3 About of pak Gibran II

"Anak-anak, hari ini bapak akan langsung memberikan kalian soal untuk melatih kesiapan kalian saat ujian nanti berlangsung." Ucap pak Gibran ketika jam pelajaran mulai di kelas.

"Huuu.. Gak seru ah, pak Gibran." Seru seluruh siswa dan siswi di kelas.

"Hey, jika tidak demikian. Bagaimana kalian akan siap dan memberikan jawaban yang tepat jika ujian pelulusan tiba."

"Uugh, lalu bagaimana aku akan menjawabnya. Semalaman aku tidak belajar dan asyik bermain game." ujar salah seorang siswa.

Pak Gibran hanya tersenyum menggelengkan kepalanya setelah mendengar beberapa siswa dan siswi berbisik mengeluh akan soal-soal yang di kerjakannya nanti.

Sedang Khanza, dia masih tetap dengan sikapnya yang diam-diam terus mencuri pandang pada pak Gibran yang sesekali bertemu mata dengan Khanza.

"Khanza, kau sudah belajar malam tadi." Tanya pak Gibran setelah tiba di bangku Khanza membagikan kertas soal.

"Tidak pak, tapi Khanza pasti akan mengetahui jawaban semua soal yang akan bapak berikan." Jawabnya santai.

"Bagaimana kau akan mengetahuinya, sedangkan soal-soal ini baru pertama kali bapak berikan pada kalian." Jawab pak Gibran kembali.

"Cukup melihat bapak secara dekat begini sudah akan memberikanku jawaban yang benar. Hihi,"

Lagi dan lagi, Khanza mencoba menggoda pak Gibran. Yang berwajah merah jambu seketika saat Khanza kembali menggodanya.

"Kau, siswi pemberani Khanza." Jawab pak Gibran kemudian.

"Harus dong pak, demi bapak yang tampan dan memikat hatiku."

Seketika Chika, teman sebangku Khanza saat ini mencubit pahanya yang sudah sejak tadi menahan diri setelah mendengar gombalan Khanza yang kian menjadi.

"Aduh, Chika. Apaan sih, sakit tau?" Keluh Khanza merintih sembari menggosok-gosok pahanya.

"Sudah, kerjakan soalnya dengan baik dan benar." Ujar pak Gibran dengan tegas.

"Tapi bagaimana jika Khanza tidak bisa menjawabnya dengan baik dan benar pak? Dapat hukuman dong." Jawab Khanza memaksa.

"Ya, bapak yang akan menghukummu sendiri."

Khanza terperangah ketika pak Gibran tersenyum tipis dengan mengedipkan matanya pada Khanza. Hal itu dianggap sesuatu yang tak biasa oleh Khanza. Sehingga dia mulai berpikir bahwa pak Gibran sang guru akan mudah tergoda padanya.

*****

Pelatihan sedang berlangsung. Semua siswa siswi di kelas tampak serius mengerjakannya, begitu pula dengan Khanza yang sedang terlihat berusaha keras untuk mendapat nilai terbaik.

Sementara pak Gibran berdiri mondar mandir di depan kelas, terkadang diam-diam menatap ke arah Khanza. Sesekali mata mereka bertemu dan saling melempar senyum. Membuat Khanza gelisah tak menentu, sadar akan sikap sahabatnya itu membuat Chika ikut serta menatap tajam pada pak Gibran.

Kau begitu cantik dan imut Khanza. Sikapmu selalu ceria meski kau menjadi perbincangan semua guru akan kehidupanmu yang sangat sederhana.

Tanpa sengaja, pak Gibran berkata dalam hati. Dia terkejut dengan ucapannya sendiri, bagaimana bisa dia terhanyut dan memuji kecantikan muridnya sendiri. Ia gusar, dengan segera menyadarkan diri untuk tegas dan menjaga attitudenya sebagai guru.

🍁🍁🍁

Bel istirahat pelajaran berbunyi, semua siswa siswi berduyun-duyun keluar kelas hendak menuju kantin. Chika dengan gesit menarik tangan Khanza untuk segera keluar dari kelas sementara pak Gibran masih sibuk merapikan beberapa lembar jawaban soal latihan tadi.

"Khanza, ayo cepat kita ke kantin. Aku sudah lapar," Ujar Chika.

"Kau jalan lah lebih dulu. Nanti aku menyusul," Jawab Khanza bermalas-malasan.

Chika terdiam sejenak dengan tatapan tajam pada sahabatnya itu, ia tau jika Khanza sengaja bermalas-malasan untuk bisa mendekati pak Gibran sebelum keluar kelas.

"Chika, ayolah. Aku sungguh masih ada urusan, nanti aku akan menyusulmu." Ujar Khanza sembari mendorong sahabatnya itu.

"Baiklah, baiklah. Aku keluar lebih dulu," Jawab Chika mendecak kesal keluar dari kelas.

Khanza terus saja memandangi pak Gibran yang sedang sibuk sejak tadi. Khanza berniat menghampirinya dengan sengaja untuk menebar pesona.

"Pak, ada yang bisa saya bantu?" Tanya Khanza kemudian.

"Hem, Khanza. Kenapa masih di kelas?" Jawab pak Gibran sembari menyibukkan diri.

"Khanza mau disini sama bapak."

Pak Gibran terperanjat menatap Khanza yang berkata demikian.

"Kau ini." Jawabnya dengan senyuman tipis.

Seolah tak kehabisan akal, kini Khanza semakin berani mendekati meja pak Gibran.

"Pak, bapak tampan sekali. Istri bapak juga pasti sangat cantik,"

"Kenapa? Tiba-tiba nanya tentang bapak?" Jawabnya dengan lembut, sesekali menatap Khanza dengan senyuman.

"Khanza hanya ingin tau lebih banyak dan mengenal bapak lebih dekat."

"Oh ya? Kamu terus saja menggoda bapak. Dasar kamu ini, sudah sana. Istirahat diluar."

Pak Gibran berusaha menghindari sikap Khanza yang terus menggodanya dengan berani dan sengaja. Mesk baginya ini bukan lah hal yang pertama, tapi entah kenapa sikap Khanza yang seperti ini membuat pak Gibran berkeringat menahan gerogi.

"Ciye, bapak gerogi niye.. Pasti bapak suka aku godain begini. Iya kan?"

"Hus.. Kau ini, nakal ya. Apa kau sudah punya pacar Khanza?"

"Belum pak, kenapa? Bapak mau jadi pacar Khanza?"

"Ah ngaco kamu, masa cantik gitu belum punya pacar?"

"Jawab dulu. Kalau Khanza masih jomblo bapak mau jadi pacar ku gak?"

"Hahaha, Khanza.. Khanza, kau ini benar-benar murid pemberani. Sudah, bapak tinggal ke kantor ya. Sampai ketemu di jam pelajaran besok."

"Pak, Khanza belum mendengar jawaban bapak. Mau gak jadi pacar Khanza kalau Khanza jomblo?"

"Khanza, bapak sudah punya istri dan anak loh. Usia bapak sudah cukup dewasa, bapak sudah 30 tahun. Kamu mau sama om-om seperti bapak?"

"Bapak tidak terlihat om-om, bapak masih tampan dan pintar, itu lebih dari cukup." Jawab Khanza dengan tegas.

Lagi lagi pak Gibran hanya bisa menghela nafas panjang dan menggelengkan kepalanya berlalu dari kelas.

"Hem.. Aku yakin, sebentar lagi kau akan tergoda oleh rayuan mautku. Hai guru tampan," ujar Khanza dalam hati.

Kemudian ia melangkah keluar kelas menuju kantin untuk menyusul Chika sahabatnya, yang sudah pasti menantinya dengan kesal karena Khanza tak kunjung datang.

"Mbak, seperti biasa ya." Ujar Khanza pada penjaga kantin sebelum ia duduk di kursi kosong sebelah Chika, meja dan kursi tempat mereka biasa duduk bersama menikmati hidangan mbak Ning penjaga kantin di sekolah.

"Woey." Sapa Khanza pada Chika sahabatnya. Yang sedang menyeruput segelas es jeruk.

Chika mengabaikan sapaan Khanza.

"Ciye, ngambek nih?"

Chika tak juga bergeming. Ia masih asyik menyeruput segelas es jeruk kemudian memainkannya dengan sebuah sedotan.

"Ya udah deh. Sory, tadi aku ada urusan sebentar dengan pak Gibran. Ampun deh, maafin aku sayangku, cintaku, manisku,"

Seketika Chika mencembikkan bibirnya kemudian tersenyum paksa.

"Oh cintaku, sayangku, manisku,"

"Sudah hentikan. Kau memang menyebalkan Khanza, aku membencimu."

"Oh sayangku, cintaku, manisku, jangan membenciku, maka hatiku akan patah karenamu."

"Khanza, hentikan. Kau membuatku malu, dasar kau." Chika mulai cair kembali setelah Khanza menggodanya demikian.

Meski Chika mulai merasa curiga akan sikap Khanza yang sejak tadi melempar senyum tak seperti biasanya. Ada yang berbeda hari ini, tapi apa??? Tanya nya dalam hati.

avataravatar
Next chapter