webnovel

Chapter 2 - Perjalanan di Tengah Hutan

<Dunia Alternatif>.

Dunia alternatif adalah versi dunia lain dari dunia yang kita kenal sekarang ini. Kau mungkin mengenalnya sebagai <Dunia Paralel>. Dunia ini hanya sedikit berbeda dari dunia kita, tapi perbedaan kecil itu cukup untuk mengubah segala macam hal.

Ketika sebuah dunia paralel tercipta, maka itu berarti sebuah semesta telah bergeser lagi dari tempatnya. Bagaimana itu bisa terjadi? Aku tidak tahu. Yang dapat kukatakan padamu, adalah ketika itu terjadi, tidak akan ada seorangpun yang menyadari itu.

Tidak seorangpun, kecuali aku.

//*Glitch. Pergeseran. Ketiadaan. Perpotongan waktu. Pembelahan neuron. Perpecahan. Kegilaan. Pergeseran temporal waktu. Pergantian zona. Perubahan dunia.*//

"Kakak… Kakak… ayo bangun! Kita akan terlambat ke sekolah!"

Adikku membangunkanku yang tertidur di meja. Aku mengiler di sana. Aku bangun dengan setengah nyawa, menengok ke adikku dengan konsentrasi seadanya.

Aku lahir di Tokyo masa modern, dan hidup di Tokyo masa modern. Tapi ketika aku terbangun hari itu, aku sudah berada di tahun 2145. Di sebuah kawasan bernama Freelight City Neo-Tokyo, di sebuah zaman yang tak kukenal.

Sejarah dunia begitu banyak berubah. Terjadi sesuatu yang sangat salah, tapi aku tidak bisa menjelaskan mengapa.

Plus, sejak hari itu juga, aku tiba – tiba memiliki seorang adik.

"Hikaru.."

Aku mengambil tasku. Ah benar, hari ini waktunya SMP sekolah.

Yang pasti, aku sampai di dunia itu di tahun 2145. 8 tahun kemudian, dimulailah Perang Dunia 4.

***

Kenangan itu menyakiti kepalaku.

Aku berjalan menenteng Lingkaran Mekanis penjelajah waktuku. Setelah pantatku mendarat di rerumputan karena portal sebelumnya, aku pun memutuskan untuk masuk ke hutan mencari peradaban terdekat. Aku berjalan di antara daun – daun hutan musim gugur. Matahari bersinar lembut menyinari dedaunan mereka. Aku memandangi mereka sendu, perlahan memandangi setiap dari mereka. Dedaunan berjatuhan, kakiku melangkah. Tumpukan daun beterbangan ketika kakiku menabrak mereka.

Aku menengok ke sisik di pundak kanan bajuku. Beberapa sisik di suit-ku punya kemampuan untuk menampilkan informasi seperti layar. Aku membaca info di sisik kananku.

Sisa kekuatan; 67%

Kekuatannya pasti terkuras karena perjalanan waktu sebelumnya.

Suit-ku ini punya fungsi untuk mempertahankan hubungan dengan kursi mesin waktuku di masa depan. Tindakan itu memerlukan energi, yang mana energi dari suit terkuras secara perlahan dan perlahan. Hubunga antara suitku dan kursi mesin waktu di masa depan bisa dibayangkan seperti benang. Diperlukan penjagaan terus menerus untuk menjaga benang itu tidak putus.

Aku memerlukan energi untuk terus berada di sini. Karena itu, aku harus segera mengisi ulang kekuatan suit ini. Aku memerlukan material eksotis untuk menge-charge suit ini. Lingkaran Mekanisku menggunakan cairan enzim dari Blue Dragon & Yellow Dragon untuk bisa berjalan. Tapi untuk suit time-travel yang kupakai ini, aku memerlukan <material eksotis>.

Sesuatu yang memiliki sifat kimiawi yang berbeda, yang mampu menyalurkan energi ke dalam suitku dalam cara yang material lain tak mampu lakukan sebelumnya.

Aku menendang tumpukan daun di depanku. Jujur itu sama saja memintaku melakukan hal yang nyaris mustahil. Pergi ke masa lalu, mencari material takhayul, melawan makhluk buas yang sudah lama mati? Hal ini membuat kepalaku sakit. Sayang kalkulatorku tidak ada di sini. Aku selalu mengandalkan benda itu untuk berpikir. Sekarang aku disuruh berpikir tanpa teknologi, aku merasa seperti cowok paling bodoh di seluruh dunia.

