3 ⭕ 3. Mengisi rumah yang kosong`

^ Selamat Membaca ¤ ^

.....

"Assalamualaikum"

Naya menoleh, "Waalaikumsalam kak, udah pulang?"

"Ya udah yuk sarapan!" ajak Aditya.

Naya mengangguk kemudian ikut duduk melantai bersama suaminya.

"Enggak papa kan, duduk dilantai?" tanya Aditya.

Naya menggeleng baginya tak masalah jika harus duduk melantai, tapi hanya untuk saat ini dan terakhir kalinya.

"Alhamdulillah, ya udah yuk makan. Bismillahir- rahmanir - rahiim!"

Naya mengangguk, lalu ikut berdoa dan menyantap bubur ayam.

"Udah siap?!" tanya Aditya dengan pakaian kasual.

Naya mengangguk, "Iya, ya udah yuk kita berangkat!"

Aditya mengambil kunci mobilnya dan mengajak Naya keluar, lalu segera mengunci pintu rumah mereka.

"Kita mau kemana?" tanya Naya setelah berhasil menduduki jok dengan nyaman.

Aditya menyalakan mesin mobil lalu menoleh pada Naya, "Toko perabotan rumah tangga"

"Oh oke" ucap Naya.

Tak sampai setengah jam, mobil Aditya sudah berada di parkiran mall yang menyediakan perabotan rumah tangga.

"Ayo!" ajak Aditya.

Naya mengangguk kemudian ikut turun dari mobil, lalu masuk ke dalam mall.

"Kak, sebaiknya kita ke toko sofa dan meja dulu" ucap Naya

"Kakak ngikut aja dek" ucap Aditya.

Naya mengajak Aditya memasuki toko sofa dan meja, untuk saat ini belum ada yang mampu menarik perhatian Naya, tapi hal itu tidak berlangsung lama karena Naya telah menemukan sofa yang pas untuk untuk rumah barunya.

"Kenapa berhenti?"

Naya menoleh, "Kak, Naya ingin membeli yang itu" tunjuk Naya pada sofa berwarna ungu yang dipadukan dengan pink.

Aditya mengerutkan keningnya, menurutnya sofa itu tidak cocok dengan dirinya yang menyukai warna gelap, "Tidak! kakak tidak setuju dengan pilihanmu"

Naya menoleh terkejut, apa yang salah dengan pilihannya, bukankah sofa itu terlihat elegan?

"Permisi, ada sofa yang berwarna gelap seperti coklat, abu-abu dan marron?" tanya Aditya pada pelayan di toko itu.

Pelayan itu mengangguk, "Tentu pak, mari saya perlihatkan"

"Terima kasih, ayo Naya!" ajak Aditya, tapi Naya tetap tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

"Naya? ayo!"

"Aku tidak mau! aku tidak suka dengan pilihan warna gelap, itu terkesan suram dan menakutkan!" kesal Naya.

"Terserah kamu setuju atau tidak, saya akan tetap memilih warna gelap!" ucap Aditya dingin, lalu meninggalkan Naya sedangkan dirinya mengikuti langkah pelayan toko.

"Argh!!!" umpat Naya kesal lalu segera mengikuti Aditya, sebelum dirinya tersesat seperti anak hilang.

"Kenapa mengikuti saya?" tanya Aditya.

Naya menoleh sinis pada Aditya tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Siapa tadi yang bilang jika semua urusan perabot rumah tangga diurus oleh dirinya? siapa?!

"Kami memiliki sofa lengkap dengan meja kacanya. Untuk pilihan warna gelap, kami memiliki sofa hitam dengan perpaduan hijau, sofa coklat dengan perpaduan pink, dan sofa abu-abu dengan perpaduan ungu" jelas pelayan toko.

"Saya menyukai yang warna abu- abu dengan perpaduan ungu" ucap Aditya yang mengundang secuil senyuman diwajah Naya.

"Baik pak, silahkan mengurus pembeliannya dan kami akan segera mengantar sofa ini kerumah bapak dalam waktu 2 jam"

"Baik, saya permisi"

Tak masalah jika Naya tidak bisa membeli sofa pink perpaduan ungu, tapi untunglah dirinya bisa membeli sofa berwarna ungu walau tetap didominasi warna abu-abu.

"Sekarang kita mau kemana?" tanya Aditya.

Naya mengangkat bahu acuh, "Terserah!"

"Ke toko perabotan dapur yuk!" ajak Aditya yang tidak peka pada keadaan.

"He em" gumam Naya menyetujui.

Aditya memimpin jalan ke toko seberang yang kebetulan menjual peralatan dapur.

"Mau beli apa, pak?" ucap perempuan yang berseragam pelayan.

"Gelas, piring, mangkuk, wajan sama apa Naya?" tanya Aditya.

Naya menoleh pada suaminya, "Terserah kakak aja, entar aku milih eh ternyata tau - tau kakak udah ada pilihan sendiri"

Aditya tersenyum, "Kamu masih marah sama masalah sofa tadi?"

"Pikir aja sendiri" ucap Naya cuek.

"Jadi pak?" ucap pelayan yang sedari tadi melihat pertengkaran suami istri.

"Oh iya mbak, saya lanjut aja yang tadi dan tolong dicatat biar enggak lupa!" nasehat Aditya.

Pelayan itu mengangguk kemudian Aditya kembali menyebutkan peralatan dapur yang mungkin akan diperlukan di rumah mereka, sedangkan Naya hanya menyimak percakapan suaminya dengan pelayan toko itu.

