1 Prolog

"Hah ... hah ... hah ...."

Seorang wanita berzirah ksatria berlari penuh luka dan darah sambil menggendong seorang bayi.

Di dalam hutan yang gelap dan lebat, dia dengan lincahnya menghindari akar-akar pohon dan batang pohon yang menghalanginya.

Jauh di depannya, terlihat seseorang berpakaian putih yang menutupi seluruh tubuhnya dari atas sampai bawah.

Ksatria wanita yang menggendong bayi segera menghampirinya.

"Hei ...!" seru ksatria tersebut.

Ksatria itu memanggilnya.

Dia melirik ke arah suara yang memanggilnya.

"Huh?"

Di depannya, ksatria wanita terengah-engah setelah berlari. Tapi bukan itu yang dikhawatirkannya, melainkan luka dan darah di sekujur tubuh ksatria yang sedang menggendong bayi tersebut.

"Nona ksatria, ada apa? Anda sedang dikejar oleh monster?", orang berjubah putih itu panik.

Bukannya menjawab pertanyaannya, ksatria itu memberikan bayi yang digendongnya padanya.

Dia melihat bayi yang berada di tangan ksatria itu dan bertanya dengan ragu, "Apa ... ini bayi anda?"

Ksatria itu menghiraukan pertanyaannya.

Dengan suara yang terdengar seperti sedang kesakitan, ksatria itu langsung menempatkan bayi yang digendongnya ke tangan orang itu dan meminta sesuatu padanya, "Tolong jaga bayi ini untukku ...."

Permintaannya pada orang asing itu adalah untuk menjaga bayi itu.

Orang yang dimintai ksatria itu lantas terkejut atas permintaan sang ksatria.

Dia mencoba untuk berbicara pada ksatria itu lagi, namun ksatria itu langsung pergi berlari lagi.

Orang itu kebingungan apa yang harus dilakukannya, dia hanya menatap sang bayi sampai dia mendengar suara sekelompok orang yang mengenakan zirah besi sedang menuju ke arahnya. Segera orang itu pergi bersembunyi di balik pohon besar.

Saat orang-orang itu semakin dekat, dia tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka.

"Kemana perginya dia?!"

"Si jalang itu, beraninya dia berbuat hal yang tabu. Padahal dia seorang ksatria suci"

"Berhenti bicara! cepat cari dan tangkap si Pedang Emas, Yuna!"

"Baik, Kapten!!"

Mereka mulai pergi mencari lagi.

Sementara di balik pohon, orang berjubah putih itu tidak sanggup berdiri lagi. Dia duduk bersender ke batang pohon besar di belakangnya.

"Ksatria wanita tadi adalah Yuna sang Pedang Emas?!!" batinnya.

Keringat membanjiri sekujur tubuhnya. Kemudian, dia menarik nafasnya dengan cepat dan matanya melebar saat menatap sang bayi di tangannya.

"Apa ... anak ini ... anaknya Nona Yuna??" dia bergumam ketakutan dalam hatinya.

---.

"Hah ... hah ...."

Ksatria wanita itu berhenti berlari.

Di depannya adalah jalan buntu, sebuah jurang yang diapit oleh tebing tinggi dengan air terjun menuju ke jurang itu. Sedangkan di belakangnya, prajurit yang mengejarnya menghadang jalan kaburnya.

"Kau sudah tidak bisa kabur lagi! Menyerahlah sekarang!" teriak sang kapten dari pasukan tersebut.

Ksatria wanita itu berbalik ke arah mereka. Dia mencoba untuk menggenggam pedangnya dengan benar dengan satu tangannya, sementara tangan yang lainnya memegang luka di perutnya.

"Aku melakukan ini ... demi kedamaian manusia. Aku sudah membuat perjanjian dengan ... raja naga .... Namun kalian ... seenaknya melanggar perjanjian itu! Lalu untuk apa ... usaha yang kulakukan, dibawah perintah kaisar ... untuk berdamai dengan para naga?! Semua itu sia-sia!! kalian manusia memang tidak mempunyai ... hati, kalian lebih kejam ... daripada iblis .... "

Bukannya merasa bersalah, sang kapten dan bawahannya malah tertawa terbahak-bahak. "Bwahahahaha!!!"

