webnovel

STATUS KEPASTIAN

Pagi itu, di ruang UKS di sekolah Khanza, menjadi saksi bisu hubungan gelap nya dengan pa Gibran yang tadinya sempat renggang karena sikap Khanza yang cemburu akan datangnya wanita yang bernama Dea. Jelang dua hari kemudian, hubungan mereka kembali renggang. Saat di sekolah bahkan tak sempat menyapa Khanza seperi biasanya, hanya menampakka diri saat di kelas saja. Tentu saja itu membuat Khanza kesal karena merasa terabaikan, tanpa telepon atau pesan singkat darinya sekalipun.

"Za, ada apa? Kau manyun saja sejak tadi." Tanya Chika, saat dilihatnya Khanza hanya cemberut memainan sendok di mangkuknya, yang berisikan bakso.

"Chika, ini sudah dua hari dia menjauhiku. Aku tidak tahu apa salahku, sehingga dia berubah begitu."

"Ehm… maksudmu, pak Gibran?"

"Siapa lagi?" cetus Khanza.

"Mungkin dia sibuk, sebentar lagi kan ujian akhir sekolah. Jangan berpikir yang aneh-aneh deh, lagian kau bisa mencoba untuk menelponnya bukan?" jawab Chika memberikan ide.

"Aakh, kau ini. Kau pikir aku tidak melakukannya? Aku sudah melakukannya tapi nomornya tidak aktif, apakah itu tidak menyebalkan?"

"Sudahlah, jangan terlalu memikirkannya, Za. Barangkali dia juga punya kesibukan di tempat lain, yang tidak harus kau ketahui. Jangan lupa Za, status kalian saat ini. Dia bukan Jordy, yang bisa kau kendalikan semaumu."

Mendengar hal itu, seketika Khanza berubah semakin murung di wajahnya. Dia merasa jika apa yang di katakan oleh sahabatnya itu benar, dan itu sedikit menyinggung hatinya, dalam hatinya ingin sekali berontak keras. Namun, apa daya? Bukan kah saat ini dia memang benar sedang menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang sudah berkeluarga?

Dengan cepat Chika menyadari ekspresi sahabatnya itu.

"E,eh… Za, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk…"

"Hem, tak apa. Aku tahu kau tidak bermaksud demikian, jangan merasa bersalah." Ujar Khanza dengan tegas setelah menarik nafasnya dalam-dalam terdahulu.

Tak lama kemudian, terdengar suara bel berbunyi yang menandakan jam istirahat sudah berakhir dan akan dilanjutkan dengan pelajaran terakhir di kelas akan di lanjutkan sebelum jam pulang. Dengan cepat Khanza beranjak pergi tanpa menghabiskan ataupun mencicipi semangkk bakso yang di pesannya tadi.

"Za, tunggu. Habiskan dulu baksonya, kau belum makan siang nanti kau sakit, Za." Ucap Chika menarik tangan Khanza yang hendak akan pergi menuju kelas.

"Nafsu makan ku sedang buruk hari ini," jawab Khanza singkat.

"Enggak, kamu harus makan dulu. Kau tidak pernah melewati makan siangmu, aku tahu kan paling tidak bisa menahan lapar, Za."

"Sudahlah, ini sudah jam masuk kelas. Sebaiknya kita segera kembali ke kelas aja, yuk." Ajak Khanza merangkul leher sahabatnya itu.

"Za!!!" panggil Chika dengan nada tegas, menatap wajah sahabatnya itu.

"Ya ampun, Tuhan. Aku baik-baik saja. Aku juga belum lapar, sayangku." Balas Khanza menggoda sahabatnya itu, yang dengan terpaksa menuruti nya melangkah masuk menuju kelas kembali.

Sampai dirumah, kembali Khanza enggan mengisi perutnya dengan makanan saat makan malam tiba. Dia hanya meneguk segelas susu hangat, dengan alasan masih kenyang ketika di tanya oleh sang ibu. Dengan bermalas-malasan Khanza pergi ke kamarnya, tak seperti biasanya. Sebab ini bukan jam nya untuk segera beranjak tidur, bahkan saat sedang mengerjakan tugas di sekolah di biasa menyelesaikannya di ruang tv bersama Arumi, kakaknya.

