16 Kepergok Chika

Malam berlalu begitu cepat, pagi ini Khanza enggan terbangun dari tidur lelapnya setelah apa yang terjadi malam tadi. Membuatnya cukup kelelahan dan menguras tenaganya.

Tring...

Bunyi nada pesan singkat di ponselnya membuatnya membuka mata seketika. Di raihnya ponsel bututnya yang dia letakkan diatas meja.

Pagi..

Sampai berjumpa di sekolah nanti sayangku.

Pesan singkat dari pak Gibran. Sontak Khanza beranjak bangun dengan senyuman sumringah, hatinya kembali bergetar hebat. Lalu cepat-cepat pergi ke kamar mandi, tak sabar untuk segera tiba di sekolah.

.

.

.

.

.

"Bu, aku berangkat ke sekolah." Pamit Khanza setelah dia keluar dari kamarnya dengan terburu-buru memakai sepatu.

"Hei, sarapan dulu."

"Aduh, bu. Nanti kesiangan, aku sarapan di kantin saja."

"Heh, lihat jam dulu." Titah kakak Khanza membuatnya sedikit tersadar lalu melirik sebuah jam dinding di tembok.

Jam masih menunjukkan pukul 06.15 pagi.

Seketika Khanza lemas dan menepuk jidatnya cukup keras.

Aaakh, sial. Ku pikir ini sudah hampir jam 7 lebih. Pak Gibran sungguh sengaja menggodaku pagi ini, awas saja nanti.

"Sudah punya pacar di sekolah?" Tanya kakak Khanza kembali. Tatapan dan ekspresi wajahnya menampilkan petugas introgasi dalam tahanan.

"Cih, kepo. Memangnya salah jika aku rajin ke sekolah dan semangat untuk belajar?"

"Hu huy, ekspresi wajah mu tidak menampakkan seperti itu."

"Iih, kakak. Apaan sih, ibu. Lihat kakak tuh, dia menggodaku dengan cara yang konyol. Sebentar lagi aku lulus SMA, aku harus lebih giat." Khanza merengek manja mengadu pada ibu nya.

"Lalu...???" Tanya kakak Khanza kembali, kali ini dengan mencibir bibirnya pada Khanza.

"Apa, apa lagi hah? Udah deh, kakak jangan terus memojokkan ku begitu."

"Heeeh..." Keluh kakak Khanza dengan memutar kedua bola matanya keatas.

Setelah selesai sarapan, Khanza kembali bergegas untuk pergi ke sekolah. Dengan penuh semangat Khanza pergi mengendarai sepedanya. Hingga tak berapa lama kemudian tiba di halaman parkir sekolah. Khanza parkir sepedanya dengan langkah terburu-buru.

"Pagi!" Sapa pak Gibran dari belakang, dengan senyuman manis yang sengaja dia lempar untuk menyapa kekasih gelapnya itu.

Tampak Khanza tercengang, mematung tanpa membalas sapaan pak Gibran.

"Hey, Khanza. Ada apa? Kau baik-baik saja?" Sapa pak Gibran kembali.

"E,eh.. Haha, se-selamat pagi, Mas. Ups, pak Gib-ran." Sapa Khanza dengan terputus-putus.

"Pffttt..." Pak Gibran berusaha menahan tawanya. Membuat Khanza tersipu malu kemudian.

"Sudah lah! Aku duluan ya, ke kantor." Pamit pak Gibran cepat.

Khanza menoleh ke kanan dan ke kiri seolah sedang meneliti sekitar, tak ada yang pedulikan Khanza yang sedang mengobrol dengan pak Gibran.

"Mas, Emmuach." Ujar Khanza berbisik seraya memberikan kecupan jauh untuk pak Gibran.

Kali ini pak Gibran yang tersipu malu karena sikap Khanza menggodanya demikian.

"Sudah, bapak duluan saja ke kantor ya. Semangat pagi, ehm... Sayang." Ucap pak Gibran dengan suara berbisik.

Sontak Khanza merasa hawa dingin di sekolah pagi ini menjadi panas menyengat sekujur tubuhnya. Ia merasa bagaikan aliran listrik menjalar dari ujung kakiknya menyebar ke seluruh sel-sel kulit nya yang putih.

