19 ⭕19. Sial!

'Selamat Membaca'

...

Naya mengerjap-ngerjap merasakan tidurnya terganggu oleh tangan usil seseorang.

"Ayo bangun, sampai kapan kamu akan tidur seperti ini. Kamu pasti lapar, ayo bangun dan makan."

Naya menoleh pada sumber suara, terlihat wajah Aditya yang sangat dekat dengan wajahnya. Spontan Naya menjauh hingga terjatuh dari ranjang.

"Awh. Ah sial!" desis Naya kesal.

"Perlu saya bantu?"

Naya mendelik tajam, "Tidak perlu. Saya bisa sendiri!"

"Masih marah?"

Naya mengabaikan pertanyaan tidak bermutu dari suaminya. Mata Naya menjelajah ke segala arah dan dia hanya bisa menemukan ruangan polos tanpa jendela. Ruangan macam apa ini? tunggu ... apa Naya sedang di kurung?!

"Ada apa dengan wajahmu? Ayo makan," ujar Aditya, lalu menyerahkan nampan yang dibawanya.

Naya melempar nampan hingga isinya berceceran di lantai, "Tidak mau! Apa sebenarnya yang kakak inginkan, ha?" ujar Naya geram dengan semua ini, apalagi setelah mengetahui fakta bahwa dirinya sedang dikurung.

"Tidak ada gunanya kamu berteriak seperti itu" Aditya berdiri dari tempat duduknya, "Lebih baik kamu menyiapkan mental dan fisik untuk melayani saya!"

Naya terperangah mendengar kalimat yang dilontarkan Aditya. Apa tadi katanya? Naya akan melayani nafsu becatnya? Itu mustahil, tidak akan pernah terjadi.

"Percuma saja otakmu memikirkan rencana untuk pergi dari tempat ini, karena semua itu tidak akan berguna. Kamu tidak akan pernah keluar dari sini sebelum saya berhasil membuatmu mengandung anak saya, " putus Aditya final, tak bisa diganggu gugat sekalipun dengan penolakan Naya.

"Brengsek! saya tidak akan pernah mau melayani Anda. Tidak akan pernah!" Naya mengeratkan selimutnya dan memalingkan wajah, tak ingin melihat wajah brengsek Aditya.

"Percuma saja kamu menghujat saya, kenyataan tidak akan pernah berubah. Kamu berada di bawah kekuasaan saya!" Setelah mengatakan kalimat itu, Aditya melangkah pergi dari ruangan meninggalkan Naya dengan segala umpatannya.

"Sial!" desis Naya.

Pagi ini Naya harus menyambutnya dengan segala kesialan yang menimpa dirinya. Benar-benar pagi yang buruk!

Tok Tok Tok

Naya menoleh pada sumber suara. Tidak mungkin Aditya mengetuk pintu sebelum masuk, lalu siapa yang sedang mengetuk pintu? Naya mengerutkan kening bingung.

"Nyonya, apa saya boleh masuk?" tanya seorang perempuan di balik pintu.

"B-boleh," jawab Naya ragu.

Cklek

Pintu terbuka dan menampakkan seorang perempuan cantik dengan seragam seorang pelayan tetap, biru tua.

"Anda siapa?" tanya Naya menyuarakan kebingungannya.

Perempuan itu tersenyum sopan, "Perkenalkan nama saya Calista, Nyonya. Saya bertugas merawat Nyonya 24 jam sesuai dengan perintah Tuan Aditya," jelasnya.

Naya mengerutkan kening, "Kenapa harus kamu yang merawat saya? memangnya di mana Bik Ningsi?"

"Maaf Nyonya, saya tidak tahu menahu akan hal itu. Saya juga baru di pekerja kan oleh Tuan hari ini khusus untuk, Nyonya."

Naya memijat pelipisnya. Sial! lagi-lagi rencananya keluar dengan bantuan Bik Ningsi berhasil digagalkan oleh Aditya. Jika seperti ini, Naya harus bagaimana?

"Baiklah-baiklah, hmm boleh saya meminjam ponselmu?" tanya Naya penuh harapan.

Calista menggeleng, "Tidak Nyonya, Tuan tidak mengijinkan saya untuk membiarkan Nyonya menggunakan handphone."

"Brengsek!" gumam Naya kesal, menelpon Revan pun tidak boleh. Argh! jika sudah begini, tak ada pilihan lain kecuali menerima kenyataan bahwa dirinya benar-benar dikurung.

"Ah iya Nyonya, Tuan menyuruh saya untuk menyerahkan ini pada Nyonya."

Naya menatap nampan yang dipegang Calista, tanpa sadar Naya mengusap perutnya yang terbalut selimut.

"Nyonya lapar bukan? Ayo kita makan" Calista menyimpan nampan di nakas dan mulai menyuapi Naya dengan hati-hati.

"Nyam Nyam Nyam. Ini enak, lagi aaaa." Naya membuka mulut menerima satu persatu suapan dari Calista.

"Alhamdulillah sudah habis," ujar Calista dan kembali membereskan tempat makan.

Naya tersenyum segaris, "Makasih, hm aku perlu mandi."

Calista mengangguk, "Baiklah. Mari kuantar, Nyonya."

