9 9. Looking for the person in question

Vernon mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, bersama Lily disampingnya yang terus memegang erat buku hariannya yang berwarna cokelat sedikit pudar. Vernon sesekali mengelus tangan kekasihnya, "Tenang. Segala sesuatu itu harus di lakukan dengan tenang, pelan-pelan saja" Lily berdecak kesal, "Tapi kamu benar-benar tahu kan? Tempat yang kamu katakan tadi?" Vernon mengangguk.

Vernon mengetahui tempat dari sebuah petunjuk yang sudah Lily pecahkan. 'Food, cafe, salon's6', Vernon menebak jika angka 6 itu adalah huruf 'b'. Vernon mengetahui satu salon yang bernama 'Salon's Bora' yang sukses membuat Lily memaksakan pada Vernon untuk mengantarnya kesana. Vernon mengikuti kemauan Lily, dengan imbalan bisa kembali mendapatkan apa yang ia mau.

Lily turun dari mobil dengan tergesa, tidak berselang lama, Vernon mengejar Lily untuk kembali mengingatkan agar tetap tenang, "Tenang Lily. Kalau kamu terus seperti ini, aku tidak akan mau lagi menemani" mata Lily manjadi sinis, "Kamu sudah berjanji akan menjadi bunda juga papa untukku, kamu akan mengingkari itu?" Lily melepaskan cekalan dari Vernon, berjalan kembali dengan lebih tenang dan santai. Vernon menghela napas, "Anak remaja memang sangat bersemangat" keluhnya.

Vernon mengikuti Lily yang kini memasuki sebuah restoran cepat saji. Gadis itu benar-benar bersemangat, menyerempet ke tidak tahu malu, "Permisi, apa disini ada satu orang langganan bernama Bora?" tanya gadis itu terang-terangan, Vernon hanya diam di samping gadisnya.

"Maaf nona, pelanggan kami yang bernama Bora ada cukup banyak. Kalau boleh tahu, nama marga nya apa nona?" Lily terdiam. Gadis itu tidak tahu mengenai marga dari Bora. Ia juga belum yakin benar jika angka dan huruf yang di tuliskan ibunya dimaksudkan dengan nama Bora atau bukan. Lily benar-benar mengikuti dan percaya dengan Vernon.

Lily menggeleng menjawab pertanyaan dari perempuan yang ia tanyai tadi, "Ya sudah, terimakasih. Maaf mengganggu" ujar Lily tak enak hati, perempuan itu mengangguk lalu membungkukkan badan, dibalas oleh Lily dan Vernon. Lily berjalan keluar dari restoran itu, "Kita ke Cafe sekarang, kamu tahu dimana kan?" Vernon mengendikkan bahu, "Ya, aku cukup kenal daerah sini" Vernon menarik tangan Lily menuju sebuah jalan, tidak berapa lama terlihat sebuah Cafe yang cukup ramai, Lily menatap ke sekeliling bangunan yang tampak sedikit tua itu, mungkin umurnya sekitar 20-30 tahunan?, entahlah.

Lily menginjakkan kakinya di salah satu anak tangga, ingatannya memutar sesuatu yang sepertinya sempat ia lupakan.

"Bunda! Tunggu Lily!" teriak gadis kecil sembari berlari ke arah ibunya. Sang kepala rumah tangga hanya tersenyum melihat tingkah puteri kecilnya itu.

Lily mengerjapkan matanya, "Aku pernah ke tempat ini Vernon, tapi aku lupa tepatnya kapan" ujar Lily, tangannya sedikit gemetar. Vernon berdeham, "Sudah, tidak usah di pikirkan. Ayo kita masuk saja, dan memesan secangkir kopi atau segelas susu, agar kamu lebih rileks" Vernon melingkarkan tangannya di pinggang Lily, membuat Lily sedikit terperanjat karena kaget. Lily melihat beberapa orang yang ia kenali disini, menatapnya dengan tatapan aneh. Tatapan yang sangat menjijikan menurut Lily, "Jadi simpenan Ahjussi, Lily?" Tanya salah seorang perempuan.

Ahjussi=paman

Lily menyeringai, "Kenapa? mau juga?" jawabnya, Vernon merotasikan bola matanya malas, "Lily, sudah ku bilang aku masih belum paman-paman" Lily terkekeh, "Dengar, dia bukan seorang ahjussi"

Perempuan bernama Kwon Eunji itu pun tertawa, "Pantas saja pakaianmu terlihat selalu bermerk, padahal kamu hanya di asuh oleh orang tua tunggal, ternyata simpanan seorang ahjussi" remeh Eunji, Vernon yang mendengar hal itu terasa sangat ingin membawa perempuan itu ke hadapan Tuhan sesegera mungkin.