"Habis ini kita kemana?" tanya Aditya.

Naya menoleh pada suaminya, "Terserah!"

"Mood kamu lagi jelek yah?" tanya Aditya.

Naya menghela napas, "Enggak, ya udah kita mau kemana lagi?" ucap Naya mengalah sebab dirinya tidak ingin menjadi tontonan orang banyak.

"Toko peralatan laundry, kita perlu mesin cuci dan setrika" ucap Aditya ketika melihat toko yang ada disampingnya.

Naya mengangguk setuju, "Okay, ayo kita beli"

Setelah berkeliling sekitar 2 jam, akhirnya Naya dan Aditya berhasil membeli semua perlengkapan rumah baru mereka, saat ini mereka sedang mengisi perut di sebuah restoran padang.

"Silahkan memesan mas, mbak!" ucap pramusaji.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Aditya sambil melihat - lihat menu.

Naya mengalihkan pandangannya pada buku menu, "Nasi pandang, rendang, dendeng balado, daun ubi tumbuk sama ayam bakar"

"Kamu mau makan semua itu?" tanya Aditya.

Naya mengangguk mantap, "Emang kenapa?"

Aditya menggeleng, "Tidak apa - apa, kalau saya pesan nasi pandang dan kalio"

"Baik mas, minumannya?" tanya pramusaji.

Aditya mengetuk - ngetuk meja, "Teh hangat aja 2"

"Baik mas, mbak ditunggu yah!"

"Iya"

"Kak?" ucap Naya.

Aditya mengangguk dan tersenyum, "Ya kenapa?"

"Kakak udah nyari pembantu untuk ngurus rumah kita?" tanya Naya.

Aditya mengerutkan keningnya, "Kenapa harus pembantu, kamu emang enggak bisa ngurus rumah sendiri?"

Naya mengaruk tengkuknya yang gatal, apa-apaan perkataan Aditya. Hei! dirinya menikah bukan untuk menjadi seorang pembantu.

"Kamu belum menjawab pertanyaan kakak" ucap Aditya.

"Jujur aja yah kak, Naya nggak pernah membersihkan rumah setiap hari, semuanya sudah diurus oleh pembantu. Mungkin Naya hanya membantu membersihkan kamar dan bukannya rumah seluas itu" jelas Naya.

"Lalu?" tanya Aditya.

Naya memutar matanya, "Ya kakak peka dong, Naya enggak bisa ngurus rumah jadi harus dibantu sama pembantu"

Aditya menghembuskan nafas, "Ya udah, besok kakak akan cari pembantu buat ngurus rumah, tapi soal memasak apakah itu juga akan diurus oleh pembantu?" tanya Aditya.

Naya mengangguk, "Tentu saja, aku belum bisa memasak dengan resep yang susah"

"Baiklah" ucap Aditya lesu, padahal memakan masakan istrinya adalah suatu kegiatan yang Aditya inginkan, semenjak mendengar lamaran ayah Naya.

"Permisi, ini pesanan mas dan mbak. Selamat menikmati!" ucap pramusaji yang menghentikan percakapan suami istri itu.

Aditya menoleh, "Terima kasih"

Setelah mengisi perut Naya dan Aditya segera pulang kerumah, tapi ternyata didepan rumah sudah ada 5 mobil yang menunggu mereka.

"Permisi pak, apakah betul ini rumah keluarga Aditya?" tanya bapak sopir.

Aditya mengangguk, "Iya"

"Alhamdulilah pak, oh iya ini semua barang pesanan bapak"

"Baiklah, silahkan barangnya di taruh dirumah saya"

"Siap pak" ucap bapak itu, lalu memandu anak buahnya untuk menurunkan barang.

Naya membuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk membawa barang.

Fyuh, apakah aku harus menyelesaikan semua ini berdua bersama dengan Aditya? batin Naya kesal.

"Sofa ini mau di tempatkan kemana?" tanya Aditya setelah barang sudah diturunkan semua.

Naya menoleh, "Hmmm, disebelah sana aja"

"Okay!" Aditya menggeser sofa single itu sesuai dengan petunjuk Naya.

"Kak! coba geser mejanya ke tengah!" perintah Naya.

"Kayak gini?" tanya Aditya.

Naya mengangguk, "Iya itu udah bener dan juga enak dipandang"

"Syukurlah" ucap Aditya.

"Kak! tolong mesin cucinya disimpan di dapur" ucap Naya memerintah sedangkan Aditya hanya menurut.

Sekitar 3 jam, akhirnya semua perabotan telah tersusun dengan rapi. Bertepatan dengan itu suara azan Zhuhur terdengar sampai kerumah Naya dan Aditya.

"Kita sholat dulu" ucap Aditya.

Naya menggangguk, "Tapi aku mandi dulu habis itu sholat, rasanya aneh kalau sholat dalam keadaan berkeringat"

"Terserah kamu saja, kalau begitu kamu pakai toilet di kamar dan aku toliet di dapur"

"Ogheeey itu ide bagus biar cepat" ucap Naya lalu segera berlari kearah kamar mereka.

"Fyuh! untung saja kak Aditya tidak meminta untuk mandi bersama" gumam Naya.

Mungkin untuk kali ini Naya bisa lolos, tapi sampai kapan, bukankah Aditya juga perlu 'jatah' untuk memenuhi kebutuhan nafsunya?

....

To be continud

Jangan lupa hargai penulis dengan mengklik bintang dan mengomentari.

Luv ♡

salam cinta dari apipaaa

avataravatar
Next chapter