5 ⭕ 5. Keputusan Aditya

^ Selamat Membaca^

....

"KAMU HABIS DARI MANA?!"

Naya tersentak mendengar teriakan suaminya.

"Habis ngumpul sama temen-temen" cicit Naya.

"Kenapa tidak minta izin dulu sama saya?" tanya Aditya dengan suara yang naik beberapa oktaf.

"Tapi kupikir itu tidak perlu" ucap Naya.

"Kamu tidak berniat meminta izin? kamu anggap saya apa?" gertak Aditya.

Naya menautkan alisnya, "Buat apa? cuman sebentar kok"

Aditya menghela napas gusar, "Enam jam kamu bilang sebentar, dimana otak kamu?!"

Naya menelan ludah kasar, "Tapi sekarang kan Naya udah ada disini, kenapa mesti marah?"

"NAYA! mungkin kamu sudah lupa dengan posisi kamu. Saya ingatkan kembali kamu itu adalah istri sah saya, sudah kewajiban kamu untuk meminta izin kepada saya jika ingin keluar rumah, baik cepat atau lama!" titah Aditya.

"T-tapi, Naya butuh kebebasan. Naya enggak sudah di kekang!" protes Naya.

Aditya menyeringai, "Benarkah? lalu kenapa kamu ingin menikah, jika tidak mau menjalankan tugasmu sebagai istri?" tanya Aditya.

Naya berdiri dengan gugup ditempatnya, "Naya udah menjalankan tugas sebagai istri, kakak aja yang terlalu banyak aturan" alibi Naya.

Aditya bersedekap dada, "Tugas mana yang kamu sudah kerjakan, Naya. Memasak, mengurus rumah, ataukah mengurus suamimu ini?"

Naya terdiam ditempatnya dari semua yang Aditya sebutkan, tidak ada yang sudah Naya kerjakan. Semuanya dikerjakan Aditya sendiri atau mungkin setelah adanya bik Ningsi semua pekerjaan itu diambil alih olehnya.

"Diammu mengatakan, jika aku benar dan kamu salah!" ucap Aditya.

"Terserah kamu mau menurutinya atau tidak, tapi yang jelas peraturan untuk selalu mengabariku akan tetap berlaku mulai dari hari ini" ucap Aditya, lalu melengangg pergi meninggalkan Naya sendirian di ambang pintu.

"Maaf nak, bukannya Bibi bermaksud menguping pembicaraan kalian, tapi yang dikatakan nak Aditya itu benar"

Naya menoleh pada bi Ningsi yang bersembunyi dibalik pembatas dapur, tanpa berkata-kata apa pun Naya segera berlari memeluk bik Ningsi.

"Loh, ada apa toh nak" ucap bi Ningsi kaget, tapi tetap membalas pelukan Naya dan mengelus surai rambut Naya.

"Naya takut digertak bi, hikss Naya enggak pernah digertak selama ini bi, tapi tiba-tiba Naya mendapat gertakan hanya karena masalah sepele, hikss huaaa" adu Naya.

Bi Ningsi tersenyum, "Naya hebatkan? buktinya tetap tegar walau digertak"

Naya menggeleng, "T-tapi sekarang Naya nangis, Naya cengeng hikss"

"Tidak, nak Naya hanya sedang difase menjadi dewasa. Banyak loh orang yang kalau digertak langsung nangis, sedangkan Naya? mencoba menahan tangis agar tetap tegar dihadapan orang yang mengertak, bukankah itu hebat?" jelas bi Ningsi.

Naya menghentikan tangisnya, bi Ningsi yang mengerti segera melanjutkan ucapannya.

"Dan bi Ningsi akui, di sini Naya yang salah. Naya enggak boleh lupa dengan kewajiban istri, lagi pula umur pernikahan kalian baru beberapa hari, masalah seperti ini tidak boleh merusak keromantisan kalian berdua" nasehat bi Ningsi.

Naya mengangguk, mungkin meminta maaf adalah jalan salah satunya agar hubungan mereka tetap terjaga, "Makasih bi, Naya jadi tahu harus berbuat apa"

Bik Ningsi mengulas senyum, "Sama - sama, hmmm apakah kamu sudah merasa lebih baik?"

Naya mengangguk, "Makasih bi" ucap Naya sambil memeluk erat bi Ningsi.

"Ya udah Naya pamit nyari kak Aditya dulu yah bik" ucap Naya.

"Iya dan bibi harap kamu dapat menyelesaikan masalah ini"

Naya mengangguk lalu melepaskan pelukannya dan mulai mencari keberadaan Aditya, suaminya.

"Kak! Kakak!" teriak Naya.

Langkah Naya berhenti didepan pintu ruangan yang katanya adalah ruangan pribadi Aditya.

Dengan gemetar, Naya mengetuk ruangan itu. Namun, tanpa diduga terdengar suara dari dalam yang menyuruh Naya masuk.

