1 Ep 1

"Kalian mau main-main sama saya??!"

Aku langsung kaget waktu mendengar suaranya yang melengking tinggi diikuti tatapan tajamnya yang dia arahin ke Maisha dan Torri yang lagi berdiri kaku dihadapannya.

Padahal aku baru saja nanya paling sopan kenapa dia manggil aku dan Torri ke ruangannya.

"Apa kalian ngeremehin tugas dari saya?!"

Maisha dan Torri barengan menggelengkan kepala.

Brakk!!!

Dia langsung melempar dua makalah diatas mejanya.

Maisha melotot. Nah itu makalahku!!

"Saya sudah jelaskan diawal kalau saya paling benci dengan namanya contek-mencontek dan plagiat. Saya nggak segan-segan buat kasih nilai gagal jika ada yang kedapatan melakukan itu. Kalian lupa?"

Maisha dan Torri menggeleng pelan.

"Jangan cuma menggeleng. Kemana suara kalian? Hilang?"

Detik itu juga dengan berani aku balik menatap kearah dia dan nggak nyampe lima menit aku langsung nunduk lagi karena nggak kuat lihat tatapannya yang beneran setajam celurit itu.

Kalau saja tatapannya itu bisa membunuh orang mungkin saat ini aku sudah mati mengenaskan.

"Kalian tahu apa kesalahan kalian??!"

Mana aku tahu pak?! Pengen banget rasanya aku jawab gitu tapi aku juga nyadar aku adalah mahasiswa dan dia dosen. Aku masih punya sopan santun. Walaupun aku sekarang agak sedikit kesal juga dateng-dateng langsung disemprot kayak gini.

"Saya tanya itu dijawab. Punya mulutkan??!" Kali ini dia beneran ngebentak.

"Nggak tahu pak." Maisha akhirnya buka suara sedangkan si Torri masih diam saja menunduk.

"Nggak tahu?" Geramnya. Dia ngambil makalah Maisha dan Torri sebelum membuka halaman perhalaman dengan kasar.

"Lihat. Isi makalah kalian sama persis!!" Tunjuknya penuh emosi.

"What!" Dengan gerakan cepat aku langsung maju buat ngambil makalah aku dan Torri. Aku cek dan SHIT... memang benaran sama.

Aku langsung menoleh ke arah Torri yang masih tetap menunduk nggak berani ngangkat kepalanya.

"Torri? Seriously? Kamu coppy paste abis makalahku?!!"

"So-sorry Sha." Kata Torri pelan.

Jadi ini alasannya kenapa pak Marc murka banget dan panggil aku sama Torry ke ruangannya.

"Kamu mau sok pinter atau kamu sudah merasa paling pinter?"

"Maksud Bapak?" Maisha nggak ngerti.

"Kamu sudah merasa isi makalah kamu paling benar sampai berani-beraninya ngasih contekan ke teman? Iya?" Cecar Marc.

"Harusnya kamu mikir kalau ketahuan konsekuensinya!!!" Cecar Marc lagi dengan sadis.

"Saya nggak niat ngasih Torri contekan Pak. Dia cuma bilang Pak mau lihat gimana cara saya buatnya. Saya nggak tahu kalau dia malah copy paste semua isi makalah saya." Kata Maisha jujur nyoba buat ngebela diri. Toh kenyataannya memang gitu kok.

Maisha melirik kesal ke arah Torri. Dia sama sekali nggak niat buka suara. Padahal ini semua itu salah dia.

"Saya nggak terima alasan apapun. Dan nilai tugas akhir kalian tetap gagal dimata kuliah saya."

"Tapi Pak..!"

"Keluar!" Potong Pak Marc.

"Pak ini bukan salah saya..!"

"Saya bilang keluar!!"

°°°°°°°°°°°°°°°°°°

"Kamu gila ya!!" Teriak Maisha marah me Torri. "Kamu bilang cuma mau lihat gimana aku buatnya tapi kenapa malah kamu copy paste semua isi makalahku!!"

"Sorry, Maisha."

"Aku nggak butuh kata sorry dari kamu!!"

