24 Menghapus Noda.

"Apa aku boleh menghapus noda itu?" tanya Diego sambil membelai lembut punggung Odie.

"Sangat boleh, aku tak ingin melihqt tanda para bajingan itu!" jawab Odie.

Diego melepas pelukannya, ia menatap wajah manis Odie. Ia tersenyum sebelum mulai melepas jubah mandi yang di kenakan Odie. Tanpa penolakan Odie membiarkan sang suami melakukan apa saja agar noda itu bisa hilang. Odie tahu dengan cara apa Diego akan menghapusnya, ia tahu bahkan sangat tahu jika noda itu tidak akan hilang. Namun, setidaknya Odie tidak merasa jijik melihat tanda yang di tinggalkan lelaki brengsek itu. Karena dia akan menganggap noda itu adalah lukisan sang suami.

Diego mengamati satu persatu tanda yang menghiasi tubuh Odie. Jujur ia ingin menghabisi para bajingan itu jika membayangkan betapa menderitanya Odie. Ia mengusap sebuah tanda yang paling menonjol dari yang lain.

"Sakit?" tanya Diego saat menyentuh tanda yang hampir berwarna biru itu.

Odie hanya mengangguk, buliran air matanya pun menerobos untuk keluar di ujung matanya. Diego mengepalkan telapak tangannya, hatinya tetasa nyeri melihat sang istri dalam keadaan seperti itu.

Dengan penuh kelembutan Diego mulai menghapus tanda-tanda itu, lebih tepatnya memperjelas tanda itu. Odie mencengkeram rambut Diego karena merasa sedikit sakit dengan kegiatan Diego.

"Sakit?" tanya Diego setelah menghentikan aktifitasnya.

"Sedikit, lanjutkan saja. Aku tak mau melihat tanda bajingan itu," jawab Odie yang di iyakan oleh Diego.

Diego kembali menyusuri setiap lekuk tubuh sang istri untuk menghapus tanda-tanda itu. Terlalu asik menghapus tanda itu membuat naluri lelakinya bangkit. Gairah kini sudah mulai menguasai otak dan tubuhnya. Niat awal ia hanya ingin menghapus tanda itu saja, ia lupa jika sesuatu yang akan ia hapus berada di surga dunia yang akan menantang akal sehatnya.

Tangannya kini mulai naik ke sequisi berbentuk dua gunung kembar milik Odie, sedangkan bibirnya masih bekerja menghapus tanda itu. Tubuh Odie mulai mengeliat mendapat rangsangan dari sang suami.

Tak sampai di situ, tangan Diego juga mulai membelai lembut area terlarang sang istri. Diego mendongakan kepalanya melihat Odie yang sudah di buat tak berdaya olehnya.

"Boleh?" tanya Diego meminta izin untuk meminta haknya.

Odie hanya mengangguk, yang langsung membuat senyum Diego merekah. Diego mulai menanggalkan pakaiannya hingga tak menyisakan apapun di tubuhnya. Ia pun kembali bermain-main dengan tubuh sang istri dan menuntaskan hasratnya.

Diego menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka setelah selesai dengan kegiatan yang sangat menguras tenaga itu. Ia mendekap tubuh Odie ke dalam pelukannya.

"Selama kau berada di sisiku, tak akan kubiarkan siapapun melukaimu lagi, Odie!" ucap Diego yang masih membayangkan saat para bajingan itu melecehkan Odie.

****

"Apa!" suara nyonya Stevany terdengar meninggi mendengar kabar buruk yang menimpa sang menantu.

"Maaf, Nyonya kami terlambat datang. Untung saja kami bersama Tuan Diego bisa sampai tepat waktu di lokaai penyekapan, Nyonya Odie," jelas anak buah nyonya Stevany dari balik telepon.

"Lalu bagaimana keadaan putra dan menantuku sekarang?" tanya Nyonya Stevany.

"Mereka sudah kembali ke vila untuk beristirahat. Tuan meminta kami menyiapkan penerbangan untuk besok," jelas anak buah nyonya Stevany lagi.

"Sukurlah ... cepat urus, dan pastikan mereka sampai ke rumah dalam kedaan sehat tanpa ada lecet sekalipun!"

"Baik, Nyonya kami akan segera mempersiapkan semua," sambungan pun terputus.

****

Odie dan Diego sudah bersiap untuk kembali ke Indonesia. Setelah semua siap mereka di antar anak buah nyonya Stevany menuju bandara.

Odie kembali terlelap di dalam pesawat, ia menyandarkan kepalanya di pundak sang suami. Sementara Diego dengan senang hati menjadikan pundaknya sebagai sandaran untuk Odie.

