3 Tersesat

Rei yang berlari mengikuti makhluk kecil bercahaya itu sadar kalau dia sudah jauh dari perkebunan neneknya. Pohon jeruk dan apel yang biasanya dominan tak lagi dilihatnya. Rei sekarang ada di tempat banyak pohon besar tumbuh dan sangat rimbun.

Mirip dengan pohon mahoni tapi jika dilihat dari bunganya itu bukan pohon mahoni. Rei yang merasa sudah tersesat sekarang bingung harus berjalan ke mana. Jam tangan yang dilengkapi aplikasi pesan miliknya tertinggal di kamar.

"Rumah nenek ada di barat dan aku berlari ke arah selatan," gumamnya.

Rei mencoba berjalan ke arah barat, tapi tetap tidak ada pohon jeruk atau persawahan yang biasanya dia lihat. Bocah itu melihat ke atas, dia mencari letak matahari untuk mengira-ngira dimana arah timur, tapi pepohonan yang sangat rimbun menutup sinar matahari yang juga merupakan sinar harapannya.

"Okay, tenang Rei!" ujarnya dalam hati.

Rei berjalan pelan menyusuri pepohonan yang tampak asing itu. Rei mengingat dulu saat dia masih kecil tidak pernah sekalipun melihat hutan di belakang rumah nenek, dia berpikir apa ada penghijauan di desa neneknya, tapi kenapa pohon yang dilihatnya ini seperti pohon yang sudah tumbuh puluhan bahkan ratusan tahun.

Rei mulai berteriak, dia meminta pertolongan barangkali ada orang yang mendengar suaranya. Suara Rei menggema seperti berdegung masuk ke telinganya. Alih-alih ada yang mendengar, telinga Rei malah sakit mendengar suara gema yang kembali lagi padanya.

Rei berjalan lagi, berharap itu arah jalan pulang, tapi malah semakin dia berjalan semakin asing suasana yang dia lihat. Rei melihat ada sebuah pohon yang tampak sangat besar, lebih besar dan rindang, mirip pohon trembesi, dahan dan ranting daunnya memayung seperti merangkul langit, sangat indah.

"Untuk bisa menjadi sebesar ini, pasti umur pohon ini sudah sangat tua," batin Rei.

Rei duduk di bawah pohon itu, dia nyaman di sana, menurutnya pohon besar itu seperti melindunginya dan terasa aman dibandingkan pohon-pohon lainnya. Rei lelah, entah berapa lama dia tadi berjalan dan masih saja tersesat. Angin berhembus, harusnya saat ini sekitar jam 11 atau 12 siang, karena tadi pagi Rei main bola sekitar jam 9 nan.

Terasa angin yang berhembus agak kencang, kali ini anginnya mampu menggoyang dahan dan membuat cahaya matahari yang ternyata ada tepat di atas pohon terlihat bersinar menyilaukan. Rei mengamati posisinya, sepertinya benar-benar sudah tengah hari, Rei agak tenang karena sebentar lagi arah mata hari bergeser pastilah arah barat dan itu adalah jalan pulang.

Tiba-tiba cahaya matahari semakin tampak menyilaukan karena makhluk bercahaya yang dikejar Rei tadi mulai berkumpul di sana, mereka menghadap sinar matahari dan seperti bernyanyi mengikuti suara angin. Nyanyian yang sulit dijelaskan dengan bahasa manusia. Nadanya merdu hanya saja memang bukan nada manusia, sangat sulit dijelaskan karena tidak masuk aliran musik manapun.

Rei terbius dengan konser para bola terbang bercahaya, tak sadar kepalanya ikut bergoyang mengikuti makhluk kecil itu bernyanyi. Cahaya matahari yang awalnya terang mulai tertutup awan sehingga tak tampak lagi. Konser mereka bubar, makhluk itu terbang dengan cepat untuk kembali bersembunyi, Rei langsung berdiri, dia mengikuti salah satunya dan melihat kalau mereka semua masuk ke sebuah lubang di tanah. Lubang yang besarnya seperti lubang semut dan sangat kecil. Anehnya lubang itu bisa menampung semua bola bercahaya yang lari sembunyi untuk masuk ke sana.

Rei penasaran, Rei melihat lubang kecil itu, dia memang tidak menemukan ada semut di sekitarnya, lubangnya bersih, tapi tetap saja itu sebesar kacang hijau.

"Kecil sekali!" pikirnya.

Rei yang merasa penasaran mengambil ranting daun kering serupa lidi dan mencoba memasukkan ranting itu seperti sedang memancing semut banteng.

