8 ⭕ 8. Naya bukan Dia

^Selamat Membaca^

....

"Naya, ibu saya menyuruh kita untuk datang ke Bandung" ujar Aditya.

Naya mengerutkan kening, "Ada apa kak, kenapa ibu tiba-tiba memanggil kita?" tanya Naya.

Aditya mengalihkan pandangannya dari layar ponsel, "Nenek saya datang berkunjung dari Malaysia" jawab Aditya.

"Kapan dan berapa lama kita akan pergi?" tanya Naya khawatir, pasalnya dirinya saja baru sehari mengikuti les memasak, tapi sekarang harus meninggalkan kota ini.

"Hari ini, dan yah kamu tidak usah cemas. Saya sudah meminta izin pemilik tempatmu les" ujar Aditya seakan mengetahui kekhawatiran Naya.

Naya menoleh terkejut, "Bagaimana bisa kakak tau?"

Aditya mengangkat bahu acuh, "Dari wajahmu maybe? Entahlah, yang jelas sekarang kamu harus menyiapkan perlengkapan kita berdua, saya pamit ke kantor"

"Baik kak"

Aditya mencium kening Naya dan mengulurkan tangannya, "Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam, hati-hati kak"

"Fyuh! aku harus segera packing sebelum kakak marah lagi padaku" gumam Naya dan membalikkan badannya melangkah ke kamar.

"Bibi! Bibi!" pekik Naya.

Bik Ningsi terpogoh-pogoh mendekati Naya, "Ada apa nak?"

Naya terisak, "Huaaa bibi! Naya nggak tau caranya ngelipat baju, dari tadi Naya coba, tapi gagal terus. Hikss" adunya pada bik Ningsi.

Bik Ningsi menghela napas lega, "Bibi kira nak Naya kenapa-napa, tapi syukurlah. Ya udah sini bibi bantu"

"Beneran bibi mau bantu Naya? tapi kayaknya nggak usah deh nanti kakak marah. Hmmm bibi ajarin aja Naya cara melipat, gimana?" tanya Naya.

Bik Ningsi mengangguk, "Baiklah bibi akan ajarin Naya, tapi sekalian bantu kamu. Percaya sama bibi nak Aditya tidak akan marah hanya karena bibi bantu kamu melipat"

Naya mengangguk ragu, "Hmmm senyaman bibi aja. Ya sudah bi, sekarang Naya harus bagaimana?"

Bik Ningsi mengambil sehelai baju Naya, "Ujung bawahnya dan ujung atasnya arahkan kesamping, begitu juga bagian kirinya" tutur Bik Ningsi.

Dengan segera Naya mengikuti semua gerakan bik Ningsi serta mengikuti arahannya.

"Nah, semua sudah dilipat dengan rapi, sekarang kita hanya perlu menyimpan semua pakaian ini kedalam koper dengan benar" tutur Bik Ningsi, sedangkan Naya hanya mengangguk mengikuti semua arahan Bik Ningsi.

"Yeaay! Selesai, makasih yah bi" ujar Naya antusias.

Bik Ningsi mengangguk, "Iya sama-sama, lain kali nak Naya bisa memanggil bibi kapan saja jangan ragu karena itu sudah kewajiban bibi. Bibi pamit ke dapur dulu"

Naya mengangguk mengerti, "Bibi Naya ikut ke dapur!"

"Eh nggak usah, nanti nak Aditya marah" cegah Bik Ningsi.

Naya cemberut, "Tapi kan bi, sekarang kakak lagi kerja, jadi dia nggak akan tau. Ayolah bi!" pinta Naya.

Bik Ningsi yang tak enak hati melihat Naya memohon segera menganggukkan kepala menyetujui.

"Yeaay! ayo turun bi" seru Naya antusias.

"Hati-hati, Naya" ujar Bik Ningsi.

Naya meloncat-loncat kegirangan, "Siap bi!"

"Bi, bibi tau Naya sudah hapal semua bumbu dapur" ujar Naya antusias.

Bik Ningsi menyorot tidak percaya, "Benarkah? sebentar"

Naya memperhatikan Bik Ningsi mengambil sesuatu dari lemari pendingin.

