16 Pasrah

Odie geram mendengar ponselnya terus berdering, ia terpaksa keluar kamar menuju dapur. Ia menghangatkan nasi dengan lauk pauk yang ada di dapur. Dengan langkah malas ia menuju kamar suaminya, di ketuknya pintu itu dengan sedikit keras.

Diego tersenyum mendengar pintu kamarnya di ketuk, ia segera berlari membukan pintu itu. Ia yakin jika yang ada di luar adalah Odie. Diego memamerkan deretan gigi putihnya, di depan istrinya.

"Masuklah," Diego membukakan pintu kamarnya dengan lebar.

Odie melangkah masuk, di letakan piring itu di atas nakas. Tetapi ia tetap berdiri. Setelah menutup pintu, Diego menghampiri istrinya. Sementara Odie memasang wajah yang masam.

"Cepat makan!" ucap Odie galak.

Diego mengambil piring yang Odie letakan di atas nakas, dia duduk dengan manis layaknya murid TK yang menuruti perintah sang guru. Baik Odie maupun Diego tak menheluarkan sepatah katapun, hanya terdengar suara sendok yang bergesekan dengan piring. Sesekali Diego melihat ekspresi Odie yang masih dalam mode marah, terlihat sangat jelas dari raut wajahnya. Sesegera mungkin Diego menghabiskan makanannya.

Melihat suaminya telah menghabiskan makanannya, Odie segera mengambil piring kotor itu dan berniat menyimpannya kembali ke dapur. Tugasnya sudah selesai, pikirnya. Namun, saat Odie beranjak keluar lengannya di tahan oleh Diego.

"Tidur di sini!" kali ini suara Diego lebih tegas.

Odie membalikan badan hingga kini mereka saling berhadapan. Mata Odie menatap dalam netra Diego.

"Apa aku tak salah dengar?" ucap Odie.

"Tidak! Ini perintah suami untuk istrinya yang sering kabur tengah malam," Diego langsung mengeluarkan kata-kata yang membuat Odie bungkam.

"Kenapa? Apa aku salah bicara?" bisik Diego tepat di telinga Odie.

"Itu ... bukankah itu menguntungkanmu!" Odie masih berusaha mengelak.

"Ck ... kau lucu, coba sekarang katakan. Apa bedanya aku dan dirimu? Kita sama-sama kabur bukan? Tetapi aku sudah meminta maaf padamu," ujar Diego yang tambah membuat bogdyguard cantik itu kehilangan kata-kata untuk mengelak lagi.

"Itu sangat beda, aku pergi karena belum terbiasa dengan ulah jahilmu setiap malam. Tapi kau?" Odie mencoba menyudutkan Diego.

Diego tertawa begitu lantang mendengar ucapan istrinya, sementara Odie mengernyitkan kening berpikir apa yang membuat bos angkuhnya itu tertawa.

"Kau memang sudah gila!" ucap Odie dan berlalu dari hadapan Diego.

Namun, sebelum Odie hilang dari hadapannya dengan gerak cepat ia menarik lengan istrinya hingga tubuh Odie menempel tepat di dada Diego yang tak tertutup sehelai benang pun. Mata mereka saling beradu, tubuh mereka pun sudah tak berjarak lagi. Hembusan nafas keduanya pun mengenai wajah masing-masing.

"Tapi kenapa?" suara Diego terdengar sedikit berat.

"Kau ... kau gila!" ujar Odie asal.

"Jika setiap malam kau tak kabur, aku tak akan gila istriku," suara Diego makin terdengar berat.

Perlahan Diego mendekatakan bibirnya ke arah bibir Odie, di lumatnya bibir ranum yang manis itu dengan penuh kelembutan. Lidahnya menari-nari di dalam sana. Odie tak bisa melawan dengan tindakan suaminya itu. Seorang istri harus melaksanakan kewajibannya, pikirnya. Meski masih ada keraguan di lubuk hatinya.

Odie membiarkan Diego melucuti satu persatu pakaiannya, ia hanya memejamkan mata saat bibir Diego mulai menyapu lembut setiap lekuk tubuhnya. Kini Odie kembali pasrah saat tubuhnya yang polos terbaring di ranjang, menjadi santapan nikmat sang suami. Ia bingung, di sisi lain ia tak mau melakukan semua ini karena ia ingin menjadi istri yang benar-benar Diego inginkan. Odie ingin mendapatkan cinta yang tulus dari suaminya, bukan karena paksaan. Ia ingin semua dosa yang dulu mereka lakukan di tebus dengan niat suci mereka untuk menjalin suatu hubungan atas nama Tuhan.