Ranting yang dimasukkan Rei bergerak, dengan cepat Rei menarik ranting itu keluar untuk melihat makhluk seperti apa yang menarik ranting itu. Alih-alih mengeluarkan sesuatu, malah Rei mendapat tarikan kuat yang energinya tak masuk akal dari bagian dalam. Rei berteriak kencang, sekencang yang dia bisa, karena tarikan kuat itu benar-benar menariknya dengan cepat sehingga Rei bisa masuk ke dalam lubang yang sangat gelap. Rei teriak sekecang-kencangnya, karena lubang semut kecil itu dalamnya sangat besar seperti black hole yang menariknya entah ke mana.

Rei keluar dari lubang hitam itu, dia seperti terlempar dan duduk di bawah pohon. Dengan sedikit gemetaran dan terengah-engah dia melihat pohon yang jauh lebih rindang dari pohon tempat dia sebelumnya. Pohon dengan daun ungu kemerahan dan bunga putih yang sangat indah. Dengan seksama bocah itu mengamati, dan mau tak mau dia harus mengakui karena sekarang Rei tidak berada di dunia manusia.

Rei mengatur nafasnya, dia harus menerima kenyataan dan resiko dari rasa penasarannya. Saat ini dia sedang masuk ke dimensi lain dan lubang semut aneh itu adalah portalnya. Logika Rei mengatakan dia harus mencari lubang semut itu lagi untuk bisa kembali ke dunianya. Rei segera berdiri, mengais-ngais tanah, membuka daun-daun kemerahan yang banyak berguguran di sana. Dia harus teliti agar tidak melewatkan lubang yang hanya sebesar kacang hijau itu. Setelah cukup lama Rei mulai putus asa, dia harus menerima kenyataan bahwa portal itu tidak ada disana. Perut Rei yang lapar mulai berbunyi, Rei sadar kalau dia harus mulai mencari makanan, sembari melihat ke atas dia berpikir barangkali ada buah yang bisa dimakan olehnya.

Rei melihat dari dahan bawah sampai ke atas, dia mengamati dengan seksama apa pohon berdaun ungu kemerahan dan berbunga putih itu juga menghasilkan buah. Rei terhenyak, badannya kaku dia baru sadar ternyata di atas pohon itu ada sesosok makhluk yang sedang mengawasinya. Mahkluk astral pertama yang bentuknya sangat jelas dengan wajah dan badan yang tampak nyata seperti dirinya.

Sadar kalau Rei mengamatinya sosok aneh di atas pohon itu terbang ke dahan yang lebih rendah dan berdiri dengan mata emas yang sangat indah. Dia berbentuk wanita, lebih tepatnya anak gadis, mungkin seumuran dengan Rei.

Rei agak takut, biasanya makhluk yang ditemuinya tak pernah memiliki wajah, tapi kali ini Rei melihat dengan jelas gadis berkulit kekuningan itu punya wajah yang sangat dingin. Rei ambruk jatuh ke tanah, kakinya mendadak lemas melihat sosok yang ada di depannya. Makhluk itu benar-benar nyata dan bisa saja berbahaya.

Makhluk aneh berambut biru kehijauan itu, melemparkan sesuatu ke arah Rei. Bentuknya bulat berwarna kuning sebulat apel tapi lebih empuk. Rei mengambilnya, sepertinya makhluk itu tau kalau Rei sedang lapar. Rei mencium buah yang baru saja dia lihat itu, aromanya segar, karena merasa aman Rei mengigitnya sedikit. Rasanya manis, Rei memakannya, rasanya percampuran antara nanas dan semangka tapi teksturnya seperti melon. Rei menghabiskannya, sepertinya rasa lapar membuatnya mudah percaya.

Sosok itu kembali lagi ke atas, terlihat kalau makhluk itu punya sayap transparan di belakang punggung yang membantunya terbang. Rei yang merasa kalau makhluk itu baik mulai mengajaknya bicara.

"Hei, apa kamu bisa mendengarku?" sapa Rei sambil mengangkat tangannya tinggi agar terlihat. "Hei, apa kau melihat lubang semut di pohon ini? Lubang yang bisa dimasuki oleh orang seukuran kita? Apa kau mengerti apa yang aku katakan?" teriak Rei yang tampak tidak di gubris.

"Hem, ternyata hantu itu tak mengerti apa yang aku katakan!" gerutu Rei sambil berbalik.

"Kau bilang aku apa? Hantu!" suara lantang terdengar dari belakang Rei.

Tanpa bersuara ternyata makhluk itu sudah ada di belakang Rei yang menggerutu. Tampak marah dengan mata keemasan dan gigi taring yang cukup tajam untuk mengoyak daging manusia.

avataravatar
Next chapter