Maksudku aku ilmuwan macam apa, tidak bisa berpikir tanpa kalkulator sama sekal-

Aku baru kepikiran sebuah ide.

Kenapa aku harus cepat – cepat pulang?

Masa depan kacau, toko mie tutup. Masa depan tidak akan bergerak, tidak peduli berapa abad juga aku menyangkut di sini. Masa depan tidak akan bergerak kecuali aku berada di masa depan. Kenapa aku harus repot – repot kembali ke sana sekarang?

Aku bisa bermain cheat, menggunakan ilmu pengetahuan yang kupunya untuk memulai ulang peradaban teknologi di sini. Peradaban sci-fi di tengah dunia fantasi. Kerajaan luar angkasa masa depan, dengan elf & dwarf sebagai pelayannya. Aku bisa punya pelayan – pelayan cewekku sendiri. Cewek dwarf sangat cantik. Aku sangat jenius. Semua orang di sini bodoh kan? Maksudku mereka tidak mengerti tambah – tambahan sama sekali. Aku mengerti fisika kuantum. Aku punya start yang sangat bagus. Aku bisa berkuasa atas manusia - manusia goa itu dalam sekejap. Persetan perang dunia.

Aku akan membangun kekaisaran luar angkasa dan menguasai planet – planet di sisi jagat raya!

Yahahahaha!

"Yeheheehehehe!"

Okey, tawa itu lebih mengerikan dari ideku barusan. Ada seseorang yang baru saja tertawa padaku. Aku menengok ke semak – semak di sekitar. Siapa itu? Apa si penjaga hutan gaib pada akhirnya memutuskan untuk menunjukkan wujudnya di sini?

Sebuah semak - semak bergoyang dan melompat keluar dari belakang pohon. Semak – semak itu mengeluarkan tangan coklat. Ada pisau di tangannya. Seorang bandit melompat keluar dari penyamarannya.

Oh, bukan penjaga gaib. AKu menyimpan kembali sesajenku.

"Yeheheheheee, bocah. Aku dapat kau sekarang. Kamu kelihatan kaya, jadi aku akan merampokmu. Aku akan memalingmu dan mengikatmu jadi anjingku sekarang! Yehehehe!"

Aku ngutang untuk beli mie gelas. Bandit ini mau maling apa dariku?

Ya… well… dua kawan banditnya berjalan pelan menyampinginya. Mereka berpose seperti model pakaian ketat. Mereka memegang dan menjilat pisau mereka. Well… aku secara naluri ikut mengeluarkan senjata pada mereka. Aku menarik sebuah senjata dari dalam bajuku.

"Cmon, nak. Lebih baik kau berikan uangmu pada kami sekarang. Atau kami akan merobek – robekmu dan mengubahmu jadi artis por-"

Bandit itu terlempar.

"Aaaarghh!!!"

Dua bandit di sampingnya shock. Mereka kaget melihat kawan mereka terlempar.

"Bang!"

"Bang Jago!"

Aku baru saja menembakkan cairan padanya. Itu adalah senjata pertahanan kami rakyat sipil gunakan di Perang Dunia IV. Sebuah pistol dan anti-tech burster. LV-5 ex Desert Eagle. Pistol Desert Eagle yang dimodifikasi menjadi alumunium lebih ringan dengan kemampuan mampu menembakkan laser. Para penduduk lain menggunakan pistol lainnya, tapi aku menggunakan ini.

Anti-tech burster itu sendiri merupakan penyemprot cairan yang kami sipil gunakan untuk menyemprot prajurit musuh di masa depan. Cairan ini merupakan gabungan dari berbagai cairan kimia, memiliki efek dingin di bawah 0 derajat, dan menyebabkan arus pendek pada setiap perangkat elektronik yang disentuhnya. Terutama pada armor mekanis tentara perang dunia.

"Aaakh! Jantungku berasap! Jantungku dingin dan berasap!!! AaaAAAA!" Bandit jago itu berteriak melihat dadanya berasap.

Haha! Rasakan senjata scifi itu, kau neanderthal!