Naya menolak, "Tidak perlu, saya bisa sendiri. Kamu tunjukan saja jalannya," usul Naya.

Calista menggeleng, "Tidak bisa Nyonya, Tuan menyuruh saya untuk selalu berada di samping Nyonya, takut nanti sewaktu-waktu Nyonya bisa nekat bunuh diri."

Naya memutar bola mata malas. Ya kali dia ingin bunuh diri, emang dia kucing yang bisa punya 7 nyawa!

"Terserah. Lakukan apapun yang diperintahkan oleh Tuanmu, tapi sebelum itu saya ingin mandi dan merilekskan diri."

"Mari" Calista membantu Naya berjalan dengan menyeret selimut, untung saja kamar mandi tidak jauh dari ruangan polos itu. Jadi Naya dan Calista tidak perlu susah payah menyeret selimut penutup tubuh Naya jauh-jauh.

"Kamu tunggu di sini!" titah Naya.

"Tapi, Nyonya ---"

Naya menggeleng tegas, "--- Tenang saja, saya tidak akan kabur" potong Naya.

Calista mengangguk patuh, "Baiklah, silahkan Nyonya"

Naya menutup pintu kamar mandi.

"Nyonya, saya tetap akan berada di depan pintu kamar mandi untuk menjaga Nyonya agar tidak kabur"

Naya jatuh terduduk. Oh astaga, apa Naya harus selalu menangis di dalam kamar mandi? Apa kamar mandi akan menjadi saksi lemahnya seorang Naya?

"Nyonya? Saya tidak mendengar suara air, apa Nyonya baik-baik saja?" tanya Calista cemas.

"Tidak. Saya baik-baik saja," jawab Naya dan mulai melepaskan selimut yang membungkus tubuhnya.

Naya menyalakan shower membiarkan perlahan air merembes keseluruh tubuhnya.

Sakit,

Satu kata yang mewakili perasaan Naya. Apa Naya harus hidup menderita seperti ini? Ayo lah Naya ingin menikah bukan untuk mendapat semua ini. Impian Naya berbalik dengan kenyataannya, tapi Revan tidak mungkin menikah kan Naya dengan orang yang salah ...

Naya menarik rambutnya, "ARGH!!!"

"Nyonya?"

"Hiks ... hiks ... hikss. Argh! Sialan, brengsek, bajingan, keparat, mati saja kau!" Segala umpatan dan makian Naya terendam di bawah aliran air.

Capek dengan semuanya, Naya menenggelamkan wajah di lipatan lengan. Tak sanggup memikirkan kejadian di masa depan, ah tidak apa Naya masih bisa tetap hidup dalam sebulan kemudian?

Cklek

"Saya menyuruhmu untuk mandi dan bukannya untuk meratapi nasib seperti ini." ujar Aditya.

Naya spontan menoleh, "KAU!"

Aditya mengunci pintu kamar mandi dan menatap datar Naya yang sudah kelewatan, tidak ingin makan dan juga tidak ingin mandi. Lalu dia ingin apa, ha?

"BAJINGAN! BUAT APA KAMU DI SINI!" teriak Naya menatap Aditya dengan tatapan kecewa, sedih dan marah yang bercampur menjadi satu.

"Kamu adalah istriku."

Naya berdecih mendengar perkataan Aditya, istri? suami mana yang memperlakukan istrinya seperti tawanan! Tidak ada bukan? Memang Aditya saja yang kelainan.

"KAMU MAU NGAPAIN?!!!" teriak Naya ketakutan.

Aditya melepaskan gespernya, "Membantumu untuk mandi?"

"KYAAAAAAA KEPARAT SIALAN! AKU TAK BUTUH BANTUANMU!"

Aditya mengangkat bahu acuh, "Terserah, kamu juga mengatakan hal yang sama pada Calista, tapi apa yang terjadi, mandi berjam-jam. Hmm?"

Naya mencibir sambil merapatkan dirinya di tembok, "Itu hak saya, Anda tidak berhak mempermasalahkannya"

Aditya tidak memperdulikan ucapan Naya. Aditya melangkah maju dan mengambil sabun lalu meletakkannya di badan Naya.

"Apaaaaa yang Anda lakukan!" Naya geram dan melempar tangan Aditya dari tubuhnya.

Aditya menyeringai menatap ke bawah "Menolak diriku? Itu mustahil Naya, sayang"

"ARGH!!! l-lepas!" Naya meringis kesakitan merasakan rambutnya seperti akan terlepas dari kepalanya. Dasar suami tidak berkeperiistrian.

"Bangun! Tidak ada gunanya kamu menyembunyikan benda favoritku di balik lipatan tangan dan lututmu!" ujar Aditya lalu melepaskan rambut Naya dan beralih mengurung Naya di dinding.

Naya memalingkan wajah ke samping, "Cuih, tubuhku adalah milikku bukan milik Anda!"

"Teruslah memberontak, tapi semua tidak akan berjalan sesuai keinginanmu melainkan dengan keinginanku."

"KYAAAAAAA!!!!!!!"

....

To Be Continud

~Selamat berkomentar dan mendukung cerita saya~

Sampai jumpa👋

salam hangat^^

Apipaa❤

avataravatar
Next chapter