Pesawat pun tiba di bandara Soekarno Hatta, dengan lembut Diego membangunkan sang istri.

"Sudah sampai, ayo bangun."

"Ya," jawab Odie.

Di bandara anak buahnya sudah siap menjemput sang bos beserta istrinya. Dengan sigap mereka langsung mengambil alih barang-barang sang bos. Salah satu dari mereka membukakan pintu mobil untuk Diego dan Odie.

"Sayang ... bagaimana keadaan kalian? Ibu merindukan kalian," teriak nyonya Stevany saat anak dan menantunya tiba di rumah.

"Ibu ... biarakan Odie istirahat, wawancaranya nanti saja, oke?" ucap Diego menghentikan ibunya.

"Baiklah istirahatlah, Sayang," nyonya Stevany mempersilahkan keduanya untuk beristirahat.

"Kami permisi, Bu," pamit keduanya sebelum berlalu menuju kamar.

Odie memilih merebahkan tubuhnya di ranjang, sementara Diego memilih membersihkan diri. Saat Diego keluar dari kamar mandi ia mendapati sang istri kembali terlelap. Ia pun memutuskan turun ke bawah menemui ibunya.

"Bu," panggil Diego di depan ruang kerja ibunya.

"Masuklah."

Diego masuk dan duduk di depan meja kerja ibunya.

"Bagaimana keadaan Odie?" tanya nyonya Stevany cemas.

"Sudah mendingan, aku yang bodoh, Bu. Aku meninggalkannya di tempat asing. Jika aku sampai datang di waktu yang tidak tepat, mungkin aku akan menyesal seumur hidupku," ucap Diego penuh penyesalan.

"Sudahlah, Nak. Semua ini bukan salah siapa-siapa," nyonya Stevany mencoba menenangkan sang putra.

Sementara di kamar Odie nampak gelisah dalam tidurnya, mimpi buruk itu datang menghantuinya.

"Tidak! Dasar bajingan pergi kalian!"

Wajah dan sekujur tubuhnya sudah di banjiri keringat. Odie terus berteriak sampai seorang pelayan yang sedang lewat di depan kamar Odie mendengarnya.

Tanpa pikir panjang pelayan itu berlari ke ruang kerja nyonya Stevany.

Tok

Tok

Tok

"Ada apa?" tanya Diego saat membukakan pintu.

"Tuan ... Nona Odie, sepertinya beliau sedang mimpi buruk. Tadi saya dengar Nona berteriak."

Diego langsung berlari menuju kamarnya, sementara nyonya Stevany hanya tersenyum melihat kecemasan sang putra.

"Meski sedikit ternyata sudah ada yang tumbuh di relung hatimu, Nak" ucap nyonya Stevany dengan senyum lebarnya.

****

"Odie ... Odie bangun, ini aku, Diego!"Diego mengguncangkan tubuh Odie agar terbangun dari mimpi buruknya.

Mata Odie terbuka, keringat pun sudah membanjiri wajahnya. Nafasnya juga masih tak beraturan. Setelah sang istri tersadar Diego beranjak mengambil segelas air putih di nakas.

"Minumlah?" Diego memberikan air itu untuk menenangkan Odie.

Odie langsung menghabiskan air putih itu. Diego mengmbil handuk kecil do lemari dan mengelap keringat yang bercucuran di wajah Odie.

"Sudah baikan?" tanya Diego memastikan keadaan sang istri.

Odie hanya mengangguk dan memberikan gelas kosong di tangannya. Diego meletakan gelas itu ke atas nakas kembali.

"Aku seperti orang yang lemah, kenapa harus terganggu dengan ulah mereka!" ucap Odie kesal pada dirinya sendiri.

"Itu sangat wajar, sekuat apapun seorang wanita dia akan lemah saat hal yang paling berharga di dirinya terancam," Diego membelai puncak kepala Odie dengan begitu lembut.

Saat sedikit merasa tenang, Odie teringat sesuatu. Ia melupakan sesuatu saat melayani Diego di tempat bulan madu.

"Sial!" pekik Odie tiba-tiba.

"Ada apa?" tanya Diego yang bingung melihat sikap Odie.

"Em ... tak apa," bohong Odie. Padahal hatinya sedang was-was.

Catatan kecil Author.

Hai para pembaca yang baik hati. Aku minta maaf karena baru bisa up, di karenakan aku habis sakit jd ga sempet nulis. Dan maaf jika aku ga bisa balas komentar kalian satu-satu. untuk sementqra aku akan up 2/3 kali seminggu. terimakasih buat kalian yang selalu setia menunggu kisah Diego dan Odie. Salam sayang dariku.

avataravatar
Next chapter