11 Bab 11. Analisa Maya

Di mansion sayap kiri tuan Ferd. Melinda duduk dengan tenang. Di sisinya ada kucing hitam ukuran besar sedang bersantai.

" Guru, kita tidak bisa hanya tinggal diam saja." Kata Melinda cemas.

si kucing hitam membuka mulut." Apa yang ingin kamu lakukan?."

" Aku belum memikirkannya. tapi kita harus cepat melakukan sesuatu itu untuk mempengaruhi suamiku lagi."

" Mengapa itu menjadi penting?." Orang yang dipanggil Guru terdengar acuh.

" Tentu saja itu sangat penting!." Tegas Melinda." Aku harus membantu Grace."

" Tinggalkan anakmu untuk saat ini, biarkan dia belajar."

" Guru, bagaimana mungkin kamu mengatakan itu? Grace sangat menderita sekarang."

" Kamu sudah memanjakannya berlebihan. Kalau terus seperti itu, di tidak akan bisa membantu dirinya sendiri dimasa depan."

" Guru...!!."

" Berhenti mengoceh tentangnya, aku muak." Kucing hitam itu melompat dari kursi dan berjalan santai ke kamar." Aku ingin tidur, jangan menggangguku kecuali itu kabar dari master."

Melinda menatap bokong kucing itu penuh dendam.

" Guru ini benar-benar tidak bisa diandalkan!." Ia merengut kesal.

***

" Aaahhhh...!!! Dimana aku?." Mary yang telah berpindah tempat mulai panik. Dia berada di tempat yang dikelilingi pohon dan rimbunnya rumput liar.

Membeku dengan airmata berlinang. Ia menyesali semuanya sekarang. Harusnya, ketika Maya mengajak ke kelas dia harus segera berlari ke kelas bukan malah menggerayangi buku itu.

Dia mengingat-ingat hutan di kota H, mungkin dia secara tidak sengaja terlempar ke hutan itu. Namun, dia tidak ingat ada hutan lebat seperti ini di kota H.

Satu-satunya hutan terletak di dekat rumah Maya dan itu tidak selebat ini. Imajinasi Liarnya mulai bermunculan. Bagaimana kalau dia terlempar ke hutan Amazon atau hutan liar Afrika yang penuh binatang buas.

Memikirkan itu, ia makin panik.

Tidak bisakah dia pingsan dan bangun dia sudah ada di sekolah kembali.

Dengan segala hal yang ada dibenaknya,Mary melangkah tanpa tujuan. Air matanya tumpah ruah dan mungkin akan segera mengering. Satu-satunya harapannya, Renata mencarinya. Meskipun Sepupunya itu kerap kasar padanya tapi dia orang yang paling diandalkan bahkan dari pengawal bayangan yang ditugaskan neneknya.

Tanpa sadar, kakinya membawa dia menemukan satu rumah mungil yang dikelilingi bunga-bunga. Di halaman rumah itu tampak beberapa hewan sedang lalu lalang.

Mungkinkah dia bisa menemukan jalan pulang kalau dia bertanya pada pemilik rumah itu. Tapi bagaimana kalau ternyata itu rumah penyihir?

Akhirnya, Mary memilih bersembunyi dibalik pohon besar untuk mengamati keadaan rumah itu. Kalau tidak ada yang aneh, dia akan kesana untuk mendapat petunjuk pulang.

****

Portal buku berhasil membawa Maya, Renata dan Ingky ke sebuah lereng gunung di pinggir hutan. Di kejauhan tampak pemukiman berwarna putih, Dibawah sinar matahari, bangunan-bangunan itu berkilauan. Sangat indah. Ingky mulai berjalan kearah pemukiman itu.

" Kemana kamu akan pergi?." Renata cepat menangkapnya.

Tanpa berpaling, Ingky menjawab" Ke tempat itu. Kemana lagi?.

" Kita tidak bisa sembarang pergi ke sana sebelum tahu keadaan terlebih dahulu." Maya ikut bersuara.

" Disana kurasa baik-baik saja." Kata Ingky lagi.

" Ayo...mengambil arah lain. Tempat itu tidak cukup ramah." Renata menarik Ingky yang enggan bergerak.

" Pergi ke tempat lain dulu. Kita bisa terlihat nanti." Maya menepuk bahu Ingky.

Ketiganya bergerak kedalam hutan.

" Lihat! Kita bisa tersesat sekarang. Kalau kita pergi ke tempat tadi, itu lebih mudah mendapat petunjuk." Ingky berhenti, Maya juga mengedarkan pandangannya.

" Kita bisa mendapat petunjuk di tempat lain." ujar Renata.

" Tempat mana? ini hanya hutan. Tidak ad petunjuk apapun disini."

" Mari kita pergi sedikit lebih jauh kedalam."

" Kakiku mulai capek." keluh Ingky.

" Tidak bisakah kita mendapat petunjuk dari buku kamu, May?."

" Entahlah." Maya melihat buku di tangannya. " Aku bahkan tidak bisa membacanya."

" Renata, kamu lihat bukunya." Pinta Ingky.

" Nanti saja. Temukan tempat dulu sekalian istirahat." Sahut Renata.

" Dimana? kita kan bisa duduk dimana saja sekarang." Debat Ingky.

" Ayo lihat di depan. Mungkin ada tempat yang lebih nyaman untuk istirahat."

Ingky mendengus mendengar Renata.

" Kamu terdengar sangat yakin."

Maya tiba-tiba berhenti." Tentu saja dia yakin karena dia sangat mengenal tempat ini." Dia menarik Ingky kesisinya.

"Renata, mungkinkah kamu bagian dari tempat ini?." Katanya dengan nada menyelidiki.

" Apa maksudmu?." Renata menatap Maya bingung.

" Tidak perlu pura-pura lagi." Mata Maya menatap tajam. " Kamu tidak kaget saat Mary menghilang, itu artinya kamu sudah biasa melihat hal seperti itu. Ingky sampai jatuh karena kaget tapi kamu biasa-biasa saja."

" Bukankah kamu juga begitu?."

" Itu karena aku pernah mengalaminya. Karena itulah aku penasaran dengan isi buku ini." Maya tidak merahasiakannya lagi.

" Jadi, kamu sudah pernah datang ke dunia di ini?."

" Ya. Aku kebetulan berpindah tempat dan kembali lagi dengan tidak sengaja."

" Bagaimana kalau aku juga punya pengalaman dengan kamu."

" Tidak. Kita berbeda." Ingky yang mendey mereka makin binguny. "Kamu bisa meyakinkan Ingky tentang pasti ada cara kembali. Kamu juga mencegah kami ke tempat pemukiman itu, dan tatto di kakimu adalah lambang dari dunia ini." Renata melipat tangannya mendengar rangkaian analisis Maya.

" Kamu sebenarnya berasal dari dunia ini, kan?!."

***

avataravatar
Next chapter