9 ⭕ 9. Permainan aneh

^Selamat Membaca^

...

"Kalian mau kemana?" tanya Qiana.

Aditya menghentikan langkahnya dan menoleh pada Qiana, "Saya dan Naya akan pulang sekarang, bu"

Qiana melototi keduanya, "Kenapa? Kalian baru saja sampai, lebih baik menginaplah dua hari atau tiga hari di rumah ini" ujar Qiana.

"Ada apa ini?" tanya Azraqi yang melihat anak, menantunya dan istrinya saling berbicara dengan ekspresi yang tak biasa.

Qiana menunjuk keduanya, "Lihat mereka berdua mas"

"Untuk apa?" tanya Azraqi bingung.

"Mereka berdua ingin pergi padahal belum sejam mereka disini, cobalah berbicara dengan mereka agar tinggal lebih lama di rumah ini" adu Qiana.

Azraqi menaikkan alisnya menatap Aditya dan Naya, "Kalian kenapa ingin pulang lebih dulu?"

Aditya mengeraskan rahangnya, "Kami!---"

"Tidak ada apa-apa, kami hanya bingung tidur di mana. Lagipula di sini terlalu ramai untuk kami yang masih berstatus pengantin baru, benar begitu kak?" potong Naya.

Menurut Naya membuat masalah baru bukan ide yang bagus untuk saat ini.

"Naya apa yang kamu ka--"

Aditya menghentikan perkataannya melihat tatapan memohon dari Naya, dirinya menghembuskan napas kasar dan menatap kedua orang tuanya, "Iya Naya benar, kami hanya sedang bingung"

Qiana dan Azraqi menyorot tidak percaya pada keduanya, tapi tetap menganggukkan kepala seakan percaya dengan ucapan keduanya.

"Ah iya, kalian tidak perlu khawatir. Kamar Aditya yang lama belum dirombak jadi masih bisa kalian berdua gunakan" ujar Qiana.

Aditya mengangguk, "Baik bu, kami permisi ke kamar dulu pak, bu" pamit Aditya.

"Iya" ujar Qiana dan Azraqi.

"Tunggu sebentar" cegah Qiana.

"Iya bu?" tanya Naya.

"Sebaiknya kalian jangan berlama-lama di kamar, tidak enak dengan kerabat yang lain. Jika bisa turunlah 10 menit lagi" nasehat Qiana.

Naya mengangguk, "Baik bu, kami pamit"

Naya segera mengekor di belakang Aditya yang sedang menahan amarah. Jelas Aditya marah, suami mana yang rela mendengar istrinya di hina di hadapan seorang wanita asing?.

"Kak" cicit Naya.

Aditya tidak menjawab panggilan Naya, dirinya segera berbalik ke arah kamarnya berada.

"Kak" cicit Naya lagi, tapi dengan memegang ujung baju Aditya.

"Kak"

Aditya berbalik hingga pegangan tangan Naya terlepas, "Naya, ada apa denganmu, kenapa tidak mengatakan semuanya pada ibu?"

Naya menatap Aditya, "Untuk apa?"

"Yah, agar kita--"

"Untuk apa, membuat masalah baru? atau membuat hubungan ibu dan nenekmu hancur?" potong Naya.

Aditya menghela napas gusar, "Bukan seperti itu, Saya hanya ingin ibu memberi pengertian pada nenek"

"Tidak ada gunanya kak. Sudut pandang nenek tidak akan berubah sebelum melihat sisi lain dariku, tapi selama itu belum terjadi, nenek tidak akan mau mendengar penilaian siapapun tentang diriku" ujar Naya.

"Kamu memang benar" ucap Aditya sambil menatap manik mata Naya.

"Lalu, sekarang bagaimana?" tanya Aditya.

Naya mengetuk-ngetuk dahinya memikirkan ide, "Mungkin, kita harus menginap di sini selama seminggu"

"Seminggu? Itu waktu yang sangat lama Naya, apakah kamu sanggup menghadapi nenek?" ragu Aditya.

Naya mengangguk mantap, "Tentu saja, jika seorang putri Akhtar sudah membuat rencana mereka tidak akan mundur selama rencana mereka belum tercapai"

Aditya tertawa geli, "Baiklah - baiklah sekarang kita harus turun ke bawah, berbaur dengan kerabat yang lain"

"Bentar kak, aku mau ngerapihin penampilan dulu" Naya berjalan ke arah cermin dan merapikan make up serta pakaiannya.

"Udah?" tanya Aditya.

Naya mengangguk, "Udah, yuk kak!" ajak Naya.

Aditya berjalan memperhatikan kerabatnya sedang asyik berkumpul sambil membahas lelucon garing.

"Candra!"

Aditya menoleh pada sepupu - sepupunya, "Iya, ada apa?" tanya Aditya.

"Bergabunglah bersama kami, emangnya kamu mau ngerumpi dengan para orang tua?" celetuk salah satu sepupu Aditya.

Aditya terkekeh, "Baiklah, aku kesana. Yuk Naya" Aditya menggenggam tangan Naya.