Mereka bukan neanderthal sih. Kedua bandit di sampingnya itu menunjuk – nunjukku sekarang.

"P-penyihir! Tidak mungkin, ini pasti tindakan sihir!"

Penyihir? Aku cuma pernah mendengar kata itu di buku dongeng.

"D-dukun! Jenglot! Santet! Mama Lemon! M-menjauh kau! Menjauh dari kami!"

Ketiga bandit itu pun lari.

Kau tidak akan ke mana mana neanderthal!

Aku baru saja akan mengeluarkan laser LV-5 Desert Eagle keluar dari bajuku. Aku mengarahkan pistol itu pada mereka, tapi ketiga bandit itu terpleset. Aku memiringkan wajah. Jebakan jaring menarik mereka ke cabang pepohonan.

"-huh?"

Ketiga bandit itu bergantungan di atas.

"Aaaakh! Tolong kami!"

"Help! Tolong kami!"

"Aaaakh!"

Mereka pasti berteriak bahasa inggris kuno ketika mereka panik.

Seorang siluet mendekat dari balik baris pepohonan. Aku bergidik. Daun – daun menjadi hitam ketika dia lewat, udara sekitarnya terasa kelam. Siluet itu mendekat. Sial, apa itu!?

Tangan siluet itu memegang sebuah tali di pohon sampingnya. Aku berhalusinasi melihat cakar – cakar di sana. Itu pasti tangan kematian. Siluet itu menyengir, menarik tali itu seketika.

"Yaaaaa!" Dia berteriak.

"Aaaaaghhh!"

Para bandit di dalam jaring menabrak cabang pohon di atas mereka. Mereka berteriak histeris, badan mereka menabrak cabang itu.

"Oh tidak, itu si wanita gila!"

"Tuhan tolong kami!"

"Tolong, aku masih belum beranak. Aku belum mau mati!"

"Tidak!"

"Tidakkkk!!!!"

"Berisik!"

Siluet itu menarik tali di pohonnya. Para bandit itu menabrak cabang pohon sekarang. Si wanita tertawa di saat dia menarik para bandit itu naik turun seperti mainan. Para bandit itu menangis di dalam sana. Kebahagiaan abadi kini terukir di wajah si wanita. Aku mau menyelamatkan mereka, tapi kondisi kelihatan terlalu riang...

Selamat tinggal, semua. Sebaiknya aku kabur.

Kreek!

Kakiku menginjak ranting. Sial, itu percobaan yang bagus. Pengalamanku bermain Assassin's Creed sangat menolong. Aku merasakan tatapan tajam di belakangku. Sekarang aku merasakan aura pembunuh. Aku berkeringat dingin. Apa atmosfer tidak menyenangkan ini? Aku tahu seharusnya aku tidak boleh menengok, tapi aku melihat ke belakang dan..-

Aku hanya melihat seorang gadis menatapku di sana.

Jujur kupikir aku akan menemukan wanita sedeng dada kedodoran cakar tajam di sana. Tapi yang kulihat sekarang hanyalah seorang gadis. Seorang gadis 19 tahun, dengan ekspresi polos menatapku. Dia hanya memiringkan kepalanya padaku. Pedang dan busur menggantung di punggungnya. Wajahnya sangat cantik…

Aku menampar diriku. Apa yang kupikirkan?

Aku kembali melihat tali yang dipegang gadis itu. Dia masih memegang tali itu. Para bandit meraung. Dia melihat ke arahku sambil menarik tali itu sekarang. Tatapannya masih polos. Para bandit menabrak pohon. Si cewek menatapku lurus. Okay, aku mulai ketakutan. Matanya tidak bergerak sama sekali. Para bandit itu menjerit dari atas sana.

Mungkin sebaiknya aku lari.

"LAAAARI!!!"

Si cewek pun tersadar dan membuka mulutnya. Dia mengulurkan tangannya, mencoba memperingatkanku.

"Tunggu traveler! Tunggu!"

"Tidak! Jangan sentuh aku kamu cewek gila! Jangan ikat aku bersama mainan gilamu! Aaaaaa-!"

"Awas ada jebakan beruang di depanmu!"

Kraak!

Aku berhenti. Aku menengok kakiku.