"Kalau begitu yang sedang bibi pegang, apa namanya?" tanya Bik Ningi.

Naya mengetuk-ngetuk dahinya mencoba mengingat kembali pelajaran kemarin, "SELEDRI!" spontan Naya.

"Iyaps, nak Naya benar. Woah! kamu sekarang udah hebat nak" puji Bik Ningsi yang membuat pipi Naya memerah.

"Bibi bisa aja hehehe, jadi bi sekarang kita harus masak apa?" ucap Naya mengalihkan pembicaraan.

Bik Ningsi melihat keatas mencoba mengingat sesuatu, "Gimana kalau hari ini kita masak ayam goreng krispi, sayur tumis kangkung dan sambal ijo, nak Naya setuju?"

"Hmm, Naya nggak suka pedes. Gimana kalau sambalnya diganti aja dengan saus tomat?" usul Naya.

Bik Ningsi mengangguk, "Ayam goreng di cocol sambal tomat juga enak, ya sudah yuk kita bikin. Nak Naya kupas dan potong bawang sama tomat, bibi mau goreng ayam dulu"

Naya mengangkat tangannya disamping dahi, "Siap, bi!"

Mendengar suara cipratan, Naya menoleh dan melihat Bik Ningsi yang sedang berperang dengan minyak tanpa rasa takut, "Bibi! Hati-hati, nanti minyaknya kena tangan"

"Tenanglah nak, bibi sudah biasa. Sebaiknya kamu sedikit menjauh, nanti ikut kecipratan minyak juga" pesan Bik Ningsi.

Naya mengangguk kemudian sedikit menjauh dari sana, "Bibi benar nggak papa?"

"Sudahlah bibi tidak apa-apa, cepat potong bawang dan tomat" titah Bik Ningsi.

Sebenarnya Naya tidak tahu bawang dan tomat ini mau diapakan oleh Bik Ningsi, tapi Naya akan berusaha memotongnya dengan cepat sebelum Aditya pulang dan mengetahui dirinya ikut adil dalam memasak hari ini.

....

"Naya!"

"Iya kak!"

"Cepatlah, 30 menit lagi kita harus segera berada di bandara" ujar Aditya sambil terus melihat jam dipergelangan tangannya.

Naya berlari turun dari tangga dengan menenteng flatshoes di tangannya.

Aditya menoleh mendengar suara gaduh di tangga, "Sudah siap?"

"Ayo kak!" seru Naya berjalan mendahului Aditya.

"Mang, tolong bawa koper saya dan koper Naya ke bagasi" perintah Aditya.

Mang Didi menunduk hormat, "Baik, pak"

"Kak, ayo cepat nanti kita ketinggalan pesawat!" teriak Naya dari dalam mobil.

Aditya menggelengkan kepalanya, melihat sikap aneh Naya.

"Ayo cepat kak!"

4 jam mereka habiskan dalam perjalanan, hingga sampailah mereka semua di rumah ibu Aditya yang terlihat sangat ramai dengan tawa dari anak-anak.

"Kak, apakah semua keluarga datang? kenapa terlihat sangat ramai di sini" cicit Naya merasa tak nyaman, padahal kakinya belum menginjak masuk kedalam.

"Tenanglah, saya berada di sampingmu" ujar Aditya mengeratkan pegangan tangan mereka.

Naya mengangguk dan melirik kearah tangan mereka, seulas senyum terbit di bibir Naya tanpa bisa dicegah.

"Assalamualaikum bu" ucap Aditya dan Naya.

Qiana tersenyum melihat kedatangan anak dan menantunya, "Walaikumsalam, masuk-masuk didalam sudah ada seluruh kerabat dan sanak saudara. Jadi kalian tinggal ikut bergabung dan menyesuaikan diri" pesan Qiana.

Aditya dan Naya mengangguk, "Baik bu, kita pamit ke dalam dulu" ucap Aditya

Qiana mengangguk, "Iya"

Naya mengekor dan mengikuti Aditya kemanapun dia pergi sambil terus tersenyum dan mengeratkan tautan tangan.

