. diperjalanan tepatnya tanjakan Cilotoh mobil kami ditabrak oleh sebuah truk yang seperti kehilangan kendali. Setelah itu Syifa gak tau apa-apa lagi Teh" gadis cantik itu bercerita dengan sorot mata kosong, tampak sebutir air mata jatuh dari mata kanannya yang indah.

"Inalillahi wa inna ilayhi rojiun"

"Alhamdulillah, Syifa masih selamat ya, itu merupakan karunia besar dari Allah. Coba kita piker positif, mungkin Allah masih ingin kamu itu jadi orang yang berguna, bukan Cuma untuk keluarga tapi juga untuk Agama. Kamu bisa lanjut kliah lagi, nanti siapa tau bisa membuat pesantren, menelurkan tahfis-tahfis yang handal. Coba kita hitung, begitu banyak lading pahala yang kamu masih bisa gapai"

"Iya, Tehh"

"Nanti, sepulang suami teteh dari sekolahnya, kami ada rencana mau bangun pesantren. Dengan ilmu kamu dari LIPIA, kamu bisa bantu-bantu teteh. Kita bangun sekolah kita bersama ya. Kamu harus semangat"

"Iya, teh. Syukron sekali lagi teh, mendengar kata-kata teteh barusan sepertinya gairah hidup yaya sudah mulai bangkit lagi "

"Ya, harus. Harus seperti itu. kita hidup kan harus optimis, bekerjalah seperti kamu akan hidup selamanya artinya Allah ingin kita semangat, jangan mudah menyerah. Beribadahlah seakan kamu akan mati esok, artinya sekaya apapun kita, sesukses apapun kita, kita harus iongat kematian, harus ada bekal untuk itu"

"Baik, yaya ngerti"

"Sekarang, kamu lanjutkan makannya ya. Biar cepat sehat, teteh mau istirahat dulu. Ini? Tirainya mau ditutup atau dibuka?"

"Buka aja teh, gak papa"

"teteh istirahat dulu ya"

Maryam tersenyum sambil mengangguk. Yaya melanjutkan makannya sambil sesekali melirik kearah map merah tadi. Maryam kembali kekasurnya, merebahkan tubuhnya kemudian mengarah ke dinding untuk kemudian tidur.

^^^

Hari sudah sore, sudah waktunya bagi Arif untuk pulang.

hay hay hay, tinggalkan jejak dibawah yaa

.........

Selamat membaca

Jangan lupa review yaa

yg mau saling review boleh tinggalkan jejak 🙏

Next chapter