Sebuah jebakan beruang baru saja menggigit kakiku. Taring - taring tajam besi berbentuk mulut, dengan coretan emote beruang lucu. Itu gambaran pena zaman pertengahan. Perangkap lucu itu mengalirkan darah keluar dari kakiku.

….

Aku baru saja akan berteriak. Gadis itu menghampiriku dan menampar wajahku.

Paak!

Dengan itu, akupun tepar.

***

Oh tunggu, tidak. Ternyata aku tidak tepar.

Aku masih berdiri tegak di tengah hutan. Pipiku panas. Aku memegangi daging pipiku yang panas.

Kenapa dia menamparku?

"Kenapa kau menamparku?"

"Kenapa aku menamparmu?" Si gadis gila sekarang bertanya – tanya menyadari aku menanyakan itu. "Hmmh…"

Dia meletakkan tangannya di dagunya. Si gadis merenungkan kenapa dia menamparku sebelumnya. Bandit di belakang mereka mencoba kabur. Si cewek menarik tali di tangannya sekalilagi. Ketiga bandit itu kembali menabrak ranting.

Aku menyengir. Dia sangat protektif dengan talinya..

Si gadis menjentikkan jarinya.

"Oh! Benar!" Dia akhirnya menemukan arti dari kehidupan. "Aku menamparmu karena ada jebakan beruang yang menggigit kakimu. Aku tahu kamu akan menjerit parah, jadi aku menamparmu sebelum jeritanmu menjauhkan burung – burung pergi!"

Itu yang kau pedulikan!?

Si gadis membusungkan dadanya dan meletakkan kedua tangannya di pinggangnya. Hehe, dia bangga atas jawaban intelektual yang baru saja dikeluarkannya. Bagus sekali, cewekku. Aku melihat ke bawah kakiku. Jebakan beruang itu menusuk ligamenku. Itu kalau aku punya ligamen di sana. Jebakan itu mulai terasa sakit lagi. Aku membuka mulutku. Aku akan melepaskan rasa kekecewaanku dan keputusasaanku ke seluruh dunia, aku sudah memutuskannya. Aku membuka mulutku lebar – lebar, bersiap – siap berteriak.

"Aaaaa-!"

Mata si cewek terbuka lebar. Dia seketika menyekap mulutku dan mendorongku ke belakang batang.

"Mmh mMmH mmMHH!"

"Ssshh, quiet!"

Biarkan aku berteriak! Aku mau mengeluarkan semua rasa kekecewaanku ke langit dunia!

"Ada beruang yang mengarah ke sini, kau tidak berotak. Dia datang karena mendengar teriakanmu."

Aku bersembunyi di belakang pohon. Aku hanya berteriak sedikit tadi, tapi seekor beruang benar – benar datang. Itu adalah beruang raksasa. Itu pasti beruang grizzly, kalau misalnya buku fauna anak – anakku benar. Dia berjalan mengendus di sekitar pepohonan. Dia mengendus jaring bandit – bandit yang menggantung itu. Bandit – bandit itu bergoyang ketakutan.

"Beruang grizzly biasanya tidak ganas." Ucapku. "Ursus Arctos, itu nama latin spesies mereka. Mereka kebanyakan waktu makan buah dan ikan. Selama kita tidak memprovokasinya, dia tidak akan memakan kita."

"Aku tidak tahu apa itu Usus Angomalus, tapi yang pasti beruang ini makan daging."

"Oh begitu.." Aku manggut – manggut, "eh apa!!?"

Beruang itu mengayun – ayunkan telapaknya ke para bandit. Para bandit itu menangis ketakutan di sana.

"Ini akan memberikan bandit – bandit itu trauma panjang. Ayo, kita menyelinap selagi beruang itu fokus ke mereka."

"Tunggu."

Dia berbalik. "Ya?"

Aku menengok ke bawah kakiku. Darah mengalir dari sana.

"Aaah! Maaf maaf, kakimu!

Dia berjongkok di sana, kemudian melepaskan jebakan beruang itu dari kakiku. Kachiing! Ergh, kakiku. Aku melihat ke arahnya. Darahnya mengalir seember sekarang. Tulangku juga pasti sudah koyak di sana. Well, aku juga tidak berniat punya kaki untuk waktu lama.

