2 2.Under the moon

Lily melirik arlojinya, Rahee pasti akan memarahinya karena pulang terlambat. Harusnya Lily pulang pukul 10 malam, tetapi tadi ada kelas tambahan sampai 2 jam lamanya. Lily menatap langit gulita yang ditemani bulan juga taburan bintang.

Lily tersenyum, bulan malam ini sangat indah. Memancarkan cahaya terang, "Andai bunda sama papa masih ada, pasti hari ini aku melihat bulan bersama mereka"

Lily menghela napas. Meski sudah tahu akan di marahi, tapi tak sedikit pun kakinya melangkah lebih cepat.

Duakh!

Lily terdiam. Matanya menatap awas pada sekitar, memasang indra pendengarnya dengan baik, mencoba mencari dimana asal suara itu. Lily menajamkan penglihatannya, menatap ke jalan beberapa meter di depannya. Ada seseorang disana.

Srekk

Lily meremat roknya. Seseorang diseret paksa memasuki gang kecil tak jauh dari sana. Kakinya berani melangkah, mencoba mengintip sedikit dari samping jalan.

Lily menutup mulutnya, "Ya Tuhan" ucapnya secara tiba-tiba dengan suara lirih. Lily berjalan tergesa meninggalkan tempat itu. Tak mau ikut campur permasalahan orang lain.

🍒🍒🍒

"Baru pulang kamu?" tanya Rahee yang sedang membaca buku di sofa ruang tamu. Lily berhenti di ujung tangga, "Apa aku terlihat seperti akan keluar? tentu saja aku baru pulang" jawab Lily berani. Kakinya menaiki satu persatu anak tangga, meninggalkan Rahee yang menatap dirinya.

"Dimana salah mama, Lily? Mama sudah berjuang membesarkan kamu sendirian, bukan tanpa alasan mama mendidik kamu dengan keras. Mama harap kamu segera mengerti Ly" kata Rahee bermonolog.

"Dasar wanita tua menyebalkan" umpat Lily.

"Bisa-bisanya ia bertanya baru pulang saat melihatku baru masuk masih dengan pakaian sekolah lengkap dengan tas, cih menyebalkan" Lily mendecih sembari melemparkan atasan putih baju sekolahnya.

Kakinya melangkah menuju jendela, menatap bulan dari kamarnya terasa sangat menyenangkan. Tiba-tiba saja mood nya membaik karena melihat bulan yang benar-benar bulat dan bersinar terang. "Ly, sudah makan belum?"

"Sudah" jawab Lily cepat. Sebenarnya, Rahee tidak terlalu buruk, tetapi sikapnya yang selalu mengatur ini dan itu membuat Lily kesal dan muak.

"Cepat bersihkan tubuhmu, lalu tidur agar esok tak terlambat--"

"Besok libur Ma"

"Ah--iya sudah, selamat malam"

Lily menghela, "Mama terlalu banyak bicara" Lily menutup gorden jendelanya. Tentu ia berbohong, libur apanya? itu hanya alasan agar Rahee cepat-cepat meninggalkan dirinya sendiri.

"Ah, aku lelah sekali--eh? siapa--sudahlah" Lily berlari menuju kamar mandi, membersihkan tubuhnya lalu bergegas tidur.

8.00 A.M

"Kembali ditemukan jasad perempuan berumur sekitar 20-30 tahunan di sebuah gang sempit bernama xxx di daerah xxx, seoul. Dikabarkan--"

"Ya ampun, masih saja berjatuhan korban-korban lain yang tak berdosa. Bukan manusia sepertinya, dasar iblis"

"Ada berita apa ma?" ujar Lily sok ingin tahu, padahal sebenarnya ia mendengar dengan jelas apa yang di beritakan.

"Ada pembunuhan lagi Ly, kamu harus berhati-hati jika pulang larut" Rahee mematikan televisi, beralih pada majalah yang sama seperti semalam.

Lily merotasikan matanya malas, "Aku berangkat Ma"

"Hati-hati!"

"Yeah!"

Lily menggenggam ponselnya erat, kembali teringat kejadian semalam. "Apa mungkin itu kejadian yang semalam ya?" Lily menoleh saat melewati gang yang sama semalam, benar dugaannya, itu gang yang sama. Ada garis polisi disana, juga beberapa orang yang sepertinya sedang mengidentifikasi lokasi.

Lily menggelengkan kepalanya, tangannya saling digosokkan, "Mengerikan, mengapa harus sampai di bunuh sih?" kesalnya.

Bruk!

"Aduh!"

"Maaf, tidak sengaja" Lily mengangkat kepalanya, melihat lelaki jangkung dihadapannya.

"Mata mu di mana?! Masa tidak lihat ada orang sih?!"