Tok tok tok…

Suara ketukan pintu kamar Khanza yang di ketuk oleh Arumi sang kakak.

"Za, sibuk gak? Kakak masuk ya?" ujar Arumi stelah mengetuk pintu kamar Khanza dahulu.

"Hem, masuk aja. Gak dikunci!"

Arumi langsung saja membuka pintu kamar adiknya itu, saat terdengar suara Khnaza yang memperbolehkannya masuk.

"Hei, temani kakak yuk." Ujar Arumi saat dilihatnya sang adik sedang berbaring santai dengan ponsel di tangannya.

"Kemana?" tanya Khanza singkat.

"Kencan, hehe."

Seketika Khanza melotot memandang wajah kakaknya yang saat ini tersenyum nyengir menatapnya penuh harap.

"Ppffft… apaan kencan jam segini, sudah melewati makan malam. Hahaha, woah. Pasti pacarmu itu orang yang pelit, iya kan kak?"

"Heh, kakak mengajakmu bukan untuk mengolok pacar baru kakak. Mau apa enggak? Dia akan mengajak adiknya yang tak kalah tampan."

"Oh, ya? Hem.. sayangnya, aku tidak tertarik. Hehe…" Balas Khanza mengerjai sang kakak.

"Hih, kau akan menyesal jika tidak berkenalan dengannya. Dia baru saja kelas satu SMA, dia juga pintar."

"Huh, ku bilang aku tidak tertarik kakaaak."

"iih, ayo dong. Temani kakak, kakak sudah berjanji akan menemui pacar kakak di kafe. Dan dia sudah pasti menunggu kakak saat ini, ayo lah plisss…"

"Hah, baiklah. Aku akan menemanimu, tapi enggak gratis, kakak harus mentraktirku es krim terenak di kafe itu."

"Dasar matre. Ya ya, baiklah. Kali ini aku kan mentraktirmu, tapi dengan satu syarat. Gimana?" Arumi menyeringai saat melakukan aksi taawar menawar dengan sang adik.

"Heh, sudah ku duga, kakak selalu leih anyak maunya. Jauh dari kata ikhlas walau itu buat adik sendiri. Ya udah apaan?"

"Jangan beritahu ayah dan ibu jika kita akan keluar untuk bertemu cowok malam ini, kau paham kan bagaimana reaksi mereka nanti untuk usia kakak saat ini?" ucap Arumi lagi dangan tatapan penuh harap.

"Hah, beres lah soal itu, aku jagonya. Ya sudah, kakak pergi saja dulu ke kamar kakak. Dandan yang camtik, jangan sampai nanti kalah cantik sma aku dan membuat cowok kakak berpaling padaku." Jawab Khanza menggoda sang kakak kembali.

"Coba saja, jika berani. Aku akan memenggal kepala mu, mau?"

"Uuuuh, ti-dak ta-kut." Balas Khanza sembari mendorong sang kakak untuk segera keluar dari kamarnya.

Kemudian Khanza memilih baju hangat untuk menutupi badannya dari cuaca dingin di malam hari, dengan pakaian santai yang sederhana yang di padukan dengan jaket tebal, Khanza mengucir rambutnya dengan sedikit acak-acakan. Itu membuatnya sediikit khas dan alami, cantik natural yang sedap di pandang.

Dan akhirnya, dengan alasan konyol yang Khanza berikan pada ayah dan ibunya, mereka berhasil lolos untuk bisa keluar malam ini juga meski dari raut wajah sang ibu sudah sangat mencurigai mereka. Selama ini, sudah tentu Khanza jagonya untuk mencari alasan konyol demi membantu sang kakak.

"Hahaha… yu huy, akhirnya. Hahaha, za. Elu emang adik gue yang terbaik, konyol banget gak sih alasan tadi? Untung saja ayah dan ibu percaya."

Sepanjang jalan kakak Khanza tertawa terbahak-bahak karena alasan konyol adiknya itu, mereka pergi keluar rumah dengan menggunakan motor butut yang sudah tua milik sang ayah. Mereka tiada hentinya tertawa lepas di sepanjang jalan hingga tak lama kemudian sudah tiba di sebuah kafe tempat kakak Khanza akan berkencan malam ini.

Next chapter