Si gadis mengambil sebuah daun dari tas kecil di pinggangnya. Dia mengunyahnya, kemudian meludahkannya dan menempelkan itu ke luka di kakiku. Pipiku memerah. Ada bekas kunyahan mulut seorang cewek di kakiku. Fetishku dengan ini teraktifkan.

Gadis itu mengambil satu daun lagi dan menutupi kakiku dengan daun itu.

"Siapa namamu, traveler?"

"E-eh?"

Aku salah kaprah. Cewek itu tiba – tiba bertanya kepadaku sembari merawat kakiku.

"Namamu, siapa namamu? Kau pasti punya nama, bukan?" Dia bertanya padaku sembari lanjut merawat luka itu. Dia kembali meludah kunyahan itu dan mengoleskannya ke sekitar luka – lukaku.

Aku menggaruk rambutku awkward. Orang – orang tidak menanyakan namaku secara frontal di masa modern ataupun masa depan. Aku hanya bisa menjawab sambil memerah.

"N-namaku Makoto."

"Makoto?"

Si gadis menggumamkan namaku. Tidak, namaku pasti kedengaran aneh bagi seseorang di zamannya. Gadis itu membaca sebuah mantra, dan kemudian sebuah lingkaran kuning keluar dari tangannya. Mataku terbuka lebar melihat lingkaran bercahaya itu. Sihir?

Lingkaran itu berputar. Kunyahan daun di kakiku menguap menjadi debu yang mengendas. Sihir itu selesai. Tiba – tiba, kakiku jadi terasa jauh lebih baik.

Aku tidak percaya ini. Inikah sihir? Aku menggerakkan kakiku. Alat berjalan ini sekarang sudah jauh lebih baik.

"Well kalau begitu, masalah selesai." Si cewek membersihkan kedua tangannya. "Hyaa~ aku senang tulangmu baikan. Aku tidak tahu perangkap kesayanganku akan memakan kakimu tadinya. Sebagai permintaan maafku, aku akan menjadi temanmu dan tour guide-mu mulai dari sekarang." Dia mengulurkan tangannya padaku. "Senang bertemu denganmu, Makoto!"

Aku baru akan menjabat tangannya. Tapi tiba – tiba si beruang muncul dari belakang pohon dan mengaum pada kami.

RooaaAAaaaRRGGHH!!!

Ranting beterbangan ke mukaku. Si ibu beruang sudah bosan bermain dengan para bandit, dan dia memutuskan untuk beralih ke kami seakrang. Si beruang mencakar batang pohon persembunyian kami. Batang pohon itu jatuh. Bagaimana bisa? Aku terdiam melihat batang pohon itu. Tapi si cewek berteriak padaku dan menarik tanganku pergi.

"Lari!"

Aku kembali pada kesadaranku. Aku pun ikut lari. Kami berlari melewati hutan. Aku melihat ke tanganku yang ditarik olehnya. Wajahku memerah. Aku memegang tangan seorang cewek. Dia menarikku, di saat kami berlari bersama menuju desanya.

"Namaku Elysia, ngomong – ngomong." Kata si gadis padaku. Dia berkata sambil terengah engah. "Elysia Nightingale. Kamu bisa memanggilku Elis kalau mau. Senang bertemu denganmu, Makoto!"

Dia menyengir padaku. Waktu seketika berhenti ketika aku melihat gigi – gigi imut itu.

Untuk beberapa waktu, semua tidak penting lagi. Daun – daun tidak lagi bergerak, suara beruang itu tidak tidak lagi terdengar. Seperti berada di dalam elysium, semua terlihat terang dan hal yang memiliki arti tidak lagi ada. Kami hanya berlari di dalam kesunyian. Aku melihat sekitarku. Di tengah waktu yang terhenti ini, hanya ada aku dan dia di sana.

Aku menggaruk pipiku. Kenapa aku jadi malu – malu? Aku tidak tahu. Apapun itu, aku memutuskan untuk menerima kondisi ini.

"S-senang bertemu denganmu, Elysia."

Dia tersenyum padaku. Senyumannya terang seperti matahari siang.

Matahari kembali menyinari ruang kosong kami. Waktu kembali berjalan. Beruang itu mengaum, tapi dia tertinggal jauh. Kami melangkah, berlari menuju desa terdekat bersama.

***

Next chapter