17 Kejutan.

Diego membuka matanya saat sang sinar sang surya mulai menyapanya, seulas senyum tergambar di wajahnya ketika melihat sang istri masih terlelap dalam dekapannya. Diego memandang wajah itu dengan intens, mencoba mencari magnet yang menariknya ketika bersama sang istri. Namun, ia tak bisa menemukannya.

Diego memindahkan kepala Odie ke bantal dari lengannya dengan sangat hati-hati, ia tak mau mengganggu tidur sang istri. Diego pun berlalu ke kamar mandi untuk memulai ritual mandinya.

Odie mengeliat merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku, matanya terbelalak saat melihat sang surya sudah gagah di peraduannya. Odie langsung bangkit akan tetapi niat itu di urungkan saat menyadari tak ada sehelai benangpun di tubuhnya. Matanya mulai mencari apapun yang bisa menutup tubuhnya untuk segera ke kamarnya yang dahulu karena ia mendengar suara Diego di dalam kamar mandi. Tidak mungkin kan ia menuju kamarnya tanpa apapun?

Sebuah kemeja Diego berhasil ia tamukan, ia pun langsung berlari keluar kamar dengan mengendap-endap menuju kamarnya. Pelatan yang melihat itu pun pura-pura tak tahu, karena itu sudah menjadi pemandangan mereka tiap pagi. Entah dari kamar utama ke kamar dahulu Odie ataupun sebaliknya.

"Sial!" umpat Odie saat tak menemukan pakaiannya di kamar itu. Padahal ia sudah menyimpan beberapa baju disana, tetapi semua sudah tak ada di sana.

Dengan sangat terpakasa Odie kembali ke kamar utama, ia memilih untuk mengeringkan rambut dulu sebelum ganti baju.

Diego keluar dari walk in closet dengan pakaian yang sudah rapi. Seulas senyum kembali menghiasai wajah tampannya ketika melihat sang istri sedang menutup bintang yang bertaburan di lehernya, hasil karyanya semalam dari cermin di meja rias. Ia pun sedikit terpesoan meliaht Odie memakai kemejanya, andai saja ini bukan waktunya ia bekerja mungkin ia siap melahap mangsanya lagi.

Diego memberikan dasi di tangannya kepada Odie, meski dalam keadaan marah wanita itu tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang istri.

"Masih marah?" tanya Diego memecah keheningan di antara mereka.

Hening, tak ada jawab dari bibir manis Odie. Ia masih setia dengan kebisuannya, entah mengapa sulit baginya melupakan kejadian itu. Kejdian di malam saat Diego mencoba kabur, meski yang ia lihat bertolak belakang dengan kenyataan. Akan tetapi hanya bayangan Diego yang sedang bercinta dengan wanita simpanannya memenuhi otak Odie.

Saking geramnya dengan kebisuan istrinya, Diego mengangkat dagu Odie dengan jemarinya agar menatapnya yang sedari tadi mengoceh sendiri.

"Masih marah?" tanya Diego lagi dengan nada yang lembut.

"Kau pikir?" jawab Odie singkat.

"Berhentilah marah kepadaku, atau aku akan menghukummu lagi," ancam Diego pada Odie.

"Jangan mengancamku!" seru Odie dengan nada sedikit meninggi.

"Aku tidak mengancam, tapi ini sebagai peringatan untukmu!"

Tanpa aba-aba Diego menarik pinggang sang istri, sehingga tubuh mereka menyatu. Diego melumat bibir Odie yang sedari tadi menggodanya. Odie kembali kalah dakam pertaryngan melawan sang suami.

Di saat Diego sedang memberi hukuman pada sang istri, hal tak terduga pun terjadi. Pintu kamar terbuka, tanpa permisi sang ibu mrmasuki kamar mereka.

"Astaga ... maaf Sayang," ucap nyonya Stevany yang merasa berasalah karena mengganggu aktifitas anak dan menantunya.

Mata Odie terbelalak saat mendengar suara ibu mertuanya. Dengan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Diego agar menjauh. Berbanding terbalik dengan sang istri, Diego mapah memasang wajah yang sangat masam saat ia terpaksa menghentikan hukumannya.

"Huh ... bagaimana kami segera memberimu cucu, jika sarapan pagi pun Ibu ganggu," ujar Diego penuh kekecewaan. Wajah Odie pun semakin memerah karena ucapan Diego.