Ksatria wanita itu terkejut, dan sontak bertanya, "Kenapa kalian malah tertawa?! kalian memang ti-"

"Hei, apa kamu tidak tahu?" sang kapten memotongnya.

"Huh...?"

Sang kapten mencoba mendekati ksatria wanita tersebut. Namun, dengan sigap ksatria itu memasang kuda-kudanya dan mengarahkan pedangnya pada kapten prajurit.

"Jangan mendekat- urghh!!"

Luka di perutnya bertambah parah karena gerakan yang mendadak dan dipaksakan itu. Sang kapten juga menghentikan langkahnya, dan memerhatikan ksatria itu.

"Hoh ...?"

"Jangan mendekat!!" teriak ksatria itu.

Sang kapten tersenyum menyeringai melihat ksatria itu dalam kondisi terpuruk. Lalu dia mengatakan sesuatu seperti, "Semua itu adalah rencana kaisar untuk menjebakmu"

Ksatria wanita tersebut tersentak saat hendak memikirkan rasa sakit pada perutnya.

Matanya membulat lebar, rasa sakit dan terkejutannya bercampur aduk membuatnya tak karuan. Pikirannya kacau balau seketika mendengar itu.

"Menjebakku ...? kenapa kaisar ingin ... menjebakku? Bukannya, dia sendiri yang memintaku ... untuk membuat perjanjian dengan para naga ...?"

Sang kapten dan bawahannya tertawa lagi. "Bwahahahahaaha ... dasar bodoh!!"

"Perjanjian tersebut hanyalah sebuah umpan!! Sang kaisar tidak pernah ingin untuk berdamai dengan para naga, karena beliau sangat dendam pada para naga. Dan alasan beliau menjebakmu karena kau adalah keturunan dari orang yang mempunyai hubungan dengan para naga, terlebih lagi kau melakukan perjanjian dengan melakukan hubungan intim dengan naga. Apa kau tidak kesakitan mendapatkan yang besar di dalam dirimu, jalang? Hahahahahaha!"

"Hahahaha .... kau benar, kapten! Sepertinya tidak akan enak jika kita menggunakannya, karena dia sudah longgar hahaha!"

Ksatria itu berdiri disana menatap tanah, dan tidak bergerak sedikitpun.

"Hah? ada apa? kamu terkejut? oi jalang!"

Melompatlah ke jurang ...

Ksatria itu mendengar suara tersebut melintas di pikirannya.

Mengikuti perkataan suara tersebut, dia melempar pedangnya ke tanah lalu berbalik dan berlari melompat ke jurang.

"Oi?!! Jangan biarkan dia melompat!!"

Para prajurit terlambat untuk menghentikan ksatria itu melompat ke jurang.

"Sialan! dia berhasil kabur!!" murka sang kapten sambil menginjak tanah.

"Tapi ... jurang ini memiliki kedalaman sekitar seratus meter. Dia pasti mati" bawahannya berasumsi.

"Cih!"

Dengan kesal sang kapten berbalik dan pergi dari tepi jurang. Dengan keras dia berteriak, "Kembali! Kita laporkan ini pada kaisar terlebih dahulu!"

"Baik, kapten!" para bawahannya merespon.

-- ....

- ....

- ....

15 tahun kemudian ....

Di dalam gedung guild petualang, dimana para petualang berkumpul untuk mengambil quest, menjual hasil buruan, atau hanya sekedar menongkrong setelah perburuan mereka. Seorang pemuda berambut perak yang tangan kanannya dibalut penuh oleh perban putih, memakai pakaian hangat dan jaket tebal biru yang dilapisi bulu putih di sekitaran kerah lehernya masuk dari pintu depan.

Pemuda itu adalah, Zell ....

avataravatar
Next chapter