"Tidak terlihat, kamu terlalu pendek" jawab pria jangkung dengan bintik kemerahan diwajahnya sembari menepuk belakang tasnya.

"APA KATAMU?! Kurang aj--"

"Mari ku antar, kamu mau ke sekolah kan? anggap saja sebagai permintaan maafku" Lily mundur beberapa langkah, "Malas!"

"Baiklah jika menolak, aku pergi dahulu"

Lily menatap dingin kepergian pria itu, "Tidak ada otak" katanya lirih.

Lily kembali melanjutkan perjalanannya. Sampai di sekolah, sama seperti hari-hari sebelumnya, hanya Yuka yang cukup dekat dengannya.

Yuka segera berlari menghampiri Lily, "Ya ampun Ly! Ada pembunuhan lagi!"

"Berisik"

Yuka mengerucutkan bibirnya, "Kau ini, sudah hampir tiga tahun aku mencoba menjadi temanmu, tapi sikapmu masih sama, menolakku" mata Yuka sudah berkaca-kaca sekarang, bukan karena Lily tak menyukai Yuka, hanya saja Lily tak yakin jika Yuka adalah teman yang tepat untuknya.

Yuka terisak pelan, "Aku sudah mencoba berkali-kali Lily"

"Apa alasanmu terus bertahan untuk menjadi temanku? Kamu tahu? bahkan seluruh murid di sekolah ini tidak menyukaiku, wajar saja jika aku sulit menerima mu, kamu seperti memiliki niat terselubung Yuka"

"Pikiranmu dangkal sekali Lily. Dari awal aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Kamu pendiam, cocok denganku yang berisik dan banyak tingkah. Kamu juga lebih sering menghabiskan waktu sendirian, cocok denganku yang sulit mengontrol waktu. Aku ingin belajar banyak hal dari mu, meski pendiam tapi otakmu pintar bahkan cerdas. Aku jadi ingin, meski aku berisik tapi otakku juga pintar seperti mu. Kamu juga penuh misteri, membuatku merasakan sensasi mengejutkan setiap saat, seperti kemarin"

Lily menghela mendengar penjelasan Yuki. Gadis itu menyorotkan tatapan sungguh-sungguh sekarang, membuat Lily sedikit terenyuh.

Lily menepuk pundak Yuka beberapa kali, "Tapi tidak semua perbedaan itu bisa cocok Yuka, kamu pasti mengerti maksudku" jawab Lily dengan nada dinginnya. Kalian tahu? Meski nadanya sangat dingin, sampai rasanya seperti menusuk, sebenarnya dari dalam Lily itu hangat, sehangat matahari pagi.

Lily tersenyum tipis, sangat tipis nyaris tak terlihat, "Terimakasih sudah berani mencoba, tapi ku harap kamu tidak melewati batasmu Yuka"

Yuka mengangguk pelan. Mata bulat gadis itu terlihat sedikit memerah, "Jangan menangis, aku tidak suka memiliki teman cengeng seperti itu" Lily melenggang pergi, meninggalkan Yuka yang masih termenung mendengar kalimat gadis berkulit pucat itu.

"Jadi aku teman mu kan?!!" Yuka berlari mengejar dan merangkul Lily, membuat gadis itu sedikit terhuyung ke samping.

"Kamu teman yang menyebalkan Yuka, pergi sana!" Yuka tertawa, "Kamu ini, sudah ku duga kamu tidak sedingin yang orang katakan! Aku bangga menjadi temanmu"

"Kamu teman pertamaku sejak enam tahun aku sendirian" kata Lily membuat Yuka terkejut, "Serius?!!" Lily mengangguk, "SUGOI!!!" teriak Yuka membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka.

*Sugoi= Mantap

"Ini Korea Yuka, jika kamu lupa" sindir Lily mendengar Yuka berkata dalam bahasa Jepang. Yuka nyengir, "Maaf, kalau sedang terkejut aku memang begitu, kadang keceplosan"

Lily hanya berdeham menjawab perkataan Yuka.

"Ngomong-ngomong, kamu sudah lihat berita pembunu--"

"Aku tidak tertarik dengan pembunuhan"

"Lalu?"

"Mungkin, saat melihat orang lain kesakitan, aku sedikit tertarik"

"Nē, gōmon ni tsuite sukinakoto oshiete kurenai no?!!"

"Bicara yang jelas Yuka, aku tidak mengerti" desis Lily.

"Ya ampun, jangan bilang kamu menyukai hal-hal tentang penyiksaan?!!"

"Bukankah aku sudah mengatakannya kemarin?" Lily tersenyum. Senyum yang mengerikan menurut Yuka, tetapi wajah cantik Lily masih mendominasi.

avataravatar
Next chapter