webnovel

KEBOHONGAN AZZAM

Darren tampak murka setelah memukuli Azzam. Dia tidak menyangka laki-laki yang terlihat sangat alim ini bisa melakukan hal keji pada putrinya. Anak perempuan yang dia banggakan karena begitu dewasa. Dan selalu jadi tempat curhatnya saat Renata sedang kambuh. 

"Kamu sudah menghancurkan masa depan putriku. Laki-laki tak berperasaan. Apa yang ada di otakmu anak muda?"

"Apa maksud Om? saya tidak mengerti."

"Bener-bener ya. Kamu mau tanggung jawab atau saya laporkan kamu ke polisi?" gertak Darren.

"Saya tidak melakukan apapun, Om. Sungguh."

"Bu, lihat anak ibu. Dia sudah menghamili anak saya, tapi tidak mau mengaku. Padahal tampangmu alim sekali. Ga nyangka saya. Punya sifat brengsek." 

"Maaf Pak, mungkin bukan anak saya yang anda maksud. Dia anak baik-baik. Saya yakin dia tidak akan berani melakukan hal seperti itu." Salma membela putra kesayangannya.

"Oh... Sampai ibunya saja membela ya. Anda kira anak saya perempuan macam apa, ha? dia bahkan belum lulus SMP, bu. Coba bayangkan. Anak sepolos dia tidak mungkin melalukan hal di luar batas kalai tidak ada yang membujuknya. Anak anda ini sama anak saya lebih tua mana? apa anak saya mungkin untuk merayunya dan melakukan hal hina seperti itu?"

"Ma, percaya sama Azzam. Aku tidak melakukannya. Bapak ini pasti salah orang." Ucap Azzam yang terlihat panik tapi mencoba untuk tenang guna mengelabuhi Daren. 

"Tuh kan Pak, anak saya saja ngotot tidak melalukan hal itu. Bapak jangan asal tuduh. Sekarang mana buktinya kalau anak saya yang melakukannya? ada saksi tidak?" Salma berteriak tak mau kalah.

"Baik, saya masih menunggu niat baikmu saudara Azzam. Jika dalam waktu tiga hari kamu tidak mau menemui saya untuk bertanggung jawab, lihat saja nanti. Apa yang akan saya lakukan sama kamu. Saya ini detektif. Mudah bagi saya untuk mencari bukti kalau kamu memang benar yang menghamili anak saya. Ingat itu." Darren dengan langkah tergesa keluar dari rumah Salma. Dia merasa sangat marah. Bisa saja dia langsung membunuh Azzam kalau dia tidak bisa mengontrol emosinya tadi. 

"Ya Allah kenapa harus engkau balas lewat anakku? Kenapa harus Sellia yang mengalami nasib seperti ini?" Lama Darren menghentikan mobilnya. Dia tidak berani pulang. Dia takut Renata akan marah jika tahu yang sebenarnya. Darren membenamkan wajahnya di atas setir mobilnya. Dia dulu juga pernah melakukan kesalahan yang sama dengan Renata. Dan sekarang malah menimpa anaknya. 

Salma hanya diam saat berhadapan dengan Azzam di ruang tamu. Dia hanya bisa menunduk. Salma yang tidak pernah bisa tegas dengan anak-anaknya memilih percaya pada Azzam.

"Ma, mama percaya sama aku, kan?"tanya Azzam.

"Entahlah Zam. Mama tidak tahu. Untung saja Papaku tidak di rumah. Tadi kalau ketemu sama orang tadi gimana?"

"Mama harus jaga rahasia ini, Ma. Jangan sampai Papa tahu. Azzam takut orang tadi akan datang lagi, Ma. Dia mungkin sengaja menjebakku, Ma."

"Kamu tenang saja, Zam. Mama akan lindungi kamu." 

"Ma, Azzam pindah kuliah di luar negeri saja ya, Ma."

"Lho kenapa? kamu kan dapat beasiswa, Zam. Apa ga sayang?"

"Azzam tidak mau terganggu dengan orang yang tidak jelas tadi, Ma. Bisa-bisa dia meneror Azzam dan mengganggu kuliahku."

"Tapi bagaimana kamu bisa kenal dengan dia?"