"Dia siapa, istrimu?" tanya Alice.

Aditya mengangguk membenarkan, "Tentu. Bagaimana denganmu Alice, apakah kamu sudah menemukan tambatan hati?"

Alice menggeleng lesu, "Belum ada, Ah! kenapa jadi membahas diriku? Kita seharusnya mengajak pengantin baru untuk bermain bersama kita!" seru Alice.

Dodol atau yang bernama asli Dodi mengangguk semangat, "Ayo! Biar aku saja yang memimpin permainan"

"Setuju, kamu adalah orang yang tepat dalam hal ini" seru Bima.

"Bagaimana pengantin baru, ingin bermain bersama kami?" tanya Yulia.

"Jangan menolak!" titah Kevindra.

Aditya mengangguk, "Mari bermain!" serunya.

"Tapi bagaimana dengan kakak ipar?" tanya Alice.

Naya tersenyum, "Aku tidak pernah menolak sesuatu yang seru" Naya ikut duduk di samping suaminya.

Dodi merentangkan tangannya, "Aku padamu kakak ipar!"

Tanpa aba-aba Bima dan Yulia kompak menabok kepala si Dodi.

"Awh! gila lo pada" ujar Dodi.

Bima dan Yulia mengangkat bahu acuh, "Lo emang pantes di gituin"

"He!--"

"Udah deh Dodol, ikhlasin aja biar cepat" potong Alice, sedangkan Kevindra mengangguk setuju.

"Kapan mainnya?" tanya Naya.

"Bentar kakak ipar, kami berlima mau berdiskusi dulu. Ayo teman-teman!" ujar Alice dan segera mengajak keempat sepupunya untuk berbalik badan.

"Saya harap kamu dapat menyesuaikan diri di tengah-tengah sepupu saya yang aneh" bisik Aditya.

"Kami masih punya telinga, WOY!!" pekik mereka berlima.

Naya terkekeh, "Baiklah kak, lagipula mereka sedikit menghibur diriku" bisik Naya dengan suara yang lebih kecil hingga menyerupai hembusan angin.

Aditya mengacak rambut Naya tanpa diduga, dengan kekehan yang keluar dari bibirnya.

"PAMER AJA TEROSS !!!" teriak Dodi dengan suara cemprengnya.

"Ish! Ganggu aja lo Dodol" sinis Alice.

"Yeee, serah gue!" ujar Dodi, sedangkan Alice mencebikkan bibirnya pada Dodi.

"Jadi maen nggak nih?" tanya Kevindra.

"Iya dong!" seru Naya dan Yulia.

"Wih, kompak" celetuk Bima.

Naya dan Yulia mengangkat bahu acuh dan bertos ria.

"Kalian mau bermain apa? Jangan yang aneh-aneh" pesan Aditya.

"Enggak kok kak, tenang aja" ucap Alice.

"JADI! Kita akan bermain lempar bantal. Caranya simple, ketika lagu diputar pemain harus mengiring bantal ini dan jika lagu mati, lalu salah satu pemain memegang bantal. Maka dia harus mengambil satu kertas didalam kotak ini sebagai hukuman. Apapun isi dalam kertas itu, pemain harus menjawab pertanyaan atau melakukan sesuatu yang tertulis di kertas" jelas Dodi.

"Mengerti!?" tanya Dodi

"Mengerti!!!" seru mereka terkecuali Aditya.

"Siapa yang memegang bantal?" tanya Yulia.

"Biar aku saja" ucap Naya.

"Baiklah, ini bantalnya kakak ipar. Putar dari kanan yah kak" ucap Yulia sambil menyerahkan bantal sofa.

Naya menerima bantal itu, "Okay, Ayo mulai!"

Lagu dari ponsel Kevindra mengalun menunjukkan permainan telah dimulai, Semuanya bersorak melihat bantal itu digiring dengan cepat.

Alice bersorak heboh mendengar lagunya akan habis, dengan cepat melempar bantal ke tangan Aditya. Dan hap! lagu terhenti disaat Aditya memegang bantal.

"Yeaay!! Kakak kalah, hahaha" ledek Alice.

"Dasar payah. seharusnya kau lebih cekatan lagi!" omel Bima.

"Baiklah Chandra, silahkan mengambil satu kertas" ujar Dodi sambil menyodorkan kotak pada Aditya dan jangan lupakan senyuman misterius yang tercetak pada wajah Dodi.

"Hanya satu bukan?" tanya Aditya santai.

"Iyaps!" seru Yulia dan Alice.

Semua mata menatap pergerakan tangan Aditya dengan penasaran, kira-kira apa yang akan didapat oleh Aditya? Mungkin itulah yang ada di pikirin mereka sekarang.

Kevindra merampas kertas dari genggaman Aditya, "Biar gue yang baca!"

"Cepat!" seru Bima.

Kevindra berdehem dan mengangkat kertas itu, "SELAMAT! Anda mendapat tantangan untuk mencium pipi orang yang berada di samping kiri Anda!" ucap lantang Kevindra.