"Khem permisi"

Deheman Naya mengalihkan perhatian Aditya dari buku yang dia pegang. Sejenak Naya terpaku dan membeku dengan tatapan Aditya yang sangat tajam, tapi menawan diwaktu yang bersamaan.

"Ada apa?" tanya Aditya yang masih mempertahankan ekspresi dingin.

Naya tersentak, "Ha? itu...." ucap Naya yang belum menormalkan fungsi kerja otaknya.

Aditya memijat hidungnya menatap Naya, "Ada apa? jika tidak penting silahkan keluar dari ruangan ini"

Naya melotot, "Tidak! ini sangat penting, bolehkah aku duduk terlebih dahulu?" tanya Naya dan langsung duduk dikursi yang berhadapan dengan Aditya.

"Buat apa bertanya? Jika akhirnya kamu mengambil keputusan sendiri" tanya Aditya.

Naya menyengir untuk mencairkan suasana, "Aku hanya sedang basa-basi, kak"

Aditya mengalihkan pandangannya pada jam yang melingkar dipergelangan tangannya ,"Katakan apa yang ingin kamu bicarakan, waktu saya tak banyak" ucap Aditya.

Naya menelan ludah susah payah, kenapa tiba-tiba suasananya menjadi awkward.

"Aku minta maaf" cicit Naya.

"Apa? apa kamu mengatakan sesuatu, saya tidak bisa mendengarnya" ucap Aditya berbohong, dirinya hanya ingin Naya mengakui kesalahannya dengan bersungguh-sungguh sekaligus karena berhasil membuat dirinya kelimpungan mencari Naya sejak tadi.

Naya menarik napas panjang, "Aku minta maaf!!!" ucap Naya dalam satu napas.

Aditya mengetuk-ngetuk meja, "Minta maaf untuk apa?"

Naya berdehem, "Karena tidak meminta izin terlebih dahulu padamu"

"Minta izin untuk apa?"

Naya menghela napas, "Aku minta maaf karena pergi tanpa minta izin padamu, jika akan pergi bersama teman" jelas Naya.

"Hanya itu, lalu bagaimana dengan rasa khawatirku sejak tadi?" ucap Aditya sambil memajukan tubuhnya mendekat pada Naya.

Naya terbatuk-batuk ditempatnya hingga mengenai wajah Aditya, "Maaf - maaf aku tidak sengaja, engh tadi kamu bilang apa?"

"Saya khawatir, Naya" ucap Aditya, lalu menjauhkan tubuhnya.

Cup

Belum sempat wajah Aditya menjauh sepenuhnya, Naya segera mencium pipi Aditya tanpa rasa takut.

"Makasih, itu permintaan maafku karena membuatmu khawatir" ucap Naya, lalu segera berjalan menjauh sebelum Aditya menerkam dirinya.

"Hanya sebelah?" gumam Aditya sambil memegang pipinya bekas ciuman Naya.

Dilain tempat, Naya segera mengunci kamar lalu menghempaskan dirinya diranjang.

Naya membanting dirinya berulang kali diranjang, lalu memukul bibirnya yang lancang, aish! apa yang akan Aditya pikirkan tentang dirinya. Bisakah waktu diulang? Naya merasa sangat malu saat ini.

"HUAAAAA!!!! bibir enggak ada akhlak" teriak Naya sambil menenggelamkan wajahnya dibantal.

Tok tok tok

"Naya, bisa buka pintunya?" tanya Aditya dari balik pintu.

Naya segera mengangkat wajahnya, lalu dengan gerakan cepat Naya membersihkan kekacauan yang dia perbuat.

"Fyuh, semangat Naya! Lo pasti bisa" ucap Naya menyemangati diri walau sebenarnya rasa malu masih mendominasi.

Cklek

"Kenapa lama? kamu ngapain aja dikamar?" tanya Aditya sambil mengunci pintunya kembali.

"Itu, tadi ada kecoa" ucap Naya beralibi, tapi malah kedengaran konyol.

Aditya menautkan alisnya, "Bik Ningsi sudah membersihkan rumah dengan baik, lalu bagaimana bisa ada kecoa dikamar?" ucap Aditya.

Naya mengaruk lehernya yang gatal, "Entahlah, mungkin kecoanya nyasar"

"Oalah gitu toh, yaudah saya mau mandi dulu, mau sholat Zhuhur. Kamu mau ikut?"

Naya melotot mendengar kalimat ambigu Aditya, "Ngapain?"

"Yah sholat"

Naya menghela napas, "Okaay, kakak mandi gih nanti aku nyiapin sajadah dan baju kokohnya" ucap Naya berinisiatif.

Aditya mengangguk sambil tersenyum, melihat perubahan Naya yang begitu cepat, mungkin menjadi lebih tegas bisa merubah perilaku Naya menjadi lebih dewasa.

.....

To be continud

> Jangan lupa hargai penulis dengan mengklik bintang dipojok kiri ☆

Luv♡

salam cinta dari apipaaa

avataravatar
Next chapter