mencintaimu dalam diam

disuatu hari ada gadis desa yang bernama Karin yang tinggal ditempat kumuh bersama kakaknya dan dia memiliki saudari angkat yang sedang diadopsi orang tuanya dia tinggal bersamanya selama tiga belas tahun lamanya dan dia menanggumi seorang laki-laki yang tampan yang tidak dia ketahui namanya dan seiring jalannya waktu Karin dan Kevin bertemu disebuah taman tak lama kemudian Kevin pun berkenalan dengan Karin

Kevin :hello ?

karin:hello.

kevin:nama kamu siapa?,(Kevin pun bertanya)

Karin:nama ku Karin.

Kevin:oh ,kamu yang tinggal di desa sebelah?

Karin:iya.

Kevin:kenapa kamu sendirian ditaman?, (ujar kevin)

Karin:tak apa aku pun sedang menikmati suasana luar yang indah ini.

Kevin:kenapa kamu tidak duduk di teras rumah ?

Karin:tak apa, aku mau menikmati suasana yg indah ini dengan berbeda tempat

Kevin:oh ,maksud kamu mau ganti tempat yang baru agar tidak membosankan

Karin :iya

tak lama kemudian Kevin pun mengajak Karin berjalan jalan mengelilingin taman dan mencari suasana yg berbeda

kevin :kar jalan yu?

Karin:kemana .

Kevin :gapapa kan ,aku memanggil nama sebutan mu dengan kata kar

Karin:oh, sungguh tak apa apa aku malah bersenang hati kamu bisa kenal aku .

Kevin:apakah kamu tidak marah ?

Karin:oh sungguh tidak.

Kevin :ayo, kar kita jalan?

Karin :kemana.

Kevin :kita keliling dan mencari suasana baru.

Karin :gak lah aku disini aja.

Kevin:ayo, lah kar gak usah kaku

Karin:apakah aku boleh memanggil mu dengan sebutan Vin

Kevin :Waelah kar jangan kan kamu manggil nama ku, kamu dihati ku aja boleh

Karin:what ,Vin

Kevin:wkwkw, gak usah tegang gitu lah kar

Karin:yaudah ,yu jalan

Kevin:kemana kar kehati ku gitu?

Karina:kamu tadi mengajak aku kemana Vin

Kevin :ayo ,keliling aja biar kita juga tambah akrab

Karina:iya

dengan berjalannya waktu Karina dan Kevin mulai mendekat dan Kevin mulai lah mengenal keluarganya Karina satu persatu mulai dari ayah, ibu ,saudara dan sepupu angkat,tidak lama kemudian Kevin pun bertanya dengan Karina ap boleh kah mengenalnya dan mendatangkan rumah

Kevin :boleh, aku main kerumah mu?

Karina:mau ngapain kamu Vin.

Kevin:ya, aku mau main aja dan biar saling kenal .

Karina:maaf ,Vin aku tidak bisa mengajak mu

Kevin:kenapa, kg boleh aku kerumah mu?

karina:aku bukan tidak boleh ,tetapi aku tidak enak aja

Kevin:kan aku berniat baik dengan mu dan tambah akrab

Karina:yah ,gimana ya Vin aku bukan tidak membolehkan

Kevin:ya, tidak apa-apa kalo kamu tidak membolehkan

hari pun mulai berganti Kevin dan Karin bertemu disebuah jalan Kevin pun menyapa dan bertanya kepada karin

Kevin :selamat siang, kar.

Karina:siang, Vin

Kevin:mau kemana kamu kar siang-siang begini berjalan sendiri,apa kamu tidak kepanasan ?

Karina:tentu tidak Vin.

Kevin:bagaimana kalo kecantikan kamu itu hilang gara-gara terkena sinar matahari ?

Karina:tidak bakal ko Vin,kalo misalkan ilang aku menjadi jelek dan orang desa apa kamu tidak mau berteman dengan ku

Kevin:oh bukan gitu maksud ku kar aku akan berteman dengan mu walaupun kamu jelek atau cantik

Karina: hmmm.

beriringnya waktu berjalan Kevin dan Karina mulai akrab , Karina pun mulai merasakan suka dengan Kevin tetapi dia tidak berani mengungkapkannya.

keesokan hari Karina dan Kevin bertemu kembali disebuah taman Kevin pun ingin sekali dia bertemu dengan keluarga Karina lalu Kevin bertanya kembali kepada Karina.

Kevin:kar ,gimana jawaban ku kemaren?

karina:emangnya kamu menanya kan apa

Kevin :aduh kar masa kamu lupa,yang watu itu loh kar.

Karina:yang mana ya, Vin

kevin: apakah aku boleh kerumah mu?

Karina:oh ya Vin , tentu boleh kemaren aku sudah berbincang-bincang dengan orang tua ku setelah itu dia mengijinkannya

Kevin:seriusan kar ?

Karina:ya ,serius Vin

Kevin:yaudah ,ayo kar kita ketemu orang tua mu

Karina:nanti dulu ,emangnya kamu mau ngapain

Kevin:ya ,aku mau berkenalan dengan keluarga mu biar tambah akrab

dengan bersenang hati karina pun mengajak Kevin kerumahnya untuk menemui kedua orang tuanya ,sepupu,dan kakaknya

dengan berjalannya karin pun mulai menjelaskan perihal perasaannya padaku. Aku tahu persis bagaimana saudari angkatku. Kami sudah tinggal serumah selama tiga belas tahun lamanya semenjak dia di adopsi orang tuaku. Saat itu aku masih berumur 4 tahun, begitupun dia.

 Tiga belas tahun lalu, Karin masih hidup di jalanan yang kumuh bersama seorang kakak laki-lakinya. Keadaan yang tidak kami ketahui. Dunia selalu mempunyai misteri. Saat perjalanan libur ke Bandung tiga belas tahun silam mobil yang kami kendarai tidak sengaja menabrak seorang remaja tanggung yang sedang menyebrang jalan. Remaja tanggung itu adalah kakak laki-laki Karin. Saudara satu-satunya yang dia punya. Tak ada satupun didunia ini yang dia miliki selain seorang kakak yang telah kami renggut nyawanya tanpa sengaja. Tak ada pilihan. Ayah dan Ibu akhirnya mengadopsi Karin. Aku yang saat itu masih kecil tentu saja setuju memiliki saudari juga teman bermain.

Meski dia hanyalah saudari angkatku. Tapi, aku sangat menyayanginya. Dia sudah seperti saudari kembarku. Ibu dan Ayah juga menyayanginya, sama sepertiku. Dia tumbuh dengan baik. Tingginya bertambah melampaui tinggiku. Kulit yang tiga belas tahun lalu terlihat dekil sekarang berubah menjadi putih cerah. Sekilas, banyak orang beranggapan bahwa kami memang benar saudari kembar. Wajah kami terlihat sama. Meski sebenarnya jika di amati sangatlah berbeda.

Dia masih mengoceh. Sibuk dengan gadgetnya dan sesekali tersenyum sendiri. ''Liat deh! Tuh kan cakep banget,'' ujar Karin memaksaku untuk melihat ke layar gadgetnya. ''Ya, kalian serasi,'' jawabku seadanya. ''Beneran?'' Karin memeluk erat leherku dari belakang. Aku hanya mengangguk pelan.

Karin sangat bahagia hari ini. Tak pernah kulihat dia sebahagia ini sebelumnya. Aku hanya diam, tidak mungkin kupatahkan senyumnya saat semuanya berjalan begitu indah. Sekarang, aku terlihat seperti seorang pengecut. Mana mungkin kuuangkapkan perihal kejadian yang sebenarnya terjadi. Jika saja aku mengatakannya lebih dulu bahwa aku juga mencintai laki-laki itu. Laki-laki yang tiga menit lalu ia perlihatkan gambarnya padaku. Laki-laki yang juga kuharapkan seperti Karin mengharapkannya.

            Tiga, empat, lima bulan kujalani dengan menyimpan rapat perasaan ini. Memendamnya hingga hatiku tak tahu lagi cara untuk mencintai. Terasa sesak didalam rongga dada saat sesekali perasaan rindu datang menghujam jiwa. Perasaan rindu untuk seseorang yang tak seharusnya dirindu. Terkadang aku lelah untuk pura-pura tersenyum saat hati merintih menahan perih. Aku pura-pura bahagia seakan semuanya baik-baik saja. Aku harus tertawa saat semuanya sedang tertawa. Wajah dua orang yang begitu sulit untuk kupilih salah satunya tak lepas dari ingatanku. Mereka tertawa, tersenyum tanpa melihat aku sedang terluka. Aku berharap, bahagia ini bukan hanya sekadar kepura-puraan saja. sungguh aku lelah dengan sandiwara yang kubuat sedemikian rupa untuk menghancurkan hatiku sendiri.

            ''Kay! Kerumah sakit sekarang! Karin kambuh lagi,'' suara mama terdengar cemas dibalik telepon. Jantungku kembali berdegup seperti sepuluh tahun silam. Saat Karin divonis oleh dokter terkena kanker hati. Bukankah dia telah menjalani kemotrapi di Singapura. Juga menjalani pengobatan lain. Bukankah selama lima tahun ini dia sudah membuang jauh penyakitnya. Kenapa datang lagi.

            Langkahku gemetar. Napasku sesak. Kakiku sesekali tersandung dan menabrak orang-orang didepanku. Tak kupedulikan. Yang kupikirkan hanyalah cara untuk cepat melewati lorong-lorong rumah sakit. Aku ingin segera melihat wajah saudariku. Dia sahabatku, dia juga anak dari orang tuaku. Bagaimana keadaannya.

            Mata ibu sembab karena terlalu lama menangis. Ayah hanya duduk dipojok ruangan. Aku juga melihat Kevin. Dia hanya duduk memandangi lantai rumah sakit. Pelan, kulangkahkan kakiku menuju pintu rumah sakit. Tanganku gemetar mengais pintu ruangan. Tadi pagi sebelum aku pergi ke toko buku, Karin masih tersenyum padaku. Mengoceh agar aku membelikannya novel Tere-Liye. Sebulan setelah kami lulus SMA, Karin mengubah alur cita-citanya. Dia tak ingin lagi menjadi Dokter. Tapi, dia terlihat begitu antusias dengan mimpinya saat ini. Dia ingin menjadi penulis. Padahal dulu dia selalu mengoceh ingin masuk di universitas kedokteran. Entah apa yang membuatnya berubah fikiran.

            Tapi, lihatlah Karin yang cerewet dan mempunyai lebih dari seribu impian kini terbaring lemah diranjang rumah sakit. Kabel-kabel rumah sakit melilit tubuhnya. Layar monetor masih menunjukkan tanda kehidupan. Tapi, tubuhnya kaku. Ujung tangan dan kakinya dingin sekali. Aku terisak kecil menahan tangis. Bagaimana bisa hatinya mati; tak berfungsi lagi. Bukankah dia menyayangiku, dia juga menyayangi Ibu dan Ayah. Dan, bukankah dia sangat mencintai Kevin. Bagaimana mungkin hatinya mati dengan rasa cinta dan sayang yang ia miliki.

            Aku mengusap lembut rambutnya yang mulai ranggas dari kepalanya. Dokter bilang, dalam sebulan dia akan botak. Dan saat itu, tanda kehidupan akan segera berakhir. Hatinya tak berfungsi, dia tak bisa menggerakkan tubuhnya. Hanya berbaring kaku menahan rasa sakit di ranjang rumah sakit. Jika tak ada pendonor kurang dari sebulan ini, kemungkinan mati karena tak kuat lagi atau di suntik mati karena sudah tak ada harapan lagi.

                                                            ~ ~ ~

            Seluruh tubuhku terasa bengkak dan kesemutan saat dokter menyuntikkan bius diurat tanganku. Perlahan semua terlihat gelap. Yang terakhir aku ingat aku berbaring disamping Karin setelah menandatangani surat bahwa aku siap jadi pendonor. Aku tak bisa melihat apapun lagi. Tubuhku tak bisa digerakkan sedikitpun. Semua terasa kaku. Dimana Karin, dimana dokter-dokter yang mengerumuniku dibawah sinar lampu yang menyilaukan mata. Dimana pisau bedah yang dipegang dokter laki-laki tadi. kenapa sudah tak ada lagi suara detukan dilayar monetor.

                                                                       ~ ~ ~

Aku sekarang bisa melihat semuanya. Tapi siapa seseorang dibalik selimut putih dihadapanku saat ini. Karin? Dimana Karin?. Dia masih terbaring lemah di tempat terakhir kali aku melihatnya sebelum semuanya berubah menjadi gelap. Lalu, apakah aku yang ada dibalik selimut putih itu. Aku ingin memastikan. Aku ingin menyingkap kain putih itu. Tapi, mengapa aku tak bisa menyentuh apapun. Aku tak bisa memanggil dokter yang tadi mengerumuniku. Aku tak bisa mengusap rambut Karin. Karin yang kini tubuhnya dipenuhi dengan darah. Perut dan rongga dadanya dirobek dengan kejam, darah memercik dimana-mana. Karin pasti sangat kesakitan. Tapi mengapa tak ada yang bisa kulakukan.

            Aku mengikuti kemana seseorang dibalik selimut putih itu dibawa. Ayah, Ibu mengapa kalian menangis, berteriak mengikuti seseorang yang dibawa itu. Wajah putih pucat terlihat saat Ibu membuka kain penutup yang tak bisa kusentuh tadi. Wajah itu, mengapa terlihat mirip dengan wajahku. Ibu, Ayah, akukah itu?

            Tangis Ibu terisak tak tertahan mengguncang jasadku yang kini dingin dan kaku. Ayah berkali-kali berteriak memanggil namaku. Kevin, dia juga menangis. Dia juga sesekali berbisik pelan menyebut namaku. Aku ingin memeluk Ibu, aku ingin mengatakan, kalian jangan menangis, aku sekarang baik-baik saja. Tapi mengapa tak ada yang bisa kulakukan untuk menghentikan ini semua.

            Ibu, Ayah kini jiwa anakmu telah terpisah dari raga. Tak perlu ditangisi, anakmu jauh lebih bahagia karena tak merasakan rasa sakit setelah operasi. Mungkin sakitnya jauh lebih sakit daripada saat operasi usus buntu saat umurku 8 tahun dulu.

            Kevin, berhenti memanggil namaku. Aku sekarang tak bisa mengingatmu lagi. Aku tak bisa mencintaimu lagi seperti dulu. Hatiku sudah tak ada lagi disini. Aku telah melepaskan rindu yang bertahun menyesakkan dada, aku telah melepaskan sakit yang bertahun kurasa, aku telah melepaskan kepura-puraan yang berkali membuat hatiku perih.

            Karin masih diam dengan senyuman damainya diruang operasi. Karin jauh lebih beruntung dariku. Dia mempunyai seseorang yang begitu mencintainya, dia juga mempunyai Ibu dan Ayah. Dia hidup dengan seribu impiannya. Karin, bertahanlah. Kamu harus tetap hidup. Setidaknya ada satu mimpi yang kamu raih dari sekian ribu harapan yang kamu ocehkan setiap malamnya. Karin, aku sudah membeli novel yang kamu pesan sebelum kabar menyakitkan bergemuruh dirongga dadaku. Kamu jauh lebih kuat dariku, untuk itu bertahanlah.

            Cahaya keluar dari ujung pintu kegelapan. Pintu itu semakin terbuka lebar. Keluar aroma seribu wewangian yang tak pernah kucium sekalipun. Aku melangkah, mengikuti aroma indah itu berasal. Pintu itu semakin memaksaku untuk masuk. Aku berjalan melewati garis pintu. Ramai sekali orang didalamnya. Wajah mereka indah bercahaya. Senyum mereka merekah bak bulan sabit.

            Ibu, aku bertemu Nenek. Nenek terlihat sangat cantik dengan selendang putihnya yang bercahaya. Tapi, Bu. Sekarang aku sering melihat Karin muncul dipintu itu. Sedetik kemudian bayangannya hilang. Dia sering hadir dihadapanku. Dia tersenyum padaku. Tapi dia menghilang sebelum aku menyapanya. Ibu, apa kabar Karin sekarang? Mengapa dia sering muncul disini. Ibu, bukankah Karin gadis yang kuat. Yakinkan dia untuk tetap disana Bu. Pinta dia untuk mewujudkan mimpinya, Bu. Katakan padanya, bertahanlah sedikit lagi.

            Ibu, dia masih muncul dipintu itu. Tapi dia selalu pergi sebelum aku bertanya. Aku ingin tahu Bu, apa kabar dia disana?

                                                                        ~ ~ ~

            Tubuh Karin terbaring lemah. Ujung tangan dan kakinya dingin dan kaku. Tapi monetor masih menunjukkan tanda kehidupan. Wajahnya putih pucat, tapi perutnya masih hangat. Jantungnya masih berdetak.

            Sebulan sudah Karin tak kunjung membuka matanya. Rambut panjangnya hanya tinggal beberapa helai yang masih sedia melekat. Tubuh itu terlihat sangat kurus, wajahnya semakin pucat menakutkan. Seperti mayat hidup. Tak bersediakah Karin menerima hati saudarinya, Kayla.

            Menjelang hari. Setelah sebulan lamanya tubuh lemah itu terbaring. Kini tangannya mulai gemetar, bibirnya memaksa terbuka hendak mengatakan sesuatu. Matanya kembali melihat orang-orang yang begitu ia sayangi. Tapi, ada seseorang yang kini tak ada lagi disampingnya. Dan tak akan pernah hadir kembali.

Cinta tak pernah memihak siapapun. Cinta tak pernah memilih. Kini, Kevin memiliki cinta dari dua hati yang berbeda. Hati yang begitu mencintainya berada dalam raga seseorang yang amat berarti baginya begitu pun Kevin bingung dia harus memilih antara kedua cewe itu tetapi Kevin tidak tega meninggalkan satu seorang perempuan yang bernama Karin yang sedang berbaring lemah diatas tempat tidur karena sedang mengalami suatu penyakit Karin pun dengan lapang dada mengikhlaskan kepergian Kevin bersama perempuan lain

~~~

melangitkan doa untuk cinta adalah sebaik-baik mencintai dengan cara yang baik

aku mencintaimu dalam diam ku.meski diam.bukan berarti aku tidak memperjuangkan.

untukmu, seseorang yang akan menjadi pelengkap takdirku.meski untuk sementara kita terpisah jarak,waktu, dan ruang semesta

semoga kita selalu dipeluk oleh doa yang sama.

aku tidak mengkhawatirkan kita yang saat ini belum jumpa.karena aku tahu setiap hal baik akan datang tepat sesuai waktu .saat waktunya tiba semoga aku tidak melewatkan mu.begitu pula dengan kamu kepadaku .sampai jumpa pada pertemuan kita yang akan direstui oleh siapa saja .

Tidak ada cinta yang salah. Tidak ada cinta yang datang terlambat. Tidak ada pengorbanan cinta yang harus disesali. Dan, cinta yang indah adalah cinta yang disampaikan melalui doa dan pengharapan yang tulus."

Kira-kira.

💞aku mencintaimu dalam diam💞

avataravatar