Dalam hati Odie menolak setiap sentuhan Diego, akan tetapi tidak dengan tubuhnya. Gelenyar aneh mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, rasa geli bercampur nikmat mulai di rasakan Odie. Diego yang menyadari tubuh istrinya yang sudah mulai terangsang, semakin bersemangat untuk membuat wanita yang sudah pasrah di bawahnya itu semakin tak karuan.

Sesekali desahan manis keluar dari bibir Odie, karena sentuhan sang suami. Mendengar desahan sang istri membuat Diego semakin gencar menyusuri surga dunianya tanpa memperdulikan tantangan yang ia buat bersama Odie. Ia hanya mengikuti rasa yang menuntunnya sampai ke titik itu. Rasa yang tak ia rasakan lagi saat bersama wanita-wanita yang dulu selalu membuatnya makin mencintai dunia seks.

Kini Diego sudah siap bertempur, pedangnya sudah siap memporak porandakan pertahanan Odie. Perlahan tapi pasti Digo mulai bermain dengan lembah terlarang Odie, membuat si pemiliknya tak lagi berdaya. Bahkan desahan yang tadinya terdengar sangat lirih, kini terdengar jelas. Senyum Diego kembali mengembang mendengar jerit kepasrahan istrinya. Namun, ia belum ingin menyelesaikan permainannya begitu saja. Ia masih ingin membuat wanita itu memohon padanya.

"Diego ... uhm ...," ucap Odie terbata.

"Hmm," jawab itu yang keluar dari bibir Diego yang masih asik bermain di bawah sana.

"Diego ... hentikan, aku ... aku bisa gila," oceh Odie yang sudah benar-benar tak berdaya.

Diego mengangkat kepalanya memeriksa keadaan Odie yang sudah terkulai lemas sebelum mencapai puncak. Namun, ada hal yang membuat Odie sedikit kecewa saat Diego menghentikan permainannya. Sesuatu yang di rasa akan meledak gagal. Dari gerakannya tubuh Odie meminta agar Diego menyelesaiakan apa yang sudah ia mulai.

Diego kembali mencium bibir Odie, gairah yang kini sudah menguasainya membuat Odie mengimbangi permainan Diego. Lidah mereka saling bertaut mengikuti irama nafsu yang semakin memanas. Tangan Diego mulai meremas gundukan yang terpampang di depannya tanpa melepas pangutannya.

Odie semakin mengelinjang tak karuan, area sensitifnya pun muali basah karena ulah Diego. Setelah cukup dengan manis bibir sang istri Diego mulai mencicipi dua benda kenyal yang sangat menggodanya, permainan pun mulai ia lakukan di sana. Tangannya pun mulai bermain di area sensitif Odie, melihat istrinya semakin tak berdaya Diego bersiap menggempur pertahanan Odie. Ia mengarahkan pedang pusakanya ke arah gerbang pertahanan Odie.

Malam itu menjadi malam yang panjang bagi mereka. Kemarah yang di rasakan Odie harus di simpan terlebih dahulu, godaan Diego membuatnya lemah bahkan pasrah. Dan untuk kali pertama Odie segila ini menjalankan kewajibannya. Entah bahagia atau sedih yang ia rasakan? Malam ini ia menang karena membuat bos besarnya melanggar tantangan yang mereka buat. Namun, ia juga kalah karena melanggar janjinya pada diri sendiri. Odie memejamkan matanya, mencoba mengusir rasa bersalahanya.

Diego mendekap tubuh sang istri ke dalam pelukannya, akhirnya ia bisa menuntaskan rasa yang menyiksanya setiap malam. Otaknya pun berpikir dengan kejanggalan yang ia alami kemarin malam. Ia sama sekali tak terangsang oleh senyuhan wanita bayarannya. Tetapi dengan melihat Odie saja membuat gairahnya bangkit. Aneh, tapi semua yang ia alami adalah nyata. Diego mengecup kening Odie sebagai ucapan terimakasih dan maaf untuk malam ini.

Beraambung....

avataravatar
Next chapter