1 Malam Permulaan

Arya menguap sedikit sambil melangkahkan kakinya menuju rumahnya, setelah meninggalkan kampusnya. Dia tidak menyangka kerja kelompok yang dia lakukan bersama teman-temannya harus menghabiskan waktu lebih dari 10 jam. Kalau tahu begitu, lebih baik dia mengadakan kerja kelompok tadi di rumah salah seorang di antara mereka, jadi dia bisa menginap di rumah orang itu dari pada harus berjalan di tengah malam sendirian seperti ini.

Arya bukanlah seorang penakut, tapi tetap saja berjalan di malam seorang diri seperti ini bukanlah hal yang nyaman dilakukan. Satu-satunya suara yang dapat Arya dengar saat ini adalah suara burung hantu yang entah ada dimana, menambah kesan seram pada malam itu.

"Andai saja Aku punya kendaraan, Aku tak perlu harus berjalan kaki seperti ini... "

Keluarga Arya memang bukan keluarga kaya, Ayahnya sudah meninggal sejak kecil dan Ibunya hanya seorang penjaga toko di pasar, jadi wajar jika Arya tidak memiliki kendaraan apapun. Motor teman-teman sekelompoknya juga ditumpangi oleh temannya yang tidak memiliki kendaraan seperti dirinya, jadi karena rumah Arya adalah yang paling dekat dengan kampusnya, jadi dia memutuskan untuk berjalan kaki dari pada membahayakan teman-temannya dengan naik motor bertiga.

Sejujurnya Arya lebih memilih untuk membantu Ibunya berkerja dari pada harus kuliah, tapi Ibunya terus saja bersih keras untuk membuatnya duduk di bangku kuliah. Ibunya beralasan bahwa anak pintar seperti dirinya tidak boleh menyia-nyiakan kemampuannya untuk beberapa uang receh.

Sejujurnya Arya sangat bersyukur bahwa Ibunya sangat peduli padanya, tapi dia tak ingin terus menyusahkan Ibunya, jadi Arya memutuskan untuk sungguh-sungguh saat kuliah agar lebih cepat lulus dan segera membantu Ibunya mencari nafkah.

Setelah melihat bulan yang berada tepat di atas kepalanya, Arya segera mempercepat langkah kakinya. Dia tidak ingin berlama-lama lagi di jalan, karena besok dia masih memiliki jam kuliah. Dia tidak ingin terlambat datang, hanya karena terlambat ke tempat tidur.

Saat Arya mulai ingin berlari, dia tiba-tiba saja mendengar suara seperti geraman hewan buas. Arya segera menghentikan langkah kakinya dan melihat ke sekelilingnya, tapi sayangnya dia tidak menemukan apapun.

Dia hanya dapat melihat jalanan yang sepi di sekelilingnya. Arya berharap tadi hanyalah salah dengar, tapi sayangnya bulu kuduknya berkata lain. Entah kenapa Arya mulai merasa takut, seakan dirinya tengah diancam oleh mahluk tak kasat mata.

Dia melihat ke sekelilingnya sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada apapun di sekelilingnya, tapi sayangnya dia melihat sesuatu di dalam kegelapan yang jauh darinya. Meskipun kurang jelas, karena jaraknya dan karena mahluk itu segera menyembunyikan dirinya lagi, tapi Arya bisa menangkap sosok yang mirip dengan serigala.

Arya segera menyangkal pemikiran tersebut. Tidak mungkin ada serigala di area perkotaan seperti ini, bahkan dirinya belum pernah sekalipun melihat serigala secara langsung, ini mungkin akan menjadi pertama dan terakhir kalinya dia melihat serigala secara langsung di kota tempatnya tinggal, jika yang tadi dia lihat itu memang serigala.

"Mungkin itu hanya anjing liar atau ada pemilik anjing yang lupa mengandangi peliharaannya..."

Setelah dia mengatakan itu, tubuh Arya tiba-tiba melayang dan menabrak dinding beton di jalanan. Punggungnya memang terasa sangat sakit ketika menabrak dinding dengan sangat cepat dan tiba-tiba, tapi ada rasa sakit lainnya yang dia rasakan hingga membuatnya kesusahan untuk merasakan sakit di punggungnya.

Tubuh Arya terbaring di tanah dengan posisi tengkurap. Dari posisinya saat ini, dia tidak bisa melihat keadaan perutnya yang bersentuhan langsung dengan tanah, tapi dia sangat yakin bahwa perutnya tidak baik-baik saja. Saat Arya menyentuh perutnya dengan tangan kirinya, dia bisa langsung merasakan cairan kental yang menyelimuti seluruh telapak tangannya.

Tanpa melihat warna dari cairan itu, Arya sudah tahu bahwa itu adalah darahnya sendiri. Nafas yang dikeluarkan oleh Arya semakin terasa berat dan dia kesulitan menggerakan anggota tubuhnya yang lain. Arya merasa bahwa dia akan segera tumbang lagi, jika dia memaksakan tubuhnya untuk berdiri.