Nyonya Stevany menurunkan tangannya, seulas senyum ia tebar untuk Odie dan Diego. Ia mendekat ke arah mereka.

"Maaf, Ibu tahu jika kalian sedang sarapan. Dan soal usaha memberiku cucu, justru Ibu ada kejutan untuk kalian."

Dengan sangat girang nyonya Stevany menyodorkan dua lembar kertas kepada mereka. Diego menyambarnya, mata yang penuh kekecewaan pun berubah dengan binar kebahagiaan. Namun, tidak dengan Odie yang membelalakan matanya saat melihat kertas di tangan Diego. Dua tiket bulan madu, yang bagi Odie itu adalh tiket menuju penjara.

Sudah sangat jelas apa yang akan dilakukan sang suami padanya di sana. Diego memang tak pernah menang jika melawan musuhnya, tetapi jika untuk urusan ranjang dia selalu menang. Kekuatan Odie selalu kalah saat menghadapi naluri lelaki Diego.

"Bagaimana? Ini kejutan bukan?" tanya nyonya Stevany yang tersenyum lebar.

"Sangat Bu, ini kejutan yang sangat luar biasa," ujar Diego tak kalah girang.

"Tidak! Ibu ... bukannya Diego masih banyak pekerjaan," Odie mencoba membatalkan rencana itu.

Lagi-lagi nyonya Stenavy mengumbar senyumnya. Ia tahu jika rencananya ini tak di sukai sang menantu.

"Sayang ... jangan pikirkan pekerjaan, pikirkan saja bagaimana agar kalian cepat memberiku cucu," ucap lembut nyonya stevany.

"Tapi ... ."

Belum sempat Odie melanjutkan ucapannya, nyonya Stevany berbicara dengan tegas.

"Tidak ada penolakan! Mau tak mau kalian harus pergi bulan madu. Dan soal pekerjan itu urusanku!"

Diego terenyum penuh kemenangan tetapi Odie justru merasa jika ini adalah kekalahannya. Bukannya ia takut menjalankan tugasnya sebagai seorang istri, tetapi ia takut jika suatu hari nanti sang suami akan meninggalkannya. Karena ia sadar siapa dirinya? Dan apa statusnya? Pernikahan yang mereka jalani hanyalah sebuah pernikahan palsu yang terpaksa di lakukan karena sebuah dosa yang telah mereka lakukan.

"Kalau begitu lanjutkan saja sarapan kalian, ibu permisi?" Nyonya Stevany pun berlalu dari kamar sang putra.

Diego kembali menatap Odie dengan tatapan bak singa yang sedang kelaparan. Tubuh Odie di dorong lagi ke tembok, tetapi tiba-tiba Diego mendapat kejutan kembali.

"Argh!" teriak Diego saat Odie berhasil menendang burung kesayangan suaminya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata Odie segera masuk ke walk in closet. Sedang Diego masih merasakan kejutan dari sang istri.

"Awas kau Odie! Hukumanmu akan bertambah!" umpat Diego.

****

Odie sudah bisa menebak, apa yang akan di lakukan bos angkuhnya. Jadi untuk menghindarinya Odie sudah siap dengan motor sport milik Diego. Lelaki itu hanya memandangnya dengan tatapan yang tidak suka.

Odie melajukan motor mengiringi mobil Diego. Karakter Odie tentu berubah jika sudah memakai seragam kebesrannya. Di sini ia bukan Odie si istri Diego, melainkan Odie si bodyguard. Jadi ia sangat profesioanal dalam menjalankan tugasnya. Setiap perintah nyonya Stevany selalu bisa ia jalankan, termasuk menutup jalan untuk Diego bertemu dengan wanita-wanita simpanannya.

****

BRAK!

Diego menggebrak meja kerjanya karena kesal, sang bodyguard tak mau mengangkat panggilannya. Chat yang ia kirim pun tak di balas.

"Kau benar-benar ingin aku hukum Odie!" ujar Diego penuh amarah.

Diego berjalan menuju ruangan sang bodyguard, pintu pun ia buka dengan sangat kasar. Odie yang menyadari kedatangan sang bos sekaligus suaminya hanya mengisyaratkan pada beberapa anak buah Diego yang ada di ruangan itu untuk keluar. Hanya dengan isyarat yang di berikan Odie para anak buah Diego langsung meninggalkan mereka.

"Sampai kapan kau akan mendiamkanku!"

Bersambung....

avataravatar
Next chapter