Puk puk puk !!!

Khanza menepuk kedua pipinya 3 kali, lalu mencubitinya.

"Aw, sakit..." Ujarnya merasakan cubitannya sendiri.

"Hu hah. Rasanya aku sudah mau menggila, apakah barusan dia memanggilku dengan sebutan sayang? Aku tidak salah bukan? Kyaaaaaaa... Manis banget sih, dia panggil aku sayang." Khanza melompat kegirangan, menari berputar-putar badan.

"Za..." Panggil Chika, menghentikan kebahagiaan Khanza yang menari-nari dengan ceria.

"Eh?" Khanza terkejut dan berlagak sopan serta merapikan baju seragamnya yang mulai sedikit berantakan.

"Ehhem, hehe. Kenapa sayang?" Khanza berdehem dan melempar tanya pada sahabatnya yang kini menatapnya begitu tajam.

"Jadi kau sungguh menjalin hubungan dengan pak Gibran?"

Khanza mengatupkan kedua bibirnya.

"Jawab aku, Za. Aku sudah melihat dan mendengar semuanya bagaimana kalian tadi."

"Hah, baiklah. Aku akan mengakuinya kali ini, dan pliss jangan memarahiku setelah ini."

"Kau sungguh gila, Za. Kau lupa? Pak Gibran sudah memiliki anak dan istri. Bagaimana bisa kau berpacaran dengan laki-laki yang berstatus suami orang?"

"Ssssttt... Bisakah kau pelankan sedikit suaramu, Chika?" Khanza melangkah maju lalu menutupi mulut Chika.

"Emmh... Ehmm..." Chika meronta agar Khanza meregangkan tangannya. Setelah Chika mencubitinya barulah Khanza melepaskan tangannya yang membungkam mulut Chika.

"Hah, hah... Gila lu ya, elu mau bunuh sahabat elu sendiri Za? Ya ampun Tuhan, ampuni dosa sahabatku ini."

"Eeeh, apaan sih? Kau ini, pelankan sedikit suaramu. Aku, ehm.. Aku tidak mau seluruh sekolah mengetahuinya. Cukup kau saja, karena kau sahabatku."

"Aakh, rasanya aku mau pingsan. Masih banyak cowok single yang jauh lebih baik, dengan status lajang yang bisa kau pacari. Lagi pula selama ini, bukan kah banyak cowok yang mengejarmu? Kenapa harus..."

"Ssstt..." Khanza kembali memotong pembicaraan Chika. Membuatnya menahan untuk tidak melanjutkan menyebut nama pak Gibran.

"Chika, sayang ku. cinta ku, sahabatku yang paling baik, pliss... Jangan tanya lagi apa alasan ku memilih pak Gibran. Suatu saat nanti kau akan mengerti, tapi kali ini. Aku akan tetap menjalani hubungan rahasia ini. Kau mau merahasiakannya demi aku kan, Chi?" Ujar Khanza menjelaskan pada sahabatnya. Dengan wajah memelas penuh harap sahabatnya akan mengiyakan dan mendukungnya.

"Chika..." Panggil Khanza kembali setelah melihat Chika terdiam tanpa kata.

"Oh Tuhan, kali ini aku pasti akan masuk dalam catatan buruk karena harus terpaksa mendukung sahabatku yang satu ini." Ucap Chika dengan kedua bola mata menghadap ke atas. Dengan menekan bagian dadanya seolah sedang memanjatkan doa yang begitu dalam.

"Hahaha, astaga. Rasanya aku yang paling berdosa dalam hal ini. Terimakasih sahabatku, kau memang paaaaling mengerti diriku."

Khanza memeluk erat tubuh sahabatnya itu. Dalam hatinya merasa sedikit lega, karena pada akhirnya... Chika mau menerima hubungan gila antara dirinya dan pak Gibran. Guru di sekolah yang sudah berkeluarga, namun bagi Khanza... Dia tetaplah kekasihnya semata.

_Hai halo, terimakasih semua yang sudah berkenan mampir. Mohon dukungannya ya, ini cerita pertamaku disini. Semoga kalian suka, sampai jumpa di bab selanjutnya. Peluk peluk, hehe_

avataravatar
Next chapter