Naya melotot saat menyadari dirinya berada di samping kiri Aditya, "Aku?" gumam Naya.

"Huaaa! Mungkin ini takdir, silahkan Chandra!" ucap Kevindra saat menyadari istri sepupunya lah yang berada di samping kiri.

Aditya memajukan wajahnya dan mencium Naya tepat di pipi kirinya.

Deg.

"Sudah?" tanya Aditya setelah menjauhkan wajahnya.

Naya menutup matanya mencoba menahan debaran jantungnya di dengar oleh orang lain. Aish! Naya juga merasa wajahnya memerah seperti kepiting rebus saat ini.

"Woah! Ada apa dengan kakak ipar, kenapa menutup mata seperti itu?" goda Dodi.

"Lihat! wajah kakak ipar memerah!" seru Alice.

"Apakah mereka tidak pernah berciuman? Kenapa wajah kakak ipar seperti itu?" goda Kevindra.

"Sudahlah, jangan ganggu kakak ipar kalian! Ayo bermain lagi" pungkas Aditya.

Dodi, Alice, Kevindra, Yulia dan Bima tidak mendengarkan perkataan Aditya dan terus gencar menggoda kakak ipar mereka yang terlihat sangat imut ketika tersipu malu.

"Berhenti! atau kami akan meninggalkan permainan?" tanya Aditya jangan.

"Tidak seru, pawangnya marah!" ujar Bima.

"Ah! baiklah ayo kembali bermain!" ujar Dodi.

Naya melirik Aditya, "Makasih" bisik Naya seperti hembusan angin.

Lagu kembali diputar, kali ini semua berseru heboh karena waktu lagu yang diputar Kevindra hanya 30 detik dan bisa berhenti kapan saja tanpa bisa diperkirakan.

Hap! lagu berhenti dan bantal berada di genggaman Dodi.

"Argh! kenapa harus berhenti di gue?" ucap Dodi kesal sambil mengambil satu kertas di dalam kotak.

"Jangan dirampas, biar gue aja yang baca sendiri!" Dodi menghela napas dan perlahan-lahan membuka lipatan kertas.

Bima merampas kertas di genggaman Dodi, "Kelamaan biar gue aja yang baca"

"Nah bener tuh!" ujar Yulia.

"Dodi gue yakin ini akan menjadi situasi tersulit dalam hidup lo, tapi percayalah---"

"Bacot! cepat baca" potong Dodi kesal.

Bima terkekeh, "So, pak Dodi yang terhormat silahkan mengatakan yang sejujurnya pada kami. Siapa orang yang lo suka?"

"Harus jujur, jangan bohong!" ucap Alice.

Dodi menghembuskan napas, "Lo" ujarnya sambil menatap Alice.

"Eh?" gumam Alice bingung.

"Ayo main!" seru Dodi seakan-akan tidak terjadi sesuatu.

"Nggak bisa! Lo harus jelasin dulu sama gue, Dodol!" cegah Alice.

"Nanti, jangan sekarang" ucap Dodi mengalihkan pandangan.

Yang lainnya menatap mereka berdua dengan bingung. Bagaimana bisa permainan yang awalnya hanya candaan bisa berakhir dengan terungkapnya sebuah fakta yang tak pernah mereka duga.

"Kalian bukannya sepupu?" tanya Naya yang membuat mata tertuju padanya.

"Iya, kami memang sepupu, tapi itu dulu saat aku belum tau semuanya" ucap Dodi ambigu.

"Ha?" ucap mereka semua terkecuali Aditya.

"Biarkan ini menjadi urusan mereka, jangan terlalu mencampuri urusan privasi seseorang" celetuk Aditya.

Naya menoleh, "Tapi kak---"

"Kalian masih ada disini? Semua orang berkumpul untuk makan malam. Ayo ikut tante, kamu juga Aditya!" potong Qiana.

Kevindra tersenyum kaku, "Baik tante, kami akan segera kesana"

"Tante nggak percaya sama kalian, ayo ikut tante kesana" ujar Qiana sambil menarik tangan Kevindra dan Bima.

Qiana menoleh menatap mereka semua, "Kalian juga ikut tante atau tante seret kalian semua!"

"Aduh tante, jangan kayak gini nanti image Kevindra rusak di hadapan seluruh keluarga" adu Kevindra.

"Aku mau nyusul mereka" ucap Yulia.

Aditya menatap Dodi dan Alice, "Saya tidak mau sampe terjadi sesuatu saat kalian berbicara, cepatlah menyusul kami!"

"Baik kak" ucap Dodi.

Aditya menggenggam tangan Naya dan mengajaknya ikut menyusul Qiana untuk makan malam.

"Kak, ternyata bukan cuman orangnya yang aneh, permainannya juga sangat aneh" gumam Naya.

Aditya mengulas senyum, "Kamu harus terbiasa"

....

To Be Continud

> Sampai jumpa di chapter selanjutnya👋. Jangan lupa komentarnya ♡

Salam hangat^^

Apipaaa15_

avataravatar
Next chapter