Sumpah aku udah emosi banget. Keselnya bukan main. Dua hari gue ngerjain itu makalah dan selama dua hari juga aku ngedekem di perpus buat cari referensi daan dengan seenak jidatnya ini temen kampret malah copy paste abis makalahku.

"Mikir dong bukan cuma kamu yang kena tapi aku juga. Kamu juga tadi bukannya ngomong malah diem aja. Ini semua salah kamu. Harusnya kamu bilang ke Pak Marc."

"Iya kamu nggak lihat gimana seremnya muka Pak Marc. Mana berani aku." Sanggah Torri yang langsung buat aku langsung emosi.

"Tapi ini semua tuh salah kamu, Torri. Kamu ngerti nggak sih nilai aku sekarang itu dipertaruhkan. Mikir nggak sih kamu!!"

"Yaiya sorry. Aku mesti gimana lagi coba." Kata Torri dengan raut wajah bersalahnya.

"Kamu selesaiin masalah ini. Yang pasti aku nggak mau nilai tugas akhir aku gagal. Enak aja. Aku udah mati-matian ngerjain tugas makalah itu." Kata Maisha sebelum ninggalin Torri.

Esoknya...

"Aku udah minta maaf ke Pak Marc tapi dia tetap kekeh buat ngasih nilai gagal ke tugas akhir kita." Kata Torri. Tiba-tiba Maisha keselek nasi yang lagi dikunyah. Ja'nae yang ada disebelahku cepet-cepet nyodorin minum.

"Kamu serius? Kamu udah jelasin semuanya kan kalau yang salah itu kamu bukan aku." Tanya Maisha.

"Iya udah tapi Pak Marc tetep nggak terima. Kamu tahu sendiri lah Pak Marc gimana orangnya. Dia nggak bakal narik ucapannya." Jawab Torri.

"Tapi kasusnya disini aku nggak salah, Torri. Kamu yang salah kenapa aku juga yang harus kena imbasnyya!!" Tanya Maisha.

"Sorry." Ujar Torri. "Lagian itu kan cuma tugas akhir, Sha. Masih ada UAS minggu depan, kita masih bisa ngejer nilai dari situ."

"Tetap saja persenan tugas akhir dari pak Marc itu gede, tiga puluh persen. Iya kalau nanti nila UAS aku ntar bagus, kalo jeblok? Haduh, Alamat aku bisa ngulang tahun depan."

"Iya kan sama aku ngulangnya," kata Torri enteng. Aku langsung kasih plototan kesel.

Nggak. Haduh nggak bisa kayak gini. Aku harus memperjuangkan nasib nilaiku. Aku memang nggak salah kok. Dari awal aku nggak pernah niat sok pinter ngasih Torri contekan. Si Torri aja yang Kampret malah seenaknya copy paste abis isi makalahku.

Jadi, akhirnya aku mutusin buat ngomong lagi sama Pak Marc. Selesai istirahat makan siang, aku langsung pergi keruangannya. Sepanjang jalan aku sudah benar-benar menyiapkan mental dan menyusun kalimat pembelaan siapa tahu saja nanti aku bakalan di sudutkan lagi sama dia kayak kemaren.

Aku tahu jadwal Pak Marc siang ini kosong dan pasti dia ada diruangannya.

Sesampainya di depan ruangannya aku narik napas dalam-dalam berusaha nenangin diri lebih dulu dan belum sempat aku ketuk pintu tapi itu puntu sudah kebuka duluan. Pak Marc muncul dan kaget lihat ada aku lagi meringis didepan ruangannya.

"Ehm, Pak." Ucap Maisha pelan.

"Ada apa?"

"Saya mau menjelaskan masalah kemarin Pak."

"Saya nggak punya waktu." Pak Marc langsung jalan melewati Maisha gitu saja. Aku langsung cepat-cepat ngikutin dia.

"Pak!" Panggil Maisha.

"Kamu tuli? Saya kan sudah bilang saya nggak punya waktu."

Pak Marc tetap jalan. Mana cepet banget lagi. Dia jalan kearah parkiran mobil dosen, tapi masa bodo tetap aku ikutin.

avataravatar