Arya menyadari bahwa apa yang dia lihat tadi memang bukanlah serigala, melainkan mahluk lain yang lebih mengerikan dari pada hewan buas itu. Serigala tidak mungkin dapat membuat manusia terlempar menuju tembok dengan sangat keras dan membuat luka yang dia alami saat ini. Dia harus segera melarikan diri jika dia ingin selamat dari mahluk itu.

Meski dia tahu bahwa dia harus segera melarikan diri, tapi sayangnya anggota tubuhnya sudah tidak mau mendengarkan dirinya. Dia sudah tidak bisa bergerak lagi. Sepertinya memang inilah akhir dari hidupnya. Arya mulai menyesali keputusannya untuk pulang jalan kaki.

Saat Arya tengah menunggu ajal menjemputnya, dia bisa mendengar suara jeritan dari serigala selama satu detik, sebelum suara itu tiba-tiba berhenti, seperti ada seseorang yang menghentikan jeritan tersebut.

Karena Arya tidak dapat menggerakan kepalanya dengan bebas, Arya tidak bisa melihat apa yang terjadi pada mahluk yang menyerangnya tadi. Apakah ada seseorang yang datang menolongnya dan membunuh mahluk itu? Jika memang benar, lalu siapa orang yang menolongnya? Tidak mungkin manusia normal bisa mengalahkan mahluk seperti itu tanpa menggunakan senjata.

Arya tidak mendengar adanya suara tembakan ataupun senjata lainnya, jadi Arya yakin jika orang itu dapat mengalahkan mahluk yang menyerangnya, maka dia pasti menggunakan tangan kosong atau senjata yang tidak mengeluarkan suara apapun, tapi sangat mematikan.

Saat Arya sedang memikirkan beberapa kemungkinan yang tengah terjadi, dia mendengar suara langkah kaki yang mendekati dirinya. Arya mencoba sedikit menggerakan kepalanya menuju suara itu berasal dan melihat seorang wanita cantik yang berjalan menuju ke arahnya dengan senyuman indah di wajahnya.

Meskipun Arya dapat melihat tangannya yang berwarna merah (kemungkinan berasal dari darah mahluk yang tadi menyerang Arya), tapi Arya tetap saja terpesona dengan kecantikan yang dimiliki oleh wanita tersebut. Jika bukan karena rasa sakit yang dia alami saat ini, Arya pasti akan dengan senang hati memuji kecantikannya, tapi sayangnya dia sangat kesulitan mengeluarkan suaranya saat ini.

"Sepertinya kau telah mengalami hari yang buruk..."

Suara yang terdengar sangat lembut keluar dari mulut wanita itu. Arya tidak mengerti, kenapa wanita itu bisa sangat tenang melihat keadaannya yang tengah berlumuran darah? Apakah dia tidak berniat menolongnya dengan memanggil ambulan atau dia malah sedang menikmati adegan di depan matanya ini?

"Jika terus dibiarkan seperti ini, maka tak lama lagi, kau akan kehilangan nyawamu, nak!"

Tanpa diberitahu oleh wanita itupun, Arya sudah menyadari bahwa keadaannya saat ini memang tidaklah baik-baik saja. Dia tahu bahwa dalam hitungan menit, dia akan kehilangan nyawanya. Dia tahu itu, tapi sayangnya dia tidak bisa berbuat apapun itu menolong dirinya sendiri.

"Jadi Aku punya satu pertanyaan untukmu!"

Tanpa mengetahui apa yang dipikirkan oleh Arya saat ini, wanita misterius itu terus membuka mulutnya.

"Apakah kau tetap ingin hidup di dunia ini, meskipun kau sudah bukan menjadi dirimu sendiri?"

Sebuah pertanyaan aneh meluncur dengan mulus dari bibir indah dan cantik wanita di hadapannya. Mata Arya sudah terasa sangat berat, jadi dia sudah tidak dapat menatap wajah wanita itu dan memastikan ekspresi macam apa yang terpampang di wajahnya saat ini. Meski begitu, Arya merasa bahwa wanita itu tidak sedang bercanda sedikitpun.

"Ya.... A-aku.... ingin... te-te-tap... hidup..."

Arya akhirnya dapat menjawab pertanyaan dari wanita itu dengan suara yang sangat pelan. Arya sendir tak yakin jika suaranya benar-benar keluar dari mulutnya dan terdengar olah wanita itu. Arya akhirnya menutup matanya dan kesadarannya secara perlahan mulai menghilang.

Tanpa Arya ketahui, wanita itu menyeringai saat mendengar jawaban dari Arya. Lalu tangan kirinya yang ramping menggores telapak tangan kanannya dan darah segar dapat terlihat dengan jelas keluar dari luka yang dia buat tersebut. Wanita itu kemudian mengarahkan tangannya yang terluka pada mulut Arya. Lalu...

Pada malam bulan purnama itu, hidup seorang yang bernama Arya Louis sebagai seorang manusia biasapun berakhir.

avataravatar
Next chapter