"Kita akan pergi ke ruangan nenek, jadi siapkan mental dan fisikmu" ujar Aditya. Namun, tetap mempertahankan sikap ramahnya.

Naya mengerutkan alisnya, "Kenapa?"

"Assalamualaikum nek, apa kabar?" ujar Aditya dan menarik Naya duduk di sampingnya.

Destriani menoleh dan tersenyum melihat cucunya, tapi tidak dengan istri Dari cucunya.

"Walaikumsalam, nenek baik. Bagaimana dengan kabarmu?" tanya Destriani.

"Alhamdulilah Aditya juga baik, oh iya nek ini ist---"

"Arunika! Nenek mau memperkenalkan kamu dengan cucu nenek" potong Destriani.

Aditya menoleh tidak enak pada Naya, tapi dibalas senyuman yang menyakinkan oleh Naya. Seakan mengatakan dirinya baik-baik saja.

Perempuan yang dipanggil Arunika it segera datang dan menunduk hormat pada Destriani, "Iya nek?"

"Arunika, kenalin ini cucu nenek Aditya Candramawa" ujar Destriani, "Dan Aditya kenalin ini calon mantu kesayangan nenek, Arunika Zharifah" lanjutnya

"Hai kak" sapa Arunika yang sayangnya tidak mendapat balasan apapun dari Aditya.

"Aditya, itu Arunika ngomong jangan dicuekin, maaf yah Arunika" ujar Destriani.

Arunika menggeleng, "Tidak apa-apa kok, nek. Hm nek, yang disebelah kak Aditya siapa?"

"Dia istri saya!" sahut Aditya dingin.

Air wajah Arunika berubah redup, membuat Destriani melototi Aditya, "Istri? kamu sebut dia istri, astaga Aditya kamu bodoh apa bego? Perempuan tidak berguna di sebut istri" Sinis Destriani.

Naya menutup matanya kuat-kuat menahan rasa perih yang ditancapkan nenek Aditya. Hal yang ditakutkannya terjadi, dirinya disebut istri tidak berguna. Mungkin ini konsekuensi Naya akibat terlalu cepat mengambil tindakan tanpa melihat resikonya dikemudian hari, tapi bukan Naya tentunya yang tidak melawan ketika ditindas.

"Maaf nek, walau saya tidak berguna, tapi tetap saja saya adalah istri dari kak Aditya" Naya menoleh menatap Arunika, "Dan kamu jangan coba-coba merebut panggilan 'kak' dari saya" tegas Naya.

Destriani memutar bola matanya, "Jangan terlalu bangga, status istri bisa hilang darimu kapan saja jika saya mau" ancam Destriani.

Naya sedikit takut mendengar ancaman nenek Aditya, tapi dirinya tidak ingin kalah di depan perempuan bernama Arunika itu, "Tapi nek, saya akan melakukan apapun itu demi mempertahankan status istri dan rumah tangga saya bersama kak Aditya"

"Kamu berani juga rupanya, menarik" Sinis Destriani.

Arunika mengelus lengan Destriani, "Sudahlah nek, jangan mengurusi hal yang tidak penting. Nanti penyakit nenek kambuh" pesan Arunika.

Destriani tersenyum, "Lihat? Arunika lebih pantas menjadi istri Aditya, dia lebih baik, penyayang, lembut, penyabar, bijaksana, dan tentunya bisa mengurus rumah dan dapur" puji Destriani.

"Tapi saya bukan dia, saya Naya bukan Arunika!" ujar Naya membela diri.

Destriani mengangkat bahu acuh, "Terserah apa katamu, tapi saya tetap akan menjodohkan Aditya deng---"

"Cukup, sudah cukup nek. Hentikan semua ini!" potong Aditya merasa yang muak.

"Tapi Aditya---"

"Ayo Naya! Kita pergi dari sini" potong Aditya dan segera menarik Naya keluar dari ruangan nenek.

Naya tidak bergeming, dirinya hanya mengikuti kemana Aditya akan membawanya pergi.

...

To Be Continud.

> selamat berkomentar.

Salam hangat^^

Apipaa^^

avataravatar
Next chapter