Vernon berdeham, "Sebentar, yang kamu sebut ahjussi itu, aku?" Perempuan itu mengangguk mantap, "Jadi, dimana sopan santunmu?" dingin Vernon. Eunji terdiam, "Untuk apa aku sopan padamu? aku tidak mengenalmu"

"Aku juga tidak mengenalmu. Maka jangan sembarangan menyebutku Ahjussi. Wajahmu dengan ku pun masih terlihat lebih muda aku, wajahmu seperti seorang Halmeoni"

Halmeoni=Nenek

Eunji membuka mulutnya, terkejut karena jawaban Vernon di luar dugaannya, "Hei, tidak sopan sekali!" teriak Eunji, "Berkacalah, apa tidak punya kaca di rumah? kamu miskin?" Vernon masih melingkarkan tangannya di pinggang Lily, masih menegaskan bahwa gadis itu miliknya, yang artinya Vernon berhak membela gadisnya dari siapapun yang menjatuhkan harga diri maupun kepercayaan Lily.

Eunji menggertakkan giginya, "Hei bocah, umurmu masih terlalu muda untuk berani menatapku dengan tatapan seperti itu. Katakan pada ayah dan ibumu, untuk mengirim dirimu lebih lama ke sekolah, agar lebih tahu apa itu sopan santun dan menghormati"

"Dasar tidak tahu malu, beraninya melawan perempuan" hardik Eunji, Vernon tertawa. Wajahnya mendekati wajah Eunji, "Berani berkata seperti itu padaku? aku bisa mengirim mu pada Tuhan lebih cepat, nona" Vernon menarik tubuh Lily, membawa gadisnya memasuki Cafe tersebut, meninggalkan Eunji yang sedang menggosok lengannya karena merinding mendengar perkataan Vernon.

Lily tertawa kecil, "Ternyata punya pacar asik ya" celetuk Lily, "Aku kira akan membosankan. Ternyata tidak" sambung Lily.

"Tergantung kamu menjalani hubungan dengan siapa, sayang" balas Vernon setengah berbisik.

Lily tersenyum. Dirinya merasa seperti seorang ratu saat bersama Vernon, ah sepertinya sangat berlebihan sekali. Lily duduk tenang saat Vernon memesan dua cangkir teh. Vernon kembali dengan dua cangkir yang ada di kedua tangannya. Lily tersenyum lagi, "Terimakasih Vernon"

"Ya, sama-sama" Lily menghentikan gerak tangannya, tidak jadi meminum teh nya, membuat Vernon menyernyit bingung di tengah aktivitas menyeruput tehnya, "Ada apa? kamu tidak suka?" Lily menggeleng, "Ini kamu yang bayar kan? bukan aku bayar sendiri?"

Kalimat Lily sukses membuat Vernon tertawa geli, "Kau benar-benar berbeda dari semua gadis yang pernah ku kencani"

"Kenapa?" tanya gadis itu membeo. Vernon menepuk dadanya yang terasa kehabisan udara sebab tertawa, "Kamu tahu? biasanya saat sedang berdua seperti ini, aku dan perempuan yang ku kencani akan saling memperebutkan dan mempermasalahkan siapa yang akan bayar. Aku sering memaksa agar dirinya tidak perlu membayar tetapi ia tetap kukuh ingin dia yang bayar. Tapi lihat dirimu, kamu malah terang-terangan ingin aku yang membayarnya"

Lily mencebikkan bibirnya, "Aku masih anak SMA, tidak punya uang sebanyak paman--oppa" Lily segera meralat ucapannya saat Vernon melemparkan tatapan tak suka padanya.

"Mulai detik ini, hukuman akan berlaku padamu Lily" ujar Vernon membuat Lily membolakan matanya, "Hukuman? hukuman apa? Seperti anak kecil saja diberi hukuman" kata Lily tak percaya, "Kamu akan di hukum jika melakukan kesalahan" tekan Vernon meyakinkan.

Lily menyeruput tehnya, menaruhnya kembali di meja, "Tapi--"

"Baik, terimakasih sudah berkunjung kembali Bora-ssi"

Lily diam. Bibirnya berhenti berbicara, mendengar nama Bora sangat sensitif untuk Lily sekarang. Vernon menatap gadisnya dalam, "Bora Lily, apa dia yang di maksud bunda mu?" Lily balas menatap kekasihnya, menggelengkan kepalanya, "Aku tidak tahu oppa"

avataravatar
Next chapter