"Azzam pernah bertemu di rumah Om Arka. Dia itu temannya Hana, Ma. Aku udah anggap dia seperti adikku sendiri. Tapi malah aku difitnah seperti ini." ucap Azzam berbohong.

"Sabar ya, Zam. Kalau kamu memang ingin kuliah di luar negeri, nanti Mama akan bilang sama Papa."

"Terimakasih ya, Ma sudah percaya sama aku." 

"Iya sayang. Mama yakin kamu tidak akan berbuat sejauh itu. Mama tahu kamu laki-laki sholeh. Jadi tidak mungkin kamu melakukan itu. Tidak mungkin kamu mengecewakan kami."

"Makasih, Ma." Azzam senang karena ada yang membelanya. Dia sudah memutuskan untuk pindah ke luar negeri. Meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dia lakukan. 

Di tempat berbeda, Darren mencari Sellia setelah sampai di rumah. Dengan hati-hati dia masuk ke dalam kamar anaknya. Betapa perih hatinya melihat Sellia duduk termenung sendiri dengan wajah yang pucat. Darren merasa bersalah dengan apa yang dialami anaknya. 

"Sel.." panggil Daren lalu duduk di samping putrinya. Badan kekar dengan tato di lengan yang mulai memudar itu kehilangan gegarangannya saat berhadapan dengan darah dagingnya yang sedang terluka batinnya. 

"Papi.." tangis Sellia pecah dipelukan sang Ayah. 

"Papi sudah menemui laki-laki brengsek itu, Nak. Tapi dia tidak mau mengakui."

"Papi, maafkan sellia.. Aku sudah mengecewakan Mami dan Papi."

"Sudah terlanjur, Nak. Maafkan Papi sudah lalai menjagamu. Apa yang terjadi padamu adalah salah Papi." Daren pun ikut menangisi nasib putrinya. 

"Kalau Mami tahu, beliau akan tambah sakit, Pi."

"Mami tidak boleh tahu dulu ya. Karena kondisi Mami sudah mulai pulih. Papi takut dia akan syok kalo mendengar kejadian yang menimpamu."

"Kak Azzam ternyata laki-laki brengsek ya, Pi. Bodohnya aku yang percaya saja dengannya."

"Papi janji akan seret dia kalau dia tidak mau tanggung jawab, Sel."

"Jangan Pi. Sellia takut sama Mami. Kalaupun Kak Azzam mau tanggung jawab. Nanti Mami akan tahu yang sebenarnya. Aku tidak mau Pi."

Daren berfikir sejenak. Mungkin Sellia benar. Kalau Sella menikah dan hamil. Renata bagaimana nasibnya nanti.

"Sel, mulai besok kamu tinggal di panti asuhan Nenek Rida ya. Sementara tinggalah di sana. Kamu bisa melanjutkan sekolah di sana. Papi akan carikan guru home scholing. Pokoknya Mami tidak boleh tahu. Papi akan urus semuanya."

"Tapi Pi, aku akan jauh dari kalian."

"Papi tahu, Nak. Papi hanya ingin melindungimu. Papi akan bilang kamu dapat beasiswa sekolah di luar kota. Biar Mami tidak curiga. Papi akan sering menengokmu, Nak. Kamu tidak usah khawatir ya. Yakinlah kita akan bisa melalui ini semua."

"Selia tidak mau menikah dengan Kak Azzam, Pi. Dia orang jahat. Selia ingin menjaga anak ini tanpa dia."

"Tapi Sel."

"Selia akan melahirkan dan menaruhnya di panti asuhan. Nanti kalau Selia sudah bekerja, Selia akan datang lagi menjemputnya, Pi. Aku benci sama Kak Azzam. Aku kira dia laki-laki baik. Tapi dia tega menjerumuskan aku, Pi." Selia semakin terisak. 

"Sabar ya Nak. Papi akan pastikan hidupnya tidak akan tenang."

"Sudah, Pi. Jangan. Biarkan dia semaunya sendiri. Aku yakin suatu saat dia akan dapat balasan."

Darren menatap prihatin pada putrinya. Selia begitu dewasa. Memang sejak dulu dia lebih dewasa dari umurnya. Karena setiap hari harus berperan menggantikan sosok ibu di rumahnya. Darren tak tega melihat putrinya yang selalu sayang padanya, masa depannya harus hancur karena laki-laki seperti Azzam. 

####

Next chapter