13 Bab 13 - Impian

Lin Xiao Yi menautkan kedua alisnya. Ia bekerja sebagai koki bukan hanya karena uang melainkan dirinya yang memang sejak kecil sangat suka memasak hingga kuliah memilih jurusan koki.

Sebenarnya Lin Xiao Yi harus melanjutkan kuliah jauh lebih tinggi lagi jika ingin menjadi seorang chef profesional. Namun sayang sekali karena pernikahan itu harus terjadi. Lin Xiao Yi harus mengubur dalam-dalam impiannya. Namun jika ada kesempatan untuk kuliah lagi, dirinya akan melanjutkan.

"Bagaimana? Apakah kau setuju? Kau tidak perlu khawatir dengan masalah gaji karena aku akan menggajimu tiga kali lipat dari gaji seorang koki," ujar Li Zheng Yu. Baginya uang tidak masalah sama sekali karena dirinya adalah seorang CEO sebuah perusahaan bernama China Railway Construction yang bergerak di bidang konstruksi. Perusahaan itu berpusat di Beijing hingga akhirnya Li Zheng Yu ke berbagai kota untuk mendirikan cabang agar semakin luas.

"Maaf, aku tidak mau. Aku tidak bisa menjadi seorang pengasuh karena aku tidak suka anak-anak. Aku juga tidak akan berhenti jadi koki karena itu memanglah sesuatu yang kusukai. Sebaiknya anda cari orang lain saja yang bersedia," tolak Lin Xiao Yi dengan tegas. Selama ini ia tidak mau melakukan sesuatu yang tidak ia sukai.

"Aku punya banyak uang sehingga kau tidak perlu khawatir," bujuk Li Zheng Yu sekali lagi.

"Tidak semuanya hal di dunia ini dapat di selesaikan dengan uang," sindir Lin Xiao Yi dengan tegas. Sejak kecil ia sudah terbiasa berusaha menghasilkan uang sendiri meskipun keluarganya berkecukupan.

Li Zheng Yu sudah mulai habis kesabaran menghadapi sifat keras kepala dan sombongnya gadis di depannya.

"Baiklah, jika kau tidak mau," ucap Li Zheng Yu sembari mendesah panjang. Mungkin harus dengan cara lain agar Xiao Yi bersedia menjadi pengasuh putrinya.

"Mei-Yin, apakah makanannya enak?" tanya Xiao Yi sembari menyuapi Mei-Yin dengan lauk bebek Peking saus asam manis.

"Sangat enak." Mei-Yin mengangkat kedua jempolnya dengan penuh semangat dan wajah mungilnya yang berbinar.

Lin Xiao Yi bisa bernafas lega karena sudah memuaskan pelanggan dengan masakannya. Itu artinya tidak perlu cemas, sesuai kata manajer Wang dirinya tidak akan dipecat jika masakannya enak.

"Terima kasih, sekarang makanlah lebih banyak lagi agar kau tumbuh besar," ujar Xiao Yi yang merasa sangat senang.

"Jangan terlalu berlebihan memberinya makan.  Perutnya tidak selebar perut orang dewasa," tukas Li Zheng Yu karena Mei-Yin sudah beberapa kali tambuh.

"Baiklah," ucap Xiao Yi sembari melirik wajah Zheng Yu sekilas.

"Mei-Yin, sebaiknya jangan terlalu banyak makan. Seorang gadis tidak boleh makan banyak nanti akan gendut dan tidak akan ada yang menyukaimu," ujar Xiao Yi.

Tiba-tiba saja perut Xiao Yi berbunyi dengan cukup keras hingga Li Zheng Yu bisa mendengarnya.

"Jika lapar makan saja, tidak perlu malu. Aku tidak ingin kau pingsan gara-gara menemani putriku makan," ujar Li Zheng Yu dengan wajah datar.

"Aku tidak lapar," sanggah Xiao Yi. Ia lupa jika pagi tadi tidak sempat sarapan. Diliriknya aneka hidangan yang ada di meja. Sungguh membuat perutnya semakin meronta minta diisi hingga tanpa sadar Xiao Yi meneguk salivanya.

"Bibi, makanlah bersama kami," ajak Mei-Yin.

"Ah, bibi tidak lapar sama sekali. Bibi terlalu banyak minum tadi pagi," kilah Xiao Yi sembari menahan rasa perih di lambungnya.

"Makanlah." Li Zheng Yu mengambilkan nasi ke dalam piringnya karena kebetulan sekali dirinya tidak berselera makan. Lalu menyodorkannya kepada Lin Xiao Yi.

"Terima kasih, tapi tidak usah. Aku bisa makan di dapur saja nanti," tolak Xiao Yi dengan tegas.

"Makanlah kubilang, tidak udah terlalu gengsi. Kau pikir akan kenyang hanya dengan makan gengsi," cibir Li Zheng Yu.

Xiao Yi yang tadinya lapar kini mendadak tidak berselera makan mendengarkan ucapan pria yang ada di sampingnya. Ingin sekali membungkam mulutnya dengan makanan yang tersedia di meja. Namun demi posisinya sebagai koki di restoran itu, harus bisa bersabar lebih lama lagi.

"Jika anda lapar, makan saja sendiri. Aku tidak berselera," tukas Lin Xiao Yi dengan hidung yang dikembang kempiskan.

"Dasar keras kepala." Li Zheng Yu segera menyendok makanan lalu menyodorkannya ke mulut Xiao Yi.

"Aku tidak mau," tolak Xiao Yi sembari menutup mulutnya dengan kepala yang menggeleng kuat.

"Tidak usah menolak karena jarang sekali ada pria setampan diriku yang mau menyuapi gadis sepertimu," ujar Li Zheng Yu dengan sebelah yang tertarik ke atas.

Xiao Yi memutar bola matanya. Mendengar bagaimana percaya diri pria yang ada di sampingnya. Kepercayaan dirinya yang terlalu tinggi membuatnya muak.

"Buka mulut Bibi seperti aku tadi," ujar Mei-Yin sembari mengerjapkan kedua bola matanya hingga bulu matanya yang lentik bergerak-gerak.

Xiao Yi terpaksa membuka mulutnya dengan rona wajah yang memerah. Serta tiba-tiba saja ia merasakan jantungnya berdegup kencang tidak seperti biasanya.

'Xiao Yi, apa yang kau pikirkan?' batin gadis itu pada dirinya sendiri.

"Biarkan aku makan sendiri," ujar Lin Xiao Yi sembari meraih peralatan makan dari tangan Li Zheng Yu.

"Mei-Yin, jika sudah selesai makan sebaiknya kita pulang karena ada banyak pekerjaan yang harus ayah selesaikan," bujuk Li Zheng Yu pada putri kesayangannya.

"Tidak mau, aku akan pulang bersama bibi Xiao Yi," tolak Mei-Yin dengan bibir cemberut.

"Aku masih bekerja sehingga tidak bisa pulang bersamamu. Kalian pulanglah," ujar Lin Xiao Yi dengan cepat. Tidak ingin terlibat dengan Mei-Yin dan ayahnya lagi yang sudah membuatnya cukup pusing.

"Ayah, aku ingin pulang bersama bibi Xiao Yi," ujar Mei-Yin dengan mata berkaca-kaca hendak menangis.

"Maaf, aku pergi ke dapur dulu." Melihat Mei-Yin yang hendak menangis, Xiao Yi segera kabur meninggalkan meja mereka. Tidak ingin membuatnya semakin mendapatkan masalah.

Li Zheng Yu memijat ruang di antara alisnya. Sepertinya harus banyak bersabar menghadapi Mei-Yin